#19 Mila Cemburu

1704 Words
Mila memutar tubuh mencari suara yang memanggil namanya. "Sean? kamu disini??" pertanyaan pertama yang diucapkan oleh Mila. "Lo disini ngapain Mil?" Joni malah balik bertanya.. Belum selesai Mila mengatur detak jantungnya, "Hei...Mila." sapa Baskoro. Pria yang memaggil Mila adalah Baskoro alias Dokter Matthew yang merawat Shiela. Sungguh saat itu suasana sangat kikuk, baik Sean, Mila dan Shiela bingung harus bagaimana bersikap. Akhirnya Joni mencoba untuk mencairkannya. "Mil, kebetulan banget lo disini?" "Eheh...hm....ya, aku mau bertemu dengan Bas, teman kuliahku. Kalian ngapain disini?" Menyesal Mila menanyakan hal bodoh itu., sudah jelas mereka sedang besama dengan Shiela yang tengah berobat. Hai Mila..."Hallo Matt. Rupanya kalian sudah saling kenal ya?" kali ini Shiela angkat bicara ketika dilihatnya Sean masih belum dapat mewakili mereka sebagai pembicara. "Hai juga Shiela.." Mila mendekati Shiela. "Ya, aku dan Mila teman waktu kuliah dulu. Yuk, masuk." ajak Matthew. Kemudian Sean bangun dari duduknya dan mendorong kursi roda Shiela masuk kedalam ruangan Matthew meninggalkan teman temannya yang masih syok. "Bagaimana perasaanmu setelah terapi kemo Shiela?" tanya Matthew sambil memeriksanya dibantu oleh suster. "Mual masih terasa, tapi tidak terlalu parah seperti kemarin. Rasanya tubuh ini tidak enak dari ujung kaki sampai ujung rambut. Gak tau gimana menjelaskannya." ujar Shiela. "Saya mengerti perasaan itu Shiela. Berangsur angsur akan membaik seiring sel sel darah kamu yang terbentuk kembali. Dan dari hasil pengecekan hari ini, sudah ada progers membaik. Secara fisik kamu sudah siap untuk terapi kedua kemo minggu depan. Apakah kamu siap?" Shiela memandang Sean, minta penguatan pria itu. Dengan senyum Sean mengangguk seraya mengeratkan genggaman tangan mereka. "Aku siap Matt." jawabnya. Sementara itu diluar, Joni merasa tersiksa dengan rentetan pertanyaan dari Mila yang belum habis dijawab sudah memberikan pertanyaan lain. "Kapan kalian tiba di sini? Kapan pulang? Tinggal dimana? Sean kesini bareng dengan kalian?" "Nanyanya borongan nih?" gurau Joni. Tapi kemudian senyumnya hilang ketika melihat mata Mila semakin membesar menahan marah dan rasa kesalnya. "Hm....kita kesini kemarin, pulang? besok rencannya, tinggal di apartment Shiela...dekat kok. Sean....eh mmm..tanya sendiri sama orangnya." jawab Joni, ia tidak mau dia disalahkan karena memberikan informasi tanpa persetujan dari yang bersangkutan. "Kok gitu? Dia sudah lama disini ya?" Tau deh....tuh orangnya baru keluar. Tanya sendiri deh." jawabnya lalu pergi meninggalkan kursinya menyusul Amy yang sudah terlebih dahulu mendekati Sean dan Shiela. "UHhh.." dengus Mila dengan kesal dan menyusul mereka. Ketika hendak melancarkan protesnya pada Sean, Mila beradu padang dengan Shiela dan memutuskan untuk menahan amarahnya. Dia tidak mau ribut ribut di depan Shiela. "Awas kamu Sean." umpatnya dalam hati. "Mila, aku sudah selesai prakteknya. Tunggu sebentar ya kita langsung saja dari sini ke restoran favoritmu." ujar Matthew alias Baskoro ketika melihat Mila masih berdiri di depan pintu ruangannya. "Mila, kita balik dulu ya....kalau ada waktu dan tidak merepotkan bisa datang ke apartemenku," undang Shiela. lalu meminta Sean memberikan alamatnya kepada Mila. "Dah...Mila...." serempak Joni dan Amy hampir bersamaan seperti janjian saja. Shiela dan Sean kembali ke apartemen sementara Joni dan Amy ingin menikmati suasana malam minggu di Singapura. Sebelum berpisah, Sean membisikan sesuatu pada Joni yang dibalas dengan pukulan pelan pada lengan Sean. Sebenarnya perjalanan kembali ke apartemen tidak terlalu jauh. Ada pintu kecil disamping rumah sakit yang bisa dilewati untuk langsung menuju gedung apartemen Shiela. Namun karena sudah sore pintu itu ditutup sehingga mereka terpaksa harus memutar. Bagi Sean dan Shiela tidak masalah, mereka memang sedang ingin mencari hawa segar diluar. Apalagi sudah sore, sehingga hawa sudah lebih seljuk. "Kita ngobrol dulu di taman Sean" pinta Shiela ketika mereka mulai memasuki gerbang komplek apartemen. Lalu Sean mengarahkan kursi roda ke bangku taman tempat mereka duduk duduk kemarin.Memang Sean berencana menghabiskan senja itu berdua dengan kekasihnya. Ada yang hendak diceritakan kepada Shiela, Sean membantu Shiela duduk di kursi taman. Angin cukup besar memainkan rambut Shiela. Sean membuka jaket yang dikenakan dan diberikan ke Shiela. Kebesaran memang, tapi dari pada Shilea sakit, lebih baik dia yang sakit, pikirnya. "Shiel, ada yang hendak kuceritakan padamu. Tapi ini belum menjadi keputusanku, aku ingin mengetahui pendapatmu dulu." ucap Sean. Tanpa menunggu respon dari Shiela, dia melanjutkan ucapannya "Hmm..gini....ingat surat yang aku katakan penting itu?" tanya Sean. Dijawab dengan anggukan oleh Shiela. "Surat itu adalah surat pengajuan untuk unpaid leave, aku tidak bisa fokus menjagamu jika masih harus disibukkan dengan urusan kantor. Tidak adil juga bagi kantor memberikan aku gaji tapi aku tidak memberikan hasil maximal. Bagiaman menurutmu?" "Apakah papa dan mamamu tahu Sean? Susah payah kamu bekerja selama ini sampai menjadi kau sekarang. Apakah kamu tidak sayang?" "Bagiku sekarang tidak ada yang lebih penting dibandingkan dengan kamu." ucapnya dengan tegas. "Aku dapat mencari pekerjaan lain nanti jika mereka tidak mau menerimaku kembali.. Atau aku akan buka usaha sendiri saja, kecil kecilan dulu...Apakah kamu keberatan hidup sederhana bersamaku?" Shiela menggelengkan kepalanya kemudian menyandarkan kepalanya pada pundak Sean. Pria itu menyambut dengan ciuman dipuncak kepalanya. "Tinggal satu masalah lagi..." batin nya Hm...jika kamu tidak keberatan, hari Senin aku akan kembali ke Jakarta untuk mengajukan surat itu sekalian menjelaskan kepada kedua orang tuaku mengenai niatku untuk menikahimu." bisiknya pelahan...dan menunggu jawaban dari Shiela. "Sean...maukah kau menungguku? Aku tahu kamu sudah sabar selama ini...But...please wait for me....wait with me..." Shilea belum yakin dengan kesehatannya, dia tidak mau Sean kecewa nanti. "Baiklah ....aku akan menunggumu...sampai kamu siap sayang." jawab Sean, dia tidak mau memaksakan kehendaknya sekarang. Kembali mereka bermain dengan pikiran masing masing...sampai gelap mulai menyelimuti tanda malam sebentar lagi akan tiba. Handoko dan Tina tidak ada di apartment, ada secarik kertas diatas meja makan 'Shiela, Sean, kami keluar mencari angin segar...mami sudah siapkan makan malam kamu . Luv Mam...' Ditunjukan memo itu kepada Sean dan mereka tersenyum bersama. Bahkan kedua orang tua Shiela butuh waktu untuk berdua.... Selesai mandi dan makan malam, Sean dan Shiela duduk di sofa nonton TV. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam, dilirik Shiela yang terlelap di pelukannya. Dengan lembut Sean menggendong Shiela ala Bridal Style masuk ke dalam kamar tidurnya. Dibaringkan tubuh kekasihnya dengan perlahan, takut terbangun kemudian menyelimuti dan tak lupa dikecup kening Shiela. Setelah memastikan Shiela sudah nyaman, Sean duduk disofa dan mulai bermain dengan smart phonenya. Tak lama didengar suara dari arah luar kamar. Dengan perlahan Sean berjalan dan membuka pintu kamar, dilongok ingin tahu siapa yang sudah pulang. Ternyata kedua orang tua Shiela. "Sudah tidur Shiela Sean?" tanya Tante Tina. Dijawab dengan anggukan kepala. Lalu dilihat om memberi isyarat agar Sean keluar kamar. "Gimana hasil pemeriksaan Shiela tadi sore?" tanya Handoko "Dokter Matthew sudah memeriksa, dan menurutnya secara fisilk Shiela siap untuk melanjutkan proses kemo yang kedua minggu depan." jawab Sean. "Gitu....hari apa?" "Rabu om" Baiklah...lebih cepat lebih baik." gumamnya sambil berjalan masuk kamar tidurnya disusul istrinya. Ketika hendak masuk kembali ke kamar Shiela, Amy dan Joni juga pulang. "Am...kamu keberatan gak kalau beres beresnya dikamar Joni? Soalnya Shiela sudah tidur. Aku takut dia terbangun dan nanti sulit tidur lagi kembali." pinta Sean. "Off Course Sean...nooo problemooo." ujar Amy. "Aku akan pelan pelan ambil peralatan mandi dan bajuku kok." Mila dan Baskoro alias Matthew menghabiskan malam itu dengan makan malam di restoran kesukaan Mila. Yah..setiap Mila ke Singapura pasti harus absen di restoran tersebut. Namun, suasana hati Mila hari ini sedang tidak baik, sehingga momen yang dinantikan Baskoro tidak berjalan sesuai dengan bayangannya. Sepanjang waktu makan malam dihabiskan dengan hening. Mila diam seribu bahasa, dia hanya menjawab seperlunya saja. Dalam hati, Baskoro bertanya tanya apa yang tadi terjadi di rumah sakit. Dia tahu kalau ternyata Shiela adalah teman SMA Mila. Selebihnya dia harus bersabar menunggu Mila dengan sukarela menceritakannya. Setelah makan, mereka tidak langsung pulang, Mila mengajak Baskoro untuk mampir ke club malam. Khawatir kalau tidak diikuti Mila akan pergi sendirian, mau tak mau Bas mengikuti keiinginan Mila. Dalam Club Mila minum tak berhenti. Bas hanya bisa menahan beberapa tegukan saja, selebihnya dia hanya bisa pasrah melihat minuman beralkohol mengalir kedalam tenggorakan Mila. Setelah beberapa gelas dihabiskan Mila, mulailah Mila meracau. Melihat kondisinya sudah tidak sadar seperti itu, Bas memapah Mila, membawanya pulang. Ketika hendak memasang seat belt, tiba tiba Mila menarik kepala Bas mendekatinya lalu mencium Bas dengan liar. Setelah puas, Mila mendorong tubuh Bas menjauhinya lalu berteriak "Kenapa bukan aku Sean...Apa kurangnya aku?' dan memeluk Bas, menangis. Baskoro hanya bisa menunggu Mila berhenti menangis dan tertidur setelahnya. "Hm...aku sudah mulai bisa menyimpulkan sekarang..."katanya dalam hati. Lalu melajukan mobilnya untuk kembali ke apartemen. Hari minggu, waktunya Amy dan Joni kembali ke Jakarta. Terlihat wajah sedih Shiela ketika mereka pamit. Tapi mereka berjanji akan menjenguk Shiela begitu ada kesempatan. Sepi...itulah yang dirasakan Shiel, terlebih besok Sean dan Papi juga akan kembali ke Jakarta dan berjanji akan menemaninya pada saat terapi kemo yang kedua. Tepat pukul delapan pagi pesawat yang ditumpangi Sean dan Handoko take off menuju Jakarta. Enggan rasanya Sean meninggalkan Shiela. Namun dipaksanya, dia harus membereskan semua masalahnya sebelum kembali menemani kekasihnya melanjutkan proses terapi yang kedua. Sesampainya di Jakarta, Sean diantar supir Handoko langsung menuju kantornya. Kedatangannya disambut oleh rekan kerjanya yang sudah kangen...kangen karena beban pekerjaan mereka akan berkurang. Disangka mereka Sean masuk untuk melanjutkan pekerjaanya. Setelah meeting dengan atasannya dan kepala HRD, Sean menandatangani surat pernyataan persetujuan untuk program unpaid leave. Program itu sudah disetujui oleh CEO mereka, namun jika lebih dari tiga bulan maka Sean dianggap mengundurkan diri. Sean menyerahkan semua pekerjaannya pada rekan yang telah ditunjuk, dan semuanya sudah dapat diselesaikan sekitar pukul empat sore. Sean pergi meninggalkan gedung kantornya. Langkahnya lebih ringan sekarang. "Satu masalah sudah selesai, tinggal dua lagi ..."ujarnya dalam hati. Kepulangannya ke rumah disambut Linda, mamanya Sean dengan hangat. Dipeluk anak satu satunya lama...kangen sepertinya.Dia perpesan pada Sean untuk menemnuinya di teras belakang setelah membereskan barang bawaannya. "Ma.."panggil Sean "Sini Sean..duduk. Mama sudah buatkan teh buat kamu." sahutnya sambil menyerahkan secangkir teh untuk Sean. "Papa belum pulang? "Sebentar lagi juga pulang..." lalu mereka ngobrol panjang lebar mengenai rencana Linda dan Santoso untuk berlibur bulan depan. "Ehemmm... "terdengar suara Santosa dari arah pintu teras. "Hey..Pa sudah pulang." sambut Linda "Sean pulang Pa." lanjutnya "Ingat rumah kamu Sean?" tanya Santoso menyindir "Tentu Pa...kecuali Papa tidak menginginkan Sean pulang." sahut Sean tak mau kalah. "Sudah..sudah...kalian seperti kucing dan tikus saja. Setiap ketemu pasti bertengkar. Cobalah mengerti Papa Sean....dan kamu Santoso dengarkan anakmu dulu sebelum mengambil berkomentar." ujar Linda mencoba melerai mereka. Ya, Sean dan papanya memang kurang akur, kalau menurut Linda dikarenakan mereka memiliki sifat yang sama..
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD