BAB 3

1730 Words
Luce berhenti melompat-lompat, Aime dan Toby berhenti dengan urusan ‘jam pasir’ lalu Dion sudah tidak melakukan kegiatan apa-apa setelah Baldwin menganggap jawabannya tak masuk akal. Semua orang menatap Baldwin sekarang. “Aku Dion. Seingatku, aku berjalan saat banyak kamera yang terus mengikutiku,” ujar Dion, diikuti anggukan pelan semua orang. “Apa kau Dion yang ada di sampul majalah mingguan itu?” sela Toby, sambil mengingat-ngingat sepupunya pernah mengoleksi majalah itu.  “Ya, itu aku.” “Wow tidak salah, wajahmu tampan. Pantas saja kamera selalu mengikutimu. Perkenalkan aku Aime, lari saat ayahku merobek-robek kertas ujianku. Padahal kurang lima  poin, aku akan dapat nilai sempurna.” “Wicked! Aku yakin orang tuaku akan bangga jika aku mendapatkan nilai sebagus itu,” puji Toby. “Kalau aku Toby, anak yang selalu di-bully di sekolah. Kalian lihat lemak-lemak ini.” Toby meraba perutnya dengan tatapan menyedihkan. “Oh ayolah, jangan bersedih seperti itu. Kenapa kamu tak memukuli mereka saja. Lagi pun, dunia semakin mengikrarkan tentang hak asasi, aku tak percaya masih ada orang seperti itu. Aku Baldwin, broken home. Itu menyedihkan tetapi aku yakin semuanya akan berlalu, aku juga akan menikah dan berkeluarga sendiri nanti,” ujarnya optimis. Semuanya menatap Luce sekarang, sebagai orang terakhir yang memperkenalkan diri. Luce yang sedari kecil tak memiliki teman tergagap-gagap bicara. “A—Aku Luce, sedari kecil aku hanya duduk di tepi jendela sepanjang hari.” Toby bertanya dengan tatapan khawatir. “Apa yang kau lakukan di tepi jendela sepanjang hari? Itu hanya sarkas saja kan, jangan bilang kamu benar-benar melakukannya.” Luce tersenyum tipis. “Aku melakukannya. Aku terkena penyakit misterius yang membuatku harus selalu bersama dengan tabung oksigen tak bisa kemana-mana, tetapi entah mengapa—“ Luce memperhatikan punggungnya. “Secara ajaib benda itu menghilang dan semuanya terasa ringan.” “Pantas saja kamu melompat-lompat tadi,” timpal Baldwin. “Berarti, kita lima anak yang berada dalam masalah yang terdampar di dunia—dunia apa ini?” “Barangkali dunia paralel,” kata Aime. “Dunia paralel adalah dunia yang sejajar dengan dunia realita kita, selain dunia kita ada satu atau lebih dunia yang berjalan secara bersama di dunia paralel,” sambungnya ketika semua orang terlihat bingung. Belum selesai pembahasan tentang di mana mereka berada. Di luar terdengar suara geraman, serta suara seperti ada binatang besar sedang mengorek-ngorek di pintu. Mereka tidak tahu itu suara apa, tidak tahu pasti apakah itu suara hewan buas atau pemilik rumah yang dibayangkannya seperti malaikat maut yang datang untuk menanyakan tentang kebaikan apa yang telah dilakukannya. Luce sudah menyiapkan jawaban untuk itu, 'aku hanya berbaring sepanjang hari di rumah. Kesalahan terbesarku adalah sering iseng menyuruh bibi mengganti air karena tak lagi hangat. Sebagai gantinya, aku sering memberi makan burung liar yang lewat di halaman rumah. Jadi setimpal bukan?" Namun, jawaban yang akan diberikan Luce itu hanya halusinasi belaka setelah pintu rumah terbuka. Seorang kakek dengan tubuh kurus disertai jenggot putih sepanjang 30 cm terlihat berjalan. Malangnya, dua detik kemudian dia jatuh tersungkur karena tersandung tubuhnya, dan terguling di panggung lantai. Ia menggerutu waktu berdiri kembali, menghampiri mereka yang tak sempat bersembunyi di balik selimut wol diatas kasur jerami, di belakang lemari, dekat perapian atau di dekat jam pasir. "Bangunlah Nak! Apa yang kau tunggu," katanya. "Perang sudah terjadi di luar. Bofur si rambut boflo itu sudah mengkudeta kerajaan dengan bantuan beruang-beruang gunungnya," Mereka, diam terpaku. Pikirannya hanya sebatas ‘Siapa itu Bofur dan apa itu boflo kemudian siapa kakek-kakek ini?’ Pikiran Toby punya banyak pertanyaan namun hanya satu kalimat yang keluar dari mulutnya "Apa aku sedang bermimpi?" tanyanya, pasrah. Seperti tidak tahu harus melakukan apa. Kakek Ryu tidak menggubris, dengan buru-buru sibuk dengan dirinya sendiri. Mengeluarkan banyak pakaian dan menyuruh kelima pemuda itu memakainya. Pakaian yang terbuat dari kulit atau serat kayu dengan bentuk yang sederhana tanpa gambar atau logo merk. Setelah selesai dengan urusan pakaian, kakek Ryu mengutak atik kantongan yang berisi banyak perkakas, membuka semua laci lemari, mengambil banyak benda lalu mengumpulkannya. "Lengkap sudah," katanya terengah-engah. Lalu membagikan benda-benda dihadapannya satu persatu. "Buku-buku untuk Aime, diantara semua orang kamu yang paling mengerti tentang ini.” "Tunggu dulu Kek, darimana anda tahu kalau aku—“ "Jangan memotong pembicaraan orang tua dulu. Aku harus menjelaskannya satu persatu," kata kakek setelah Aime coba untuk  menyela, dengan napas sengal kakek Ryu melanjutkan urusan 'membagikan bendanya' "Pedang untuk Baldwin, dari segi fisik kamu terlihat seperti panglima yang bisa melindungi yang lain.  Panah dan topeng untuk Dion, matamu sangat teliti melihat perempuan yang memotretmu dan topeng ini akan sangat berguna karena kamu akan kembali menemui banyak perempuan di perjalanan ini." Dion menggaruk kepala. "Darimana kakek tahu—“ "Selanjutnya Toby, kamu kuberi kapak. Berat benda ini tak akan berarti banyak untukmu. Lalu terakhir Luce,  sebuah ketapel dan juga obat-obatan cocok untukmu, meski obat-obatan di dunia kalian berbeda namun kupikir tak ada lagi orang yang cocok selain dirimu dan medis sangat diperlukan dalam setiap perjanan. Dan ini betul-betul terakhir, Toby dan Luce yang akan membawa semua perbekalan. Toby sangat memungkinkan membawa benda berat dan Luce, kupikir perbekalan ini tak seberat tabung oksigenmu." Semua orang mengambil bendanya masing-masing dengan antusias, mereka tidak tahu apa yang akan mereka lakukan. Tetapi mereka sudah berpikir perjalanan yang menyenangkan. "Tetapi, bagaimana mungkin anda tahu tentang kehidupan kami sebelum terdampar di tempat ini, dan ini dunia apa? paralel, mimpi?” tanya Aime lagi, dia masih penasaran, bola matanya terlihat membulat sempurna karena kagum. "Menurutmu? Intinya, Ini dunia mimpi atau bukan, jangan beritahu siapapun. Mereka akan menganggap kalian gila. Kamu hanya terdampar Nak. Tetapi bedanya, kalian sudah menggunakan bahasa kami, mungkin karena terlalu banyak meminum air, Jadi, ayolah!" Kakek itu dengan segera menarik tangan mereka keluar lewat pintu belakang, menyeret dan mendorongnya secara paksa karena waktu yang sangat terbatas. Keadaan di luar memang sedang riuh-piuh. Orang-orang lari tergopoh-gopoh berusaha menyelamatkan keluarga mereka masing-masing. “Jadi, kuberi tahu misi kalian adalah membantu pangeran Caesar pergi ke kerajaan di tenggara. Jangan lupa untuk singgah mengambil kuda di gerbang istana.” "Pangeran Caesar? Kerajaan di tenggara?" kelima anak laki-laki itu bertanya dipenuhi kebingungan baru yang rasa-rasanya membuat pikiran bekerja lebih keras. "Ya, pangeran Caesar sudah menunggu kalian. Susuri saja perjalanan ke arah barat. Jika kalian menemukan laki-laki berjubah ungu, maka tak salah lagi." "Mana barat, Mana Timur?" tanya Baldwin cepat-cepat meski mulutnya ingin berkata Apa yang sebenarnya terjadi di luar dan mengapa beruang-beruang ini menghancurkan rumah-rumah? Namun dia mengurungkan niatnya karena suasana yang memang sedang tidak mendukung. Dua beruang besar menghampiri mereka. "Barat, tempat matahari terbenam, dan sekarang baru pukul delapan pagi, tempat matahari terbit adalah timur. Jadi kamu tahu kan sekarang. Cepatlah! Aku harus ke kerajaan dulu mengurus sesuatu." Kakek Ryu meninggalkan mereka setelah memberi benda terakhir, dua buah perkamen yang katanya baru boleh mereka buka saat tiba di barat. Mereka pergi ke arah barat setelah mengambil lima kuda di gerbang istana yang tak jauh dari rumah kakek Ryu. Pergi sesuai perintah meski informasi yang diterimanya kurang jelas seperti keberadaannya disini. Melewati rumah-rumah yang hancur karena dihambur-hamburkan beruang gunung seperti permainan lego yang dimainkan anak 4 tahun yang mulai bosan. Juga melewati hutan-hutan serta pegunungan dengan jalan setapak yang cukup lebar. Mereka berhenti, setelah m b, b,erasa cukup jauh dan merasa sudah tiba di Barat daya pulau. Baldwin lalu membuka perkamen yang kakek misterius berikan. Perkamen pertama terlihat peta pulau Altis dan perkamen kedua berisi  teka-teki yang sepertinya harus mereka pecahkan. Rasanya semua orang bahagia. Tapi kamu, sakit ketika saat tersenyum dan saat menangis Meskipun mencoba menahannya setiap hari. Meskipun mencoba untuk bertahan disana Tapi itu tidak bekerja dengan baik, kamu butuh uluran tangan sekarang Tertidur di tempat tersembunyi, terlelap di alam bawah sadar dan terdampar di pulau ajaib kita Setelah melewati terowongan gelap dibalik mata, dan saat kamu membukanya mimpi menjadi nyata Terjadi sebuah keajaiban Melarikan diri dari kenyataan untuk mencari jawaban Bersama dalam sebuah petualangan Pada pagi yang cerah di dekat perapian, kejaiban dimulai saat kamu melihatku             * "Mana kakek Ryu?" tanya Caesar setelah mereka menemui lima pemuda yang sudah mengaku sebagai utusan kakek Ryu kepadanya. "Kakek Ryu sedang ke kerajaan saat kami berpisah," jawab Baldwin yang bersikap senormal mungkin. Dia tidak ingin terlihat seperti orang yang benar-benar terdampar dan tak tahu apapun. "Benar, saat beruang-beruang itu memporak-porandakan rumah penduduk. Kami memutuskan berpisah karena waktunya sangat-sangat terbatas," tambah Dion meyakinkan Caesar. Caesar mengangguk, melepas jubah ungunya yang hampir saja menyentuh tanah. "Kalau begitu kita berangkat sekarang. Hari sudah hampir gelap. Bisakah aku menyimpan jubahku di tas kalian kalau tidak keberatan." Luce membuka tas yang dibawanya. "Oh, tidak masalah," dia meraih jubah Caesar dengan kikuk setelah melihat masih ada ruang kosong di tas perbekalan. "Ngomong-ngomong aku tidak tahu banyak hal tentang dunia luar jadi mohon bantuannya," kata Caesar. Mengingat sedari kecil dia sudah dikurung di istana kerajaan untuk terus belajar tentang sejarah dan pelajaran lainnya yang khusus untuk seorang pangeran. Baldwin menghela napas pelan setelah keempat orang lainnya tidak menggubris perkataan Caesar. "Sejujurnya, kami pun begitu. Kami tidak tahu banyak tentang dunia luar, kakek Ryu langsung saja menyuruh kami untuk mengawalmu." "Mengawalmu?" Caesar kebingungan, baru kali ini dia mendengar orang berbicara lancang kepadanya. Aime menelan ludah, dia menyoroti Baldwin tajam seolah berkata 'apa yang kau lakukan bodoh, dia seorang pangeran.' Dengan senyum tipis Aime angkat bicara. "Mohon maaf yang mulia, mungkin Baldwin tidak sengaja berbicara lancang." "Oh begitu… tidak, tidak masalah. Kuharap kalian memang memanggilku seperti itu di perjalanan nanti, aku yakin umur kita semua tidak beda jauh. Bukan kuharap lagi, tapi ini perintah ingat itu!" "Baiklah," ucap Aime disusul Luce, Baldwin, Toby dan Dion bersamaan. “Ngomong-ngomong siapa nama kalian?” Baldwin lalu memperkenalkan dirinya, kemudian mengenalkan temannya satu per satu dengan jari telunjuk untuk mempersingkat waktu. “Aku Baldwin…. Ini Toby, Luce, Aime dan—“ “Dion.” “Ya, Dion. Sangat sulit mengingat namanya karena wajahnya lebih dominan.” Dion memutar mata, tak suka dipuji. Caesar mengangguk membuat mereka akhirnya berangkat, Caesar bukan tipe orang yang banyak bicara jadi dia tidak bertanya tentang keberadaan lima pemuda disekelilingnya, baginya lima pemuda ini adalah penduduk pilihan kakek Ryu yang terbaik diantara yang terbaik yang akan membantunya, bagi Caesar pilihan kakek Ryu selalu tepat, seperti ketika dia diajarkan bagaimana memanah yang baik, tidak pernah sekalipun anak panah kakek Ryu melesat dari sasaran bidik.  Saat senang, sedih, khawatir. Ekspresi Caesar tidak jauh berbeda. Dia selalu memasang wajah datar dengan mata elang. Bisa dikatakan, dalam perjalanan ini dia orang kedua yang punya paras rupawan setelah Dion.    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD