#18 Keraguan

1337 Words
Sore itu Amy ingin jalan jalan ke Orchard Road, ditemani oleh sahabat karibnya, Joni. Lagi lagi Joni. Memang Joni yang selalu hadir ketika Amy membutuhkan teman. Sambil duduk di anak tangga depan ION Mall Orchid Road, Dia memperhatikan Joni yang sedang mengantri untuk membeli es krim potong untuknya. "Ganteng juga kalau diperhatikan lama lama si Joni ini" batin Amy. Awalnya Joni keberatan, dia bisa membeli es krim yang lebih enak dan mahal di dalam mall ketimbang harus antri demi es kirim yang harganya hanya sedolar saja. Tapi...demi Amy dia rela melakukan apa saja. Menurutnya senyum Amy cukup baginya. Yah...Joni memang sudah menaruh hati pada Amy sejak SMA. Tapi dia takut merusak persahabatan mereka dan malah kehilangan Amy sehingga sampai sekarang dia masih memendam perasaannya. Lelah jalan jalan, mereka kembali ke apartemen Shiela. Tentu saja membawa oleh oleh berupa snack dan roti untuk keluarga Shiela, juga untuk Sean. Mereka tidak diijinkan untuk menginap di hotel, Shiela bersikeras mereka tidur di apartemennya. Rencananya Amy tidur dengan Shiela dan Sean tidur dengan Joni. Setelah mandi, mereka berkumpul di kamar Shiela melanjutkan obrolan yang tidak ada habisnya. Malam itu adalah malam panjang bagi Shiela. Setelah memohon kepada Sean dan maminya akhirnya Shiela diperbolehkan tidur lebih malam dari biasanya mengingat ada Joni dan Amy yang jauh jauh datang dari Jakarta khusus menjenguknya. Sambil mengunyah jeruk, Shiela bercerita tentang prose kemo nya. Lalu dilanjutkan dengan perasaan mualnya. Dengan dieseling gurauan Joni seperti biasanya, tak terasa waktu menunjukan pukul 10. Tina mengetuk pintu kamar dan meminta Shiela untuk istirahat. Walaupun enggan, Shiela menuruti perintah maminya. Amy dan Joni keluar sebentar, dengan alasan ada barang Amy yang tertinggal di koper Joni, padahal mereka memberikan kesempatan kepada Sean untuk memberikan good night kiss pada Shiela. Sean memibantu Shiela merapihkan selimutnya, lalu duduk disamping tempat tidur Shiela Mengecup kening dan turun ke menautkan bibir mereka seperti malam malam sebelumnya. Ciuman yang mendebarkan hati mereka, seakan tak sabar untuk menhalalkan kegiatan itu dan melangkah lebih jauh lagi. "I Love you Sean ," bisik Shiela. Dia sudah mulai memberanikan untuk mengucapkan kalimat itu "I Love you more honey." jawab Sean dan memeluk kekasihnya. "Malam ini aku tidak bisa menjagamu, tapi ada Amy. Aku akan merindukanmu malam ini sayang." diusap pipi Shiela dengan lembut. " Sweet dream.." kembali dikecup perlahan bibir Sheila "Hmm....dah selesai? Besok ketemu lagi Sean...sisakan buat besok" gurau Amy. Dengan wajah bersemu merah menahan malu Sean keluar kamar diikuti gelak tawa Shiela dan Amy. "Sean..." panggil Handoko ketika dia baru saja keluar dari kamar. "Ya Om." sahutnya. "Om dengar dari Tante kalau kamu berniat menikahi Shiela?" "Ya Om, jika Shiela sudah siap dan tentu saja jika Om dan Tante tidak keberatan menerima Sean sebagai suami Shiela." jawabnya mantab. "Namun saat ini Shiela masih belum siap dan Sean bersedia menunggu sampai Shiela memutuskan." lanjut Sean. Handoko menarik napas panjang alu menghembuskannya. Terdiam mendengar jawaban Sean. Dia bukannya tidak setuju dengan niat Sean, tapi...dia tidak mau Shiela kecewa jika ternyata Sean tidak bisa menepati janjinya. "Kamu sudah menimbang baik buruknya? sudah memikirkan dengan matang?" Sean mengangguk, "Sudah Sean pikirkan dengan matang om. Seperti yang saya katakan pada tante kalau saya sudah tahu dan siap dengan segala kondisi Shiela. Karena Sean tidak bisa hidup berpisah dari Shiela,om. Sean sangat mencintainya." Handoko mengerti perasaan Sean. Dia tahu bahwa Sean sungguh sungguh dengan perkataannya. Namun ...ditepisnya pikiran buruk dari pikirannya. "Baiklah, kita selesaikan masalah satu persatu. Istirahatlah, om kembali ke kamar dulu." Sean tidak langsung masuk kamarnya, dia masih ingin bermain dengan pikirannya dan berusaha mencari jalan keluar atas masalah yang menghalangi jalannya untuk menikah dengan Shiela. "Oii...ngapain lo disini?" tegur Joni. "Hm...gue lagi mikirin semua masalah gue dan Shiela. Terutama mengenai Mila." jawabnya. "Dah Sean.....Mila bukan tanggung jawab lo. Dia sudah dewasa, gue rasa waktu akan menyembuhkan lukanya. Yang penting sekarang lo harus jagain Shiela. Am I right Man?" Sean mengangguk tanda setuju. "Eh...gue liat gelagat gak bener lo sama si Amy ya?" "Maksudnya apa ya?" "Keliatannya ada yang naksir sama best friendnya nih." ditepuknya pundak Joni "Ngaku loo!!" "Huss...jangan sebar gossip. Dia mana mau sama gue." "Lo kurang apa Joni....tampang gue nilai lo 80 lah..kalau gue 90. Harta 90 deh..gue ngalah. Pendidikan lo juga jebolan Amrik sama kaya dia. Nunggu apa Jon? Nunggu dilamar?" gurau Sean. "Sialan lo...tampang gue kaya Brad Pitt gini lo bilang cuma 80. Kudunya 100 tau!!" batas Joni. Lalu tertawalah mereka bersama. "Yuk..tidur, atau lo mau ke club dulu kita dugem?" ajak Joni "Udah gila ya Jon? Bisa digantung sama camer gue nanti." Sahut Sean seraya berjalan ke arah kamar. "Mening nonton TV." sambungnya. Kemudian diikuti Joni. Sementara itu, didalam kamar Amy dan Shiela tidak langsung tidur. Seperti biasa mereka ngobrol sambil tiduran, menunggu kantuk datang. "Am...Sean sudah 2 kali ngajak gue nikah." "Hm...trus lo jawab apa? " "Gue bilang gue belum siap. Salah ya? Hmm gue memang belum siap Am." "Memang lo gak cinta dia Shiel? "Justru itu, gue sayang banget sama dia dan takut dia gak bahagia kalau sama gue. Lo tau sendiri kondisi gue sekarang gimana. Kalau gue ga bisa bertahan lawan nih penyakit gimana? Lebih baik dia dengan wanita lain yang bisa nemenin dia sampai tua." "Yah...kalau dia hidup lama tapi gak bahagia? sama saja bukan? malah nambah penderitaaan" "Gitu ya? gue takut Am..beberapa hari lalu gue mimpi gue meninggal. Trus Papi dan Mami menangis di dekat jasad gue. Tapi gue gak ngeliat Sean disana." cerita Shiela mengingat mimpinya. "Ah..gue yah gak percaya mimpi. Yang penting sekarang lo enjoy aja apa yang ada didepan mata. Yang lain gak usah dipikirin dulu." nasihat Amy. "Bener juga sih.... gue kaya bom waktu. Kapan mau meledak gak ada yang tahu, dan gak tau juga penjinak bom berhasil gak jinakin bom ini." perlahan lahan Shiela memejamkan matanya dan tertidur. Mendengar suara napas Shiela yang teratur, dipalingkan kepalanya melihat Shiela. "Good Night Shiel..." ucapnya "Semoga lo cepat melewati cobaan ini." Pagi sekali Sean terbangun mendengar dengkuran Joni. Dilirik jam tangan yang diletakannya di meja samping ranjangnya. Pukul enam pagi dan masih terlalu dini untuk beraktifitas. Dia mencoba untuk melanjutkan tidurnya namun lebih dari lima belas menit Sean mencoba, tapi pikirannya tidak mau berhenti berputar. Akhirnya diputuskan untuk keluar apartemen mencari hawa segar yang mungkin dapat memberikan inspirasi untuknya. Ketika ia kembali ke apartemen, Sean dihujani dengan pertanyaan yang bertubi tubi oleh sahabatnya. "Kemana lo? gue bangun dah ilang? gue teleponin ehhh bunyinya dimeja kamar. Gue cari di kolong ranjang gak ada?" Sambil menggaruk garuk kepalanya yang tidak gatal Sean hanya tersenyum kepada semua orang yang sedang memandangnya. "Mandi dulu ah..."ujarnya sambil berjalan kearah kamar. Selesai mandi, hanya dengan balutan handuk dipinggangnya Sean keluar kamar mandi. "Sean.." terdengar suara Shiela.. Terkejut Sean...hampir saja handuknya terlepas. "Shiel? kaget aku. Bentar...bentar...aku pakai baju dulu yah." dengan terburu buru dia meraih baju dan kembali ke kamar mandi. Setelah selesai berpakaian, Sean duduk di tepi ranjang samping Shiela menunggu wanita itu untuk berbicara. "Sean.." akhirnya setelah beberapa lama mereka berdiam diri Shiela mulai percakapan. "Kamu kemana tadi?" tanyanya perlahan sambil memainkan jari jemarinya. "Hm..aku hanya berjalan jalan ditaman, cari udara segar. Kenapa? kamu khawatir aku meninggalkanmu?" tanya Sean seakan tahu apa yang dipikirkan kekasihnya. Diraih kedua tangan Shiela kemudian berlutut di hadapan wanita iu dan menggenggam kedua tangannya "Jangan pernah berpikiran kalau aku akan meninggalkanmu. Jangan!! Karena Aku sangat mencintaimu. Camkan itu." Kemudian dikecup punggung tangan Shiela. "Tersenyumlah" pinta Sean. Shiela mengangguk malu dan tersenyum kemudian memeluk pria yang dulu dicintainya sampai sekarang. Hari itu Shiela mempunyai janji dengan Dokter Matthew. Karena tidak ada urusan lain, Amy dan Joni ikut ke rumah sakit juga. Dengan mendorong kursi roda, Sean memasuki halaman rumah sakit diikuti Amy dan joni. Tiba di klinik Onkologi tempat Dokter Matthew praktek, Sean mengisyaratkan Joni untuk menggantikannya sementara dia ke receptionist untuk mendaftarkan Shiela. Lalu kembali ke Joni yang sedang duduk di sudut ruangan. Sambil menunggu, mereka membahas tentang menu makan siang hari ini. Joni mau makan Laksa sementara Amy mau makan Nasi Ayam. Tiba tiba samar samar terdengar suara yang mereka sangat kenal. Hampir serempak mereka mengalihkan pandangan ke arah sumber suara dan .... "MILAAAA!" seru mereka bersamaan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD