Penasaran Tinggi

1217 Words
“Kenapa disini? Harusnya tempat keluarga sana.” “Kamu lihat cowok kemarin nggak di hotel?” Lita bertanya tanpa peduli dengan pertanyaan yang diberikan Dara. Dara mengerutkan keningnya “Ngapain aku cari dia? Kamu penasaran banget, nggak bagus tahu.” “Penasaran aja siapa dia, secara tempat ini sudah disiapkan khusus buat acara jadi nggak ada orang luar masuk.” “Kakak iparmu kaya juga ternyata.” Dara menaik turunkan alisnya dengan mengalihkan pembicaraan. Lita tidak mendengarkan kalimat dengan nada godaan sahabatnya tentang kekayaan sang kakak ipar, pikirannya sudah fokus pada kejadian di dekat pantai kemarin. Sepanjang mata memandang tidak menemukan sosok pria tersebut, mengingat tamu yang ada di hotel tersebut dan artinya tempat itu khusus teman-teman kakaknya. “Sialan ni anak, diajak ngomong malah nggak di dengar. Kamu cari cowok itu? Nggak ada dari tadi, aku juga nggak lihat dia sarapan.” Dara memukul lengan Lita kesal “Benar?” Lita menjawab tanpa menatap kearah Dara. “Ya, buat apa aku bohong. Memang mau kamu apakan? Cerita sama Kang Fandi atau Kang Seno?” “Aku kesana dulu.” Lita menepuk bahu Dara pelan yang lagi-lagi tidak mendengarkannya. “Anak itu kebiasaan.” Dara hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat sikap Lita yang baginya sudah sangat biasa. Lita tahu Dara sudah terbiasa sendiri, jadi pastinya tidak masalah jika Dara tidak bersama dengannya. Langkah kaki Lita mendekati teman dekat kakaknya, tanpa peduli dengan tamu lainnya yang memang tidak dikenalnya. “Lita.” “Mbak Wima dan Mas Reno.” Wima memeluk Lita dengan mencium pipinya “Sendirian? Mana pacarnya?” “Aku bawa pacar kesini bisa digantung sama mereka semua,” jawab Lita yang membuat mereka berdua tertawa “Mbak sama mas nginap disini, kan?” “Kenapa? Kita baru datang kemarin sore sih, tapi langsung ke hotel. Fandi sempat datangi kita, biasa kakak kamu itu minta kado di awal.” Reno sedikit mengadu kelakukan kakaknya, tapi Lita tidak peduli. “Memang kenapa?” tanya Wima memberikan tatapan lembut saat melihat sikap Lita yang malas mendengar jawaban suaminya. “Nggak, mbak. Kalau gitu aku duluan, selamat menikmati hidangannya.” Lita tidak mungkin menceritakan pada kedua orang dihadapannya yang pastinya tidak akan aman. Melangkahkan kakinya menuju bibir pantai, acara sudah bebas dengan menikmati hidangan yang sudah disiapkan sambil memandangi hamparan pasir dengan air yang ada dihadapan. Melangkah sedikit menjauh dari tempat acara, menemukan kursi yang tidak ada orangnya dan memutuskan menikmati pemandangan dari kursi. “Apa pengantin yang lari atau salah satu bagian dari keluarga?” Lita menatap sang sumber yang sudah berbaring di kursi panjanga sampingnya, hampir saja melompat saat menyadari siapa. Pria yang dicarinya sedang menggunakan pakaian yang tidak digunakan untuk pesta, mengerutkan keningnya dengan bermacam pertanyaan didalam kepalanya. “Rendra.” Lita mengerutkan keningnya “Nama aku itu, kamu?” “Lita,” jawabnya singkat dan langsung mengalihkan pandangan kearah pantai lagi. Rendra duduk di kursi samping yang kosong, Lita sangat tahu jika pria itu sedang menatapnya penuh selidik dan mencoba untuk tidak peduli. “Apa kamu yang kemarin?” Lita mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan Rendra “Maksudnya?” “Kamu yang beberapa kali melihat kearah aku saat berciuman.” Lita membelalakkan matanya mendengar kalimat Rendra “Aku lihat kamu, kenapa penasaran? Mau coba?” “Percaya diri sekali dan kaya nggak ada tempat aja.” Lita berkata sarkas. “Bagaimana tidak percaya diri karena kamu beberapa kali berhenti dan melihat apa yang aku lakukan, kemarin kamu bersama teman dan beberapa kali menarik agar tidak melihatnya. Jadi apa salah percaya diri? Apa yang kamu lakukan terlihat sangat jelas dan satu lagi kita di Bali pastinya lebih bebas melakukan sesuatu ditambah tempat ini sangat jauh dari keramaian,” jawab Rendra dengan secara detail. Lita seketika bergidik ngeri membayangkan kembali ciuman yang dilihatnya kemarin, beranjak dari tempat duduknya tanpa mau menjawab pertanyaan pria aneh yang duduk bersamanya, gerakanmya terhenti saat mengingat sesuatu dengan tatapan penuh selidik. “Kamu tamu undangan siapa? Pernikahan ini sangat private, bagaimana bisa kamu ada disini?” Lita teringat dengan tujuannya ketika bertemu pria dihadapannya. Rendra tersenyum mendengarnya “Apa penting? Aku nggak ada kewajiban menjawab pertanyaan kamu.” “Tentu penting, kamu sudah merusak pemandangan.” Rendra mengangkat alisnya “Pemandangan yang mana? Melihat aku berciuman? Kamu belum pernah ciuman? Jangan lupa disini itu bebas seperti yang aku katakan tadi, kamu bisa melihat yang lebih dari ciuman. Aku yakin pengantin didalam sana pasti sudah pernah berciuman sebelum pernikahan, jadi...” “Aku tanya sama kamu itu artinya penting.” Lita menatap tajam Rendra setelah memotong kalimatnya. “Memang kamu siapa? Apa kamu keluarga mempelai didalam?” Hembusan napas panjang dikeluarkan agar bisa sedikit tenang, rasanya percuma berbicara dengan pria yang ada dihapannya. Memalingkan wajahnya dengan menatap hamparan pantai, menenangkan diri agar tidak terpancing sama sekali. “Mau kemana? Kembali? Bukankah lebih enak disini menikmati pemandangan.” Rendra berkata sedikit menyindir. “Kalau ada disini yang ada bisa rusak mataku melihat pemandangan.” Lita memberikan beberapa penekanan dari setiap kata yang dikatakannya. Langkah kakinya menuju ke area acara tanpa mendengar kembali kata-kata pria itu, menggunakan sepatunya lagi dan melangkah semakin masuk kedalam, dilihatnya jika kakaknya sudah melalui banyak proses dalam pernikahan. Memandang seluruh orang yang ada di acara, pandangannya terhenti pada pasangan yang membuat Lita mengerutkan keningnya. “Kamu kemana aja?” Lita memutar bola matanya malas mendengar pertanyaan Dara. “Sudah dapat?” sindir Lita yang hanya ditanggapi tawa oleh Dara “Bukankah itu wanita yang ciuman kemarin? Kenapa bukan sama pria itu?” “Berhenti ikut campur urusan orang!” tegur Dara yang membuat Lita terdiam “Kota ini bebas, siapa tahu itu kekasihnya dan mereka melakukan disini.” Lita membelalakkan matanya “Memang nggak bisa lakuinnya di tempat tertutup? Apa harus selingkuh untuk melakukan hal gila, bukannya melakukan di tempat terbuka bisa besar resikonya?” Dara mengangkat bahunya “Aku nggak tahu, nggak peduli. Semua itu bukan urusanku, lagian kamu kenapa sih jadi begini? Kamu suka sama cowoknya?” Lita seketika memukul Dara “Aku nggak suka, apalagi kalau dia perebut istri orang.” Dara membelai tangannya yang dipukul Lita “Nggak usah dipukul juga, lagian apa hubungannya sama kamu? Mau dia perebut bini orang juga nggak ada kaitannya sama kamu, semua punya cerita dan hidup sendiri-sendiri jadi jangan terlalu masuk kedalam hidup orang yang nggak dikenal.” Lita mengerucutkan bibirnya mendengar perkataan Dara yang selalu benar, rasa penasaran tentang pria tersebut semakin membuatnya ingin tahu. Lita tahu jika tidak sopan ingin tahu tentang tamu kakaknya, dimana kakaknya hanya punya beberapa teman dekat dan pria itu bukan masuk diantaranya. “Kamu jangan bilang suka sama dia,” tebak Dara yang langsung mendapatkan tatapan tajam dari Lita “Habisnya rasa penasaran kamu nggak wajar.” “Nggak usah ngarang jadi orang, udah sana novel kamu selesaikan biar cepat dapat duit.” Dara memutar bola matanya tajam tapi memilih diam. Seorang pria tampak tidak lepas tatapannya pada satu objek yang ditemuinya tadi dengan senyum lebar, seseorang yang sedikit lancang melihat adegan intimnya dengan sang wanita tua dan ternyata wanita itu tampak Masih sangat polos tidak seperti wanita yang selama ini dikenalnya. Memperkenalkan namanya sebagai Rendra bukan Pras, salah satu cara agar bisa mengenal cewek tersebut. Rendra nama yang diberikan bukan nama kesehariannya, melainkan nama panggilan saat berada di rumah. “Cewek menarik, sekali-sekali sama yang seumuran atau lebih muda boleh juga.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD