Ruby tidak menyentuh makanan nya sama sekali, dia hanya menunduk menatap makanan itu dalam diam, di saat semua orang tengah mengobrol dengan asik. Kadang di selingi dengan tawa yang terdengar. Bagi nya, makan malam ini sangat membosan kan, tidak menarik, dan tidak ada hubungan nya dengan diri nya sama sekali. Jadi untuk apa dia pulang cepat.
Bara dengan Alex yang sibuk bernostalgia ke zaman SMA mereka. Liana dengan Rosa juga begitu. Dirga, Digta, dan Ralin dengan Genta dan Tata. Sedangkan Regan justru sibuk memainkan ponsel dengan earphone di telinga nya. Sama tidak berminat nya dengan Ruby. Dia malah sibuk mebalas chat teman-teman dari anggota genk motor nya. Malam ini sebenarnya dia telah ada janji bersama genk motor nya untuk nongkrong bareng. Tapi makan malam ini merusak segala nya.
"Gimana Genta, Tata. Kalian betah di Saga?" tanya Liana seraya menatap kedua anak remaja itu.
Genta mengangguk di sertai senyuman. "Betah banget tante." jawab nya.
Sedangkan Tata mengangguk samar, dengan mata yang melirik pada Ruby yang kini mengangkat kepala, menatap dingin ke arah nya.
"Jadi kamu sekelas sama siapa nih?" tanya Alex pada Genta.
"Sama Ruby om. Kalau Tata sama Ralin." jawab Genta sembari menatap lama ke arah Ruby.
"Wih keren tuh. Berarti bisa lah lo di jadiin mata-mata buat ngelihatin Ruby di sekolah." celetukan tiba-tiba dari Regan langsung mendapatkan pelototan dari Dirga. "Ya elah. Gitu doang, semua nya melotot ke gue sih." gerutu nya.
"lagian lo ngada-ngada aja. Ngapain Ruby di awasin segala." kali ini Digta yang bersuara.
"Ya mana tau. Dia bertingkah lagi." gumaman Regan kali ini mendapat cubitan dari Ralin.
"Sembarangan banget lo ngomong."
"Ih sakit Ralin." Geram Regan.
"Udah ah. Kok kalian jadi berantem gini sih." Liana menyudahi aksi Ralin dan Regan.
Sedangkan Ruby yang di bicarakan saja, hanya diam tidak merespon dalam bentuk apa pun.
"O iya Ruby. Tante denger kamu itu siswi terpintar ya di Saga? Juara umum terus." Rosa berbicara atusias pada Ruby yang sedari tadi tidak mengeluarkan suara.
Ruby hanya membalas dengan anggukan. "Ternyata selain cantik, kamu juga pinter ya. Berarti Genta sama Tata harus belajar banyak dari kamu." kata Rosa lagi dengan senyuman hangat,khas seorang ibu.
"Tante gak tau aja kelakuan dia di sekolah kaya apa." gumam Tata sangat pelan, sehingga hanya Genta lah yang dapat mendengar.
"Bisa gak sih lo jaga sikap." bisik Genta pada Tata yang terus menampakkan respon tidak suka nya pada Ruby.
Tata hanya mendengus kesal. Dia masih tidak terima dengan kelakuan queen bee itu saat di sekolah tadi siang.
Tak lama, Ruby tiba-tiba bangkit dari duduk nya, sembari meraih ponsel di atas meja makan. "Kamu mau kemana?" tanya Alex.
"Ke kamar. Capek. Mau istirahat."
"Tapi makan malam nya belum selesai. Makanan kamu juga belum kamu makan."
"Udah kenyang."
Alex hanya menghembuskan nafas perlahan, lagi-lagi sikap putri bungsu nya itu membuat nya bingung. Dia tidak pernah mengerti akan Ruby, akan setiap sikap yang di tunjukkan gadis itu pada semua orang. Jika di ingat nya, dia ataupun Liana selalu memperhatikn setiap tumbuh kembang anak-anak mereka. Tapi entah kenapa, sikap Ruby seperti itu.
☔☔☔☔☔
Balkon, adalah tempat paling abadi bagi seorang Ruby. Tempat dimana hanya ada dia, dan ketenangan. Dia tidak menyukai keramaian, entah sejak kapan. Mata nya terus menatap ke depan, ke gelap nya malam yang hanya di terangi oleh lampu-lampu jalan, dan beberapa lampu-lampu rumah di komplek itu.
Tok tok
"Maaf non. Bibi di suruh sama nyonya buat manggil non. Soal nya, keluarga Baskara mau pulang." info Bi Iyem.
Ruby tidak membalikkan tubuh nya sama sekali. "Bilang aku udah tidur." jawab nya singkat.
Bi Iyem mengangguk, tidak bertanya lagi atau berusaha memaksa Ruby agar turun. Dia lalu meninggalkan kamar tersebut. Kembali meninggalkan gadis itu dalam kesendirian malam. Tidak lama setelah Bi Iyem keluarga, seseorang kembali memasuki kamar nya. Lagi-lagi dia tidak berniat untuk membalikkan tubuh, atau hanya sekedar menoleh sebentar.
"Lo gak berniat buat nemuin mereka di bawah lagi?" tanya Ralin saat dia tepat berada di samping Ruby.
Ruby mengalihkan pandangan nya ke bawah. Pada keluarga Baskara yang telah memasuki mobil. Siap akan pulang. Dari atas sini, dia dapat melihat bahwa mata Genta tengah mendongak ke atas, menatap tepat pada mata nya. Dia dan cowok itu bersitatap cukup lama, hingga Ruby mengalihkan pandangan kembali ke arah lain.
"Gue tau By. Ini masih belum mudah buat lo. Tapi itu karna lo gak pernah nyoba, untuk melupakan, dan mengikhlaskan."
Ralin kembali bersuara, memecah keheningan yang tercipta. Dia ikut menatap ke depan, sama seperti yang di lakukan Ruby. "Tapi gue yakin. Lo bisa melakukan itu kalau lo mau. Mau sampai kapan lo kayak gini? Mungkin gue bisa terima semua sikap dingin dan gak peduli nya elo. Tapi mereka yang gak tau gimana? Kayak keluarga ini aja contoh nya? Dua tahun mereka bertanya-tanya ada apa dengan lo? Kenapa lo mendadak berubah? Trus apa yang bisa gue lakuin? Selain cuman diam."
Ruby sama sekali tidak merespon setiap perkataan Ralin. Sampai terdengar helaan nafas dari gadis di samping nya itu. "Setiap malam gue nunggu, berharap, dan terus berdo'a. Supaya esok pagi, saat gue bangun, gue bisa lihat lo lari dari tangga, trus teriak good morning ke semua orang. Tapi setiap gue membuka mata, gue cuman bisa nelan pil pahit saat semua harapan itu gak terjawab sama sekali." suara Ralin terdengar bergetar di pendengaran Ruby. Namun dia tidak ingin menoleh sedikit pun pada saudara nya itu. Karna dia yakin, mata itu tengah memanas dan berkaca-kaca.
Ralin perlahan mulai meninggalkan balkon, dan berjalan menuju pintu kamar. Sebelum dia benar-benar keluar, di tatap nya kembali punggung milik saudara satu Rahim nya itu, di sertai dengan air mata nya yang menetes sempurna. Selang beberapa detik, dia menarik nafas mya perlahan dan menghapus air mata nya. Lalu membuka pintu, dan keluar.
Ruby kembali sendirian. Namun kali ini sekelebat bayangan yang tidak pernah bisa di usir nya hadir kembali. Yang selalu hadir di setiap dia sendirian. Senyuman, tawa bahkan setiap inci wajah orang itu masih sangat di ingat oleh nya. Satu-satu nya orang yang menjadi alasan kekacauan nya selama ini.
"Kamu tau gak. Seseorang di sekeliling kamu mungkin akan bahagia. Saat dia melihat kamu bahagia. Karna pada nyata nya, manusia gak akan pernah bisa bahagia sendirian, walaupun ada, itu hanya kebahagiaan semu yang gak ada arti nya. Karna dia sendirian, dan akan selalu sendirian."
Ruby memejamkan mata nya sesaat kata-kata itu terngiang di telinga nya. Jika seseorang gak bisa bahagia sendirian. Lalu bagaimana bisa seseorang bisa tersakiti sendirian? Ruby merasakan perih yang sama seperti dua tahun lalu saat dia kehilangan tiang penyangga untuk nya berdiri.
☔☔☔☔☔
Seperti pagi sebelum nya. Koridor lantai satu itu telah di penuhi oleh siswa siswi yang berlalu lalang. Bagaimana tidak, sekarang sudah hampir jam tujuh, dan sudah dapat di pastikan bahwa sebentar lagi bel tanda masuk akan berbunyi.
Ruby baru saja memarkirkan mobil nya di parkiran sekolah yang memang hanya di khususkan oleh mobil. Lalu berjalan memasuki gedung SMA Saga dengan wajah datar nya seperti hari-hari sebelum nya. Beberapa siswa siswi yang berlalu lalang, mulai memberikan jalan untuk nya.
Brukk...
Ruby mendengus. Ini untuk kedua kali nya dia di tabrak oleh orang setiap berjalan di koridor ini. Dia mengangkat kepala nya, dan langsung di hadapkan langsung dengan orang yang barusan menabrak nya.
"Sorry gue gak sengaja."
Ruby kembali mendengus. Di lokasi yang sama, orang yang sama dan alasan yang sama. Dia melipat tangan nya di d**a, lalu menatap intens pada cowok yang barusan menabrak nya. "Lo gak ada jalan lain? Sampai lo harus nabrak gue terus. Dengan alasan yang sama." seru nya datar.
"Ya gue emang gak sengaja. Dan gue juga gak tau, kenapa harus nabrak lo terus. Atau jangan-jangan lo jodoh sama gue."
Perkataan superpede itu membuat Ruby menggeleng dengan tatapan masih terarah pada cowok di depan nya yang kini senyum-senyum tidak jelas.
"Mood hancur. Dan biasa nya, gue akan cari pelampiasan. Atau lo mau sepupu lo cari korban hm?" Ruby kembali bersuara masih dengan suara dingin milik nya.
Genta tersenyum lebar. "Lucu ya! Emang dengan cara lo ngebully orang mood lo bisa baik lagi? Gue rasa enggak deh, itu cuman buat lo buang-buang tenaga doang. Dan--"
"Di bayar berapa lo buat nasehatin gue?" Ruby memotong ucapan Genta dengan cepat.
Genta terdiam dan menatap mata dingin milik Ruby. "Kalau lo ketemu gue, jangan banyak omong. Karna omongan lo bisa jadi bumerang, buat lo. Gue gak terima orang yang banyak bacot." Setelah berkata seperti itu. Ruby berjalan melewati Genta. Hingga langkah nya terhenti saat pergelengan tangan nya di tahan oleh tangan kekar milik cowok itu.
"Singkirin tangan lo!" perintah Ruby tanpa berbalik. Namun Genta masih saja pada posisi dan tindakan awal nya. "Gue gak suka merintah dua kali." tekan nya.
"Oke." Genta melepaskan cekalanan nya. "Gue cuman mau nanya sama lo. Ruangan osis dimana ya?" tanya nya dengan kedua alis terangkat.
Ruby menoleh, menatap datar cowok yang berdiri di depan nya ini. "Udah berapa hari lo sekolah disini? Ruang osis gak tau."
"Baru juga satu minggu."
"Perlu gue orientasi?"
Bukan nya takut melihat wajah datar Ruby seperti siswa siswi yang lain. Genta justru tersenyum sumringah. "Boleh. Kayak nya seru tuh gue di mos sama Queen Bee sekolah ini." seru cowok itu antusias.
Ruby menatap tidak percaya pada cowok itu. Ini adalah pertama kali nya dia di hadapkan pada cowok yang gak ada takut-takutnnya dengan nya. Jangan kan takut, nyali cowok itu bahkan tidak ciut sedikit pun.
Ruby menghela nafas nya perlahan. Lalu mengalihkan pandangan ke arah lain. "Cari aja sendiri." setelah mngucapkan kata-kata sakartis itu dia benar-benar melangkah pergi. Sebelum kesabaran nya habis menghadapi cowok tengil dan slengean di depan nya.
Genta justru mengerutkan dahi nya, menatap kepergian gadis itu. Lalu tersenyum tipis. "Misterius! Dan menarik!" gumam nya pelan.
"Siapa yabg menarik?" pertanyaan itu membuat Genta membalikkan tubuh nya. Dia mendengus mendapati Tata telah berdiri di belakang nya.
"Ck, ngagetin aja lo."
"Ya lo ngapain ngelamun disini. Pake acara ngomong sendiri."
"udah ah. Gue mau ke kelas."
"Loh kata nya tadi lo mau ke ruang osis. Mau daftar jadi pengurus. Gimana sih?" Tata mempercepat langkah nya, menyamai langkah besar milik sepupu nya itu.
"Entar-entar aja deh." jawab Genta singkat. "Lagian gue juga gak tau siapa ketua osis di sekolah ini."
Tata mengangkat bahu nya. "Terserah sih."
☔☔☔☔☔
Bel tanda istirahat telah berbunyi beberapa menit yang lalu. Siswa siswi yang tadi ada di dalam kelas, mulai berhamburan keluar untuk mengisi perut di kantin. Tak berbeda dengan, genk BlackHeart mereka telah berjalan di tengah-tengah koridor, dan menuruni setiap anak tangga untuk sampai ke kantin yang berada di lantai satu.
Selangkah lagi mereka akan memasuki kantin, jika saja lengah mereka tidak terhenti karna seseorang.
"Ngapain ni bocah disini?" gumum Ranaya menatap siswi cupu tengah berdiri di depan mereka. Menunduk, dengan tangan yang bertautan.
"Woi nganterin nyawa lo kesini?" kali ini Stefi yang bersuara dengan sedikit berteriak.
Gadis berkacamata tebal itu akhir nya mengangkat kepala, dan memberanikan diri menatap mata sang leader secara langsung. Dia sedikit bergidik ngeri saat melihat wajah-wajah dingin milik anak-anak genk BlackHeart.
"Gue gak suka waktu gue di buang disini." akhir nya Ruby bersuara. "Gue lagi berbaik hati, untuk gak ngebully hari ini. Tapi kalau lo nguji kesabaran gue. Sekarang juga mungkin lo bisa gue habisin." lanjut nya masih dengan nada dingin.
Gadis cupu itu masih saja diam, dengan tubuh gemetar. Nesya mendengus. "Lo mau apa sih? Ngomong! Bisu lo!" untuk pertama kali nya gadis itu membuka suara. Suara yang tak kalah terdengar dingin dari Ruby.
"A...ku...anu..."
"Ana anu ana anu. Jangan gagu bisa gak sih, mau makan nih, laper." Yuma berbicara dengan nada kesal.
"Ruby...di..di.."
"Di apa?" berang Stefi, habis kesabaran.
"Di panggil Ralin ke kelas nya." karna teriakan berang itu. Membuat gadis itu berbicara cepat dan tidak gagu.
Ruby menarik nafas nya. "Kalian duluan aja!" suruh nya pada ke empat teman nya. Lalu berbalik, dan berjalan meninggalkan area kantin.
"Lama sih lo. Mau ngomong gitu doang. Minggir!" Stefi mendorong gadis cupu itu, dan menerobos masuk ke dalam kantin. Di susul oleh ketiga anggota BlackHeart yang lain nya.
Meninggalkan gadis cupu yang masih gemetaran, dan berkeringat dingin.
☔☔☔☔☔
"Pulang aja deh Lin. Kalau emang gak kuat pratikum, biar gue anterin."
Tata berulang kali menyuruh Ralin agar mau pulang, pasal nya wajah gadis itu sudah pucat pasi.
Ralin tersenyum tipis. "Gak usah. Gue masih bisa kok ikut pratikum."
"Bandel banget sih." Genta akhir nya unuk pertama kali bersuara. Sedangkan sedari tadi dia hanya menatap wajah pucat milik Ralin.
"Gue gak mau ketinggalan pelajaran Gen." tanggap Ralin dengan suara lemah.
"Tapi masalah nya itu lo sakit. Guru pasti ngasih dispensasi kali."
"Benar apa kata Genta. Yah gue anterin yah!" Tata kembali mecoba membujuk.
"Kalau lo sih mau nya. Biar gak ikut pratikum." Timpal Genta, seraya menoyor kepala Tata.
"Ck, skali-skali. Bosen gue sekolah mulu." Gerutu gadis itu.
Ralin terkekeh pelan melihat ekspresi teman satu bangku nya itu. Dia hari ini memang tidak enak badan. Mungkin efek tidak makan saat pergi sekolah tadi, karna sibuk menghafal untuk pratikum kimia hari ini. Alhasil, badan nya lemas dan kepala nya pusing. Tidak makan, adalah salah satu kelemahan nya. Jika dia telat makan, pasti ujung-ujung nya akan sakit.
Obrolan mereka terhenti, saat langkah seseorang terdengar dari luar, mendekat ke arah kelas. Baik Ralin, Genta, dan Tata sama-sama menoleh ke ambang pintu. Telah berdiri lah di sana Ruby dengan wajah dingin milik nya. Gadis itu berjalan mendekat ke arah meja Ralin.
"Gue pikir lo gak bakal datang." seru Ralin pelan menatap saudara kembar nya itu.
Ruby tidak merespon, dia hanya diam dan menatap wajah pucat milik gadis itu.
"Gue gak punya banyak waktu." akhir nya setelah beberapa detik diam. Ruby membuka suara.
Ralin tersenyum, walau di balik lemas nya tubuh nya. "Iya gue tau. Gue cuman mau minta tolong. Lo hadirin rapat osis nanti, habis istirahat ini. Gue ada pratikum. Sama lo kasih tau dimana posisi dan apa kerjaan untuk Genta. Dia baru aja daftar jadi pengurus." Jelas nya.
Ruby melirik sebentar pada cowok yang beediri di depan meja Ralin, dengan bersandar pada meja guru. Lalu kembali menatap Ralin.
"Itu doang?" Ralin mengangguk. "Sebelum nya makasih." seru gadis itu tulus.
Ruby menarik nafas nya perlahan. Dan mulai membalikkan tubuh nya, berniat untuk pergi. Secara bersamaan seorang siswi berpenampilan polos memasuki kelas tersebut dengan membawa sekotak makanan. Gadis itu lantas langsung menunduk saat sempat bersitatap dengan mata dingin milik Ruby.
Ralin yang melihat ada junior memasuki kelas nya, mengerutkan dahi heran. Terlebih gadis itu menghampiri meja nya. "Kak ini makanan buat kakak." seru gadis itu pelan, dan menyodorkan kotak yang di bawa nya.
Ralin semakin bingung, sedangkan Tata dan Genta saling tatap. "Loh perasaan gue gak nitip makanan ke siapa pun." Balas Ralin.
Gadis yang tadi nya menunduk, megangkat kepala nya dan menatap ke sekeliling kelas, terumata ke arah dimana Ruby tadi berdiri. Sudah tidak ada lagi, queen bee berdiri di sana, melainkan sudah keluar.
Gadis itu kembali menoleh pada Ralin yang menunggu jawaban nya. "Kata kak Ruby itu buat kakak. Dia tadi nyuruh aku beli itu, buat di kasih ke kakak." seru nya dengan suara pelan.
Ralin tertegun. Gadis di depan nya ini datang saat Ruby akan meninggalkan kelas nya. Berarti dapat di simpulkan bahwa, kembaran nya itu menyuruh gadis itu sebelum datang ke kelas nya. Seulas senyum hadir di wajah nya, di buka nya kotak tersebut. Sesuai ekspektasi nya, di dalam kotak itu berisi nasi goreng bercampur dengan mi goreng, dan di lengkapi dengan telur mata sapi setengah matang. Menu kesukaan nya.
"Makasih ya!" seru Ralin pada gadis itu seraya tersenyum.
Gadis itu mengangguk, dan berjalan meninggalkan kelas.
Setelah puas memandang kotak tersebut. Ralin beralih menatap Genta dan Tata bergantian. Kedua insan itu, seakan heran dengan diri nya yang tersenyum sedaritadi.
"Kalian lihat kan. Dia merhatiin gue. Walau diam-diam. Dia tahu kelemahan gue. Tanpa dia harus lihat terlebih dahulu."
Tata tidak mengerti dengan ucapan teman satu bangku nya itu. Namun tidak dengan Genta. Cowok itu tertegun dalam diam. Sekarang omongan yang pernah di dengar nya dari banyak orang, terbukti sudah.
Orang yang bersikap dingin dengan mu. Belum tentu orang yang benar-benar mengabaikan mu. Melainkan dia menyayangi dalam diam dan kebekuan.
☔☔☔☔☔
Ruangan osis yang tidak terlalu besar itu, sudah di penuhi oleh 15 orang pengurus osis dari berbagai kelas. Ruangan yang tadi nya hiruk pikuk kini, mendadak diam dan hening saat pintu terbuka. Yang menampak kan wajah seseorang yang mungkin paling di hindari oleh hampir seluruh siswa siswi SMA Saga.
Genta menyapu seluruh sudut ruangan dengan kerutan di dahi nya. Tidak ada lagi terdengar suara barang hanya berupa bisikan kecil, semua diam dan ada yang menundukkan kepala.
"Lo bisa duduk bagian depan yang kosong!" seru Ruby tanpa menoleh sedikit pun pada lawan bicara nya.
Genta mengikuti perkataan Ruby, dan mulai duduk di kursi kosong bagian depan. Dia sedikit mengerutkan dahi, reaksi kebinguangan atas perilaku orang yang duduk tepat di samping nya. Cowok berkacamata, yang menunduk, dan tangan yang saling bertautan satu sama lain. Dan Genta yakin, jika tangan nya itu di pegang oleh nya, pasti dia dapat merasakan aura dingin, yang di hasilkan dari keringat cowok itu. Belum lagi, tubuh nya yang terlihat bergetar.
"Mana proposal galang dana yang sudah di rencakan oleh ketua osis?" suara dingin Ruby lah yang membuat Genta menatap ke depan, mengabaikan cowok cupu di samping nya itu.
Tidak ada yang membuka suara sama sekali. Hingga Ruby kembali membuka suara. "Gue tanya sekali lagi, mana proposal yang diminta oleh ketua osis?!" kali ini suara gadis itu terdengar di tekan kan.
Sebagian dari pengurus osis disana, bergidik ngeri melihat sorotan tajam dari mata Ruby. Mereka tidak menyangka jika Queen Bee Saga lah yang menghadiri dan memimpin rapat osis hari ini. Pasal nya, seluruh pengurus osis periode lama tahu, bahwa Ruby telah mengundurkan diri sejak lama, bahkan saat gadis itu masih di kelas 11. Bisa di bilang, Queen Bee itu hanya menjabat beberapa bulan saja. Setelah itu di gantikan oleh Ralin, yang tak lain saudara kembar Ruby.
Pergantian jabatan ketua osis itu, lantas membuat beberapa orang bernafas lega. Pasal nya tidak lagi di hadapkan dengan Queen bee sekolah yang kejam dan dingin. Para pengurus osis, sedikit lega saat yang menggantikan adalah Ralin. Gadis yang bertolak belakang dengan Ruby.
Sikap Ruby yang kejam, dingin dan tiada ampun itu sudah dikenal oleh beberapa angkatan sebelum dia. Bagaimana tidak, gadis yang terlahir sebagai anak bungsu keluarga Alexander, seorang pengusaha dan pemilik saham terbesar di kota. Dan Liana Alexander, seorang pemilik dari SMA Saga. Justru itu lah, tak seorang pun yang berani melawan seorang Ruby, bahkan senior pun dulu juga tidak berkutik sama sekali.
"Waktu gue bukan hanya untuk melihat kalian yang mendadak bisu. Gue gak butuh tampang kalian yang kayak gini. Jawab apa yang gue tanya!!?" Ruby semakin menekankan ucapan nya. Kali ini dengan mata yang lebih melotot, mendandakan emosi nya mulai tersulut.
"Maaf By!" Seorang gadis bernama Gladys angkat bicara, saat semua pengurus hanya diam. Sebenarnya dia juga takut dan gemetar, tapi mau bagaimana lagi. Daripada semua porak poranda di ruangan itu. Lebih baik dia memberanikan diri.
Ruby menoleh pada Gladys, gadis yang di ketahui nya kelas XII Bahasa 1.
"Gue gak tau kenapa proposal itu belum siap, tapi lo bisa lihat siapa penanggung jawan pembuatan proposal di map itu." Lanjut Galdys seraya menunjuk map yang ada di atas meja.
Ruby meraih map merah tersebut, lalu membuka nya. Membaca sususan pembagian tugas penggalangan dana minggu depan.
"Farhano Anggara! Siapa yang mama nya Farhano Anggara!" tanya Ruby masih dengan wajah datar nya yang kini lebih terlihat tenang.
Seorang cowok yang masih menunduk mengangkat tangan nya dengan gemetar. Genta menoleh pada cowok yang mengangkat tangan di samping nya. Pantas saja cowok itu gemetar, ternyata dia melakukan kesalahan.
"Mana print out proposal galang dana?" Tanya Ruby, kali ini hanya di khususkan pada cowok berkacamata bernama Farhan itu.
"Ma...af...kak. Be...belum...sia...siap." jawab Farhan terbata-bata.
Ruby menyeringarai. "Belum siap? Gampang ya tu mulut lo ngomong." dia mulai melangkah mendekati kursi cowok itu. Saat telah berada tepat di depan cowok tersebut,Ruby mencengkram bahu kurus milik cowok itu. Dengan satu kali hentakan dia berhasil membuat cowok itu tersentak, dan mendongak menatap nya.
Ruby menatap dingin dan intens ke mata cowok itu. Sedangkan orang-orang yang ada di dalam sana mulai menegang, takut tindakan gila apa yang akan di lakukan sang penguasa sekolah.
"jangan lo pikir ketua osis disini bukan gue. Dan lo bisa seenak nya bilang lupa, dan berlalai hm?" tekan Ruby pada setiap kata yang keluar dari mulut nya.
Ruby mendekatkan wajah nya pada cowok itu, yang mulai kembali berkeringat dingin. "Besok, gue mau print out proposal itu ada di meja kelas gue. Tanpa cacat sedikit pun!" bisik nya penuh intimidasi. "Kalau sampai besok propoal itu gak ada. Gue yang akan bikin hidup dan masa depan lo berhenti di sekolah ini!
"Jadi jangan paksa gue untuk melakukan hal gila, di luar akal sehat." Tambah Ruby penuh ancaman.
Bukan hanya Farhan si cowok yang menerima intimidasi saja lah yang menegang dengan menelan saliva susah payah. Tetapi seisi ruangan itu, ikut bergidik ngeri. Pasal nya, apa pun yang telah keluar dari mulut sang queen bee sekolah. Adalah bukan sebuah peringatan biasa, melainkan sebuah ancaman, yang suatu saat nanti akan bisa saja berlaku.
Ruby melepas cengkraman nya pada bahu cowok itu. Lalu beralih menatap seisi ruangan yang kembali menunduk. "Gue emang bukan pengurus osis di sekolah ini lagi. Tapi jangan kalian pikir, kalian semua bisa bebas dan berleha-leha, hanya karna ketua osis disini baik. Karna di sekolah ini, masih ada gue. Jadi jangan harap, kalian bisa mempermainkan Ralin, hanya karna dia terlalu baik."
"Sekali lagi, tugas osis dalam bentuk apa pun itu lalai. Gue gak akan bertindak pakai akal sehat lagi. Melainkan dengan hasrat kemarahan. Ngerti !" Teriak Ruby geram.
Hampir seluruh penghuni ruangan mengangguk, dalam kebisuasan. Dan terkecuali untuk Genta. Cowok itu sedari tadi hanya berdiri, dan seakan tidak percaya melihat betapa keras nya gadis yang kini memjadi pusat perhatian nya itu. Bahkan hingga gadis itu, telah berlalu keluar ruangan osis, dengan meninggalkan bunyi dentuman pintu yang cukup kuat.
Suasana ruangan yang tadi nya tegang, perlahan mulai rileks kembali.
☔☔☔☔☔