2. (Bukan) Pria Panggilan

1125 Words
Gaun pengantin membalut tubuh Sea, gadis itu tengah menunggu Gavin untuk menepati janji mereka mengurus surat pernikahan dan melakukan pemberkataan di Gereja. Setelah lama menunggu dia menerima panggilan dari tunangannya. “Sea, Angel mendapatkan wawancara mendadak bersamaku, aku harus ikut hadir dengannya. Mengenai pernikahan kita, lain hari, ya!” Gadis itu nampak kesal, hingga mematikan telfon secara sepihak, sedang pria di sebrang telfon masih berbicara. Tangannya dikepal erat, dia menjadi gadis diterlantarkan tepat di hari pernikahannya. Rasa dendam di dalam hatinya kian bertambah, atas penghinaan yang tengah dirasakannya. Rasa enggan menikah jelas ada di dalam hatinya setelah mengetahui pengkhianatan itu, dirinya tidak ingin menikah dengan Gavin, dia hanya ingin meneruskan sandiwara yang telah dibuat oleh dua orang itu. Dan, pria itu mengatakan lain hari? Sea tersenyum miring mengumul senyumnya. “Bermimpilah, hari lain tidak akan pernah ada,” batinnya. Ketika dia akan pulang, sebuah mobil mewah berhenti di depan gedung, dengan seorang asisten turun dan membuka pintu mobil. Sea terbelalak kaget, matanya membulat ketika melihat pria yang baru saja turun. Pria itu memiliki wajah tampan, wajahnya seakan dipahat begitu sempurna, kedua bola matanya hitam, hidungnya mancung, dengan bahu yang lebar, tengah melangkah ke arahnya. Tangan pria itu terangkat melepaskan kacamata hitam tengah bertengger di hidungnya. Aura pria itu sangat kuat, siapapun yang melihatnya akan tertarik, tentunya karena wajah tampan rupawan. Dirinya tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya, ketika melihat pria yang tidur dengannya berada di depannya, dengan setelan jas mahal. Sea mengelengkan kepalanya, dia tidak ingin terpesona pada pria yang baru datang itu. “Kenapa kau ada di sini? Kau mengikutiku sampai sini? Bukankah aku telah membayarmu?” tanya Sea, membuat pria itu membalik tubuhnya melihat ke arah Sea. “Apa maksudmu Nona, membayar tuanku?” “T-tuan? B-bukankah dia pria panggilan?” Pria di depannya hanya diam, tidak memberikan respon. Bibirnya tersenyum tipis ketika mendengar pertanyaan keluar dari mulut gadis di depannya. “P-pria panggilan?” asisten pria itu terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Sea. “Sejak kapan tuan muda kami, menjadi pria panggilan,” suara asistennya terlihat meninggi membuat Sea terkejut. River Xavier Reanor pria yang dianggap sebagai pria panggilan oleh Sea. Tapi, identitas sebenarnya adalah Presdir PT. Lexus Group, Tuan Muda dari keluarga Chaebol di Korea. Semua orang tahu, tentang keluarga Reanor, adalah keluarga paling berpengaruh. Wajah Sea terlihat bingung, dia tengah mencerna apa yang baru saja dia alami, jika pria di depannya bukan pria panggilan, mengapa pria itu bisa tidur di sampingnya. “J-jika kau bukan pria panggilan, siapa kau?” tanya Sea terbata-bata, walaupun dia tahu bukan waktu yang tepat untuk bertanya. “Kau tidak tahu dengan siapa kau berbicara saat ini?” tanya asisten itu. “K-kau tengah—“ Suara asisten itu terhenti ketika ponselnya bergetar, dia melirik ke arah River kemudian agak menjauh, beberapa saat kemudian dia kembali. “Tuan Muda, Nona Amareta akan datang terlambat, sekitar satu jam lagi. Aku akan menyuruh seseorang untuk menjemputnya?” “Tidak perlu, aku benci menunggu apalagi menunggu seseorang yang menikah saja tidak datang tepat waktu.” Raut wajah River terlihat dingin, menakutkan. Sea melihat raut wajah pria itu, membuatnya sedikit takut, ekspresi yang ditunjukan oleh River membuat siapapun enggan untuk mendekat. “Tapi ketua ingin anda menikah hari ini juga, kalau tidak dia …” Suara asisten itu terdengar kecil, dia takut membuat River marah. Sejenak River melirik ke arah wanita yang menuduhnya sebagai seorang pria panggilan, ia tersenyum membuat asisten serta Sea sedikit merinding. “Tidak perlu, dia saja,” ucap River menunjuk ke arah Sea. Mata Sea membulat, ia tidak percaya jika River menunjuknya sebagai pengantin pengganti. Apa yang akan terjadi pada dirinya setelah ini? “T-api Tuan ….” “Bukankah dia tidak memiliki mempelai pria? Kenapa tidak menjadi mempelaiku saja?” tanya River. Asisten River membulatkan mata, apa ia tidak salah dengar jika tuannya menginginkan wanita yang telah menuduhnya sebagai pria panggilan. Sedangkan Sea masih belum sepenuhnya sadar dengan apa yang terjadi. Dia? Menjadi mempelai wanita? Namun, apa yang dikatakan oleh River benar, jika Gavin tidak akan pernah datang, jadi apa salahnya jika ia menyetujuinya? Dia telah menghadapi pengkhiatan, jadi apa salahnya dia membutuhkan seorang pria. Untuk membuat Gavin menyesal, bukankah ia membutuhkan pria lebih dari sang mantan b******k? Ia ingin membuat pria itu menyesal telah mengkhiantinya. Aura pria di depannya begitu berbeda membuat wanita bertubuh ramping itu tengang dengan jantung berdetak kencang. “Berikan aku informasi tentangnya,” titah River. “Tapi tuan …” River menatap intens asistennya itu. Tatapan penuh intimidasi, Sea menelan salivanya ketika melihat wajah dingin River. “Berikan aku datanya,” ucap River dengan tegas. Tentu saja perintah River sangatlah mutlak untuk dikerjakan, tidak membutuhkan banyak waktu mengetahui informasi tentang Sea. Asistennya telah memberikan apa yang telah dia inginkan. Sedang Sea menatap River dengan seksama, dirinya masih belum percaya, pria yang tidur dengannya berada di hadapannya serta dipanggil dengan sebutan tuan muda. Dia makin penasaran identitas pria itu, dirinya ingin bertanya tapi mengurungkan niat. Setelah sekitar 10 menit, River menatap Sea. Entah bagaimana tatapan pria itu membuatnya tidak bisa menatap, dirinya memilih menundukkan kepalanya. “Cocok sebagai pengantinku!” Hanya ada satu kalimat di ucapkan pria itu membuat Sea mengedipkan matanya. “Aku akan segera mengurusnya tuan,” ucap asistennya. Tidak memerlukan waktu lama, kini mereka berdua telah resmi menjadi suami istri, memiliki buku nikah tentunya. “Bukankah kita haru melakukan pemberkatan?” tanya River melihat ke arah asistennya. Sea sejak tadi terdiam, dia tidak tahu harus memulai pembicaraannya. Hatinya terus berdetak tak menentu, apalagi berdekatan dengan pria yang telah resmi menjadi suaminya. Tanpa keluarga menghadari acara pernikahan itu, hanya ada seorang pendeta, asisten River menjadi saksi pernikahan mereka. Sea jelas tidak memperdulikan hal itu, begitu pula dengan River. Sejenak Sea berpikir jika pernikahan mereka seperti pernikahan tidak direstui, pasangan yang tengah melarikan diri untuk menikah, dan hidup bersama, hal itu membuatnya sedikit tersenyum. “Apa yang membuatmu tersenyum?” tanya River membuat Sea terkejut. “Bukan apa-apa!” Seorang pendeta telah datang. Entah apa yang membuat pria di depannya terlihat special, tapi hatinya tidak pernah tenang berdekatan dengan River, bukan karena malam panas yang telah dilewati. “Apakah kalian berdua siap?” ucap pendeta. “Mulai saja.” “Di hadapan Tuhan, dan para saksi, maka saya River Cakrawala, dengan niat yang suci dan ikhlas hati telah memilihmu Seana Anaka menjadi suami/istri saya …” Sea yang baru saja mendengar nama pria di depannya membulatkan matanya, kemudian menunduk. Dirinya merasa malu, telah menganggap pria itu sebagai pria panggilan. “Nona Seana …” panggil pendeta. Tidak ada sahutan dari gadis itu. “Nona Seana …” Sekali lagi Pendeta memanggil dengan suara agak tinggi. Sea terbangun dari lamunannya seketika menatap River dengan bingung. “Nona Seana, apa anda bersedia menikah dengan Tuan River Xavier Reanor?” tanya pendeta lagi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD