# 3 Kesempatan Kedua

945 Words
"Sudahlah Sean...., yang sudah berlalu biarkan berlalu. Aku sudah melupakan peristiwa itu.” ujar Shiela sambil membebaskan tangannya dari gengaman Sean. “Kita sudah memilih jalan hidup masing masing, kuharap pertemuan ini adalah yang terakhir. Life must go on..” lanjutnya. Shiela mengigit bibirnya demi menahan derai air mata yang sebentar lagi bakal jatuh membasahi wajahnya. "Jangan menagis Shiela, kau harus terlihat tegar, terlebih dihadapannya" batin Shiela menguatkan hatinya.. “Aku sudah bukan Shiela yang dulu lagi Sean. Carilah wanita lain yang pantas menjadi pendampingmu. Mungkin di kehidupan ini kita tidak berjodoh” ucapnya dengan perasaan menyesal. Andaikan dulu dia mau membuka mata dan mendengarkan penjelasan Sean sebelum mengambil keputusan untuk menerima tawaran papa melanjutkan sekolahnya di Amerika. Sesal memang selalu datang terakhir, begitu kata pepatah. Tak ada gunanya berkubang dalam penyesalan, terlebih setelah tragedi yang dialaminya beberapa tahun silam. Peristiwa aib yang sengaja ditutupi dari semua orang termasuk kedua orang tuanya. "Shiela, aku bagaikan layangan putus ketika tanpa pamit kau memutuskan hubungan kita. Kau telah membawa kunci hatiku, dan sekarang kau datang dengan tatapan mata yang masih sama seperti dulu. Aku merindukanmu, berilah kesempatan kedua bagiku untuk membuktikan kesungguhan cintaku ini" Tak kuasa Shiela membendung air matanya. "Seandainya aku masih Shiela yang dulu, mungkin aku sudah berlari masuk kedalam pelukanmu" ucap Shiela dengan suara tercekat, sangat menyesakkan d**a, ternyata mereka masih saling mencintai tetapi dirinya sudah terlanjur kotor dan tidak pantas menerima pria itu kembali. Shiela memaksakan dirinya untuk tersenyum, sungguh berat baginya menerima permainan takdir. “Terima kasih atas cintamu Sean, namun maaf aku tidak pantas menerimanya. Masih banyak wanita lain yang dapat menjadi pendampingmu” jawab Shiela dengan pertahanannya yang terakhir. "Aku harus segera kembali, kuharap kau bahagia, doaku selalu bersamamu." Tanpa pamit, Shiela membangunkan dirinya lalu berjalan cepat keluar cafe menuju mobilnya. Dengan tangan bergetar dia menyalakan mesin mobil lalu menumpahkan semua emosinya. Larut dalam kesedihan yang tak berdasar, Shiela tidak menyadari kalau Sean mengikutnya dan ternyata pria itu memutuskan untuk masuk dan duduk di samping Shiela. “Buk” suara tertutup pintu mobil Shiela yang berhasil membuat jantungnya berdebar kencang. Tak menyangka ternyata Sean mengikutinya, dia khawatir wanita itu mengemudikan mobil dalam keadaan emosi. Tanpa bicara, Sean menarik tengkuk wanita yang menjadi cinta pertama dan terkahirnya masuk ke dalam d**a Sean yang bidang. Entah keberanian dari mana datangnya, Shiela berhambur membalas pelukan pria yang telah menjungkir balikkan dunianya. "Menangislah sepuasnya, setelah itu tak akan kubiarkan siapapun membuat dirimu seperti ini lagi." ucap Sean dengan lembut, lalu mengusap rambutnya. Melihat Shiela terguncang seperti ini, timbul pertanyaan besar dalam benaknya. Dengan sabar, Sean menunggu hingga emosi Shiela mereda. Baginya menangis bukanlah suatu hal yang memalukan, setiap orang berhak untuk mengumbar emosinya dalam berbagai cara, menangis salah satunya. Jiwa akan terasa lebih tenang, beban akan berkurang ketika kita melampiaskan kemarahan, kesedihan, kekecewaan dan perasaan sedih lainnya melalui air mata. "Shiel...tidak perlu ada yang ditangisi. Jika dulu takdir memisahkan cinta kita, kini takdir pula yang mempersatukannya kembali. Percayalah, perasaanku padamu tidak berkurang sedikitpun sejak dulu. Dan, aku dapat merasakan jika kamu pun memiliki perasaan yang sama denganku." Sean mengurai pelukan mereka lalu mengangkat dagu wanita itu seraya mengusap sisa air mata yang telah membuat basah wajah cantik Shiela. "I love you" bisiknya lalu mendaratkan ciuman lembut pada bibir Shiela. Tautan bibir seakan membawa pada kenangan masa sekolah, ketika mereka masih mengenakan seragam abu. Kedua hati yang telah terpisah sekian lamanya kini kembali menyatu atas nama cinta. Tetiba Shiela kembali sadar pada kenyataan, dia mendorong tubuh kekar pria itu dan melepaskan tautan bibir mereka. "Jangan Sean, ini salah! Sangat salah!" serunya. "Turunlah, dan lupakan aku. Apa yang barusan terjadi, anggaplah sebagai ciuman perpisahan, jangan pernah mencariku lagi." Shiela tak kuasa beradu pandang lagi dengan pria yang masih menempati seluruh ruang hatinya. "Terima kasih telah meminjamkan pundakmu, aku sudah membaik. Pulanglah" usir Shiela lalu melepas pandangannya pada sisi yang berlawanan. "Tidak ada yang salah dengan cinta kita. Jangan kau ingkari perasaanmu dan ikuti kata hati, dia tak pernah salah." ucap Sean "Aku tidak akan menyerah sampai mendapatkan kembali cintamu" "Tidak Sean, jangan menungguku. Aku sudah tidak mencintaimu lagi, karena hati ini sudah menjadi milik pria lain" sahut Shiela berbohong. Dia berharap kebohongannya dapat mengurungkan niat pria itu untuk memaksakan mereka untuk bersatu kembali. "Siapa? siapa pria itu? Jika memang benar ada, kenalkan padaku. Aku akan mundur dan tidak lagi mengganggumu" tantang pria itu. "Kamu tidak punya hak lagi memintaku untuk membuktikannya. Pokoknya aku bilang ada ya ada. Terserah jika kamu tidak percaya" Shiela masih bersikeras pada kebohongannya. Sean menggelengkan kepala, tidak mengerti jalan pikiran mantan kekasihnya. "Ada apa Shiela? Apa yang menahanmu untuk menerima cintaku? Apa yang membuatmu ragu untuk kembali padaku?" Sean mulai termakan emosinya sendiri. Shiela diam seribu bahasa, dia sadar kini jika apa pun yang dikatakannya pasti tidak dapat merubah pendirian Sean. Dia sangat kenal sifat pria itu. "Jawab Shiel...siapa pria itu? Apakah aku mengenalnya? Dimana aku bisa menemuinya?" cecar Sean, mengintimidasi agar Shiela menyerah dan mengakui bahwa cerita itu adalah rekayasan semata. "Pergilah, aku letih dan tidak ingin berargumen lagi denganmu" "Aku akan pergi, asalkan kamu sanggup menatapku sambil katakan kalau kau tidak mencintaiku lagi." Shiela menatap Sean dengan mata mulai basah. "A..aku...aku tidak mencintaimu!" serunya lalu menunduk, hatinya sakit bagaikan tertusuk sembilu yang tajam. Sean terpaku tak percaya dengan apa yang barusan didengarnya, Shiela telah menjawab tantangan tersebut. Betapa bodoh dirinya karena terlalu percaya diri, "Aku yakin jika dia masih mencintaiku, tatapan matanya mengatakan hal itu dan ciuman tadi.... Ada apa sebenarnya dengan dirimu Shiela?" Dia menarik napas dalam dalam lalu berkata "Baiklah, jika demikian. Adalah hak kamu untuk mengatakan itu, tapi aku juga memiiki hak untuk tidak berhenti mencintaimu. Tunggu saja, akan kubuktikan betapa hati ini masih terpaut pada cintamu."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD