Hukuman

1102 Words
Sepanjang pelajaran terakhir, sedikitpun Ayla tidak bisa menyerap materi yang diberikan oleh guru matematika itu. Pikirannya terus saja mengingat tatapan tajam milik cowok yang baru saja ditemuinya. Seperti rangkaian film yang berputar-putar di kepalanya. Gadis itu menggeleng, mengusir bayangan wajah Alvin, terlebih tatapan matanya. Gadis itu sampai meremas lembaran buku untuk mengalihkan emosi yang seperti menguji kesabarannya. "Ish.. Kenapa bisa seperti ini sih." Gerutu Ayla kesal. Kegelisahan gadis itu pun mengundang penasaran guru matematika bernama Bu Rosa. Guru yang terkenal paling galak satu sekolah. "Yang berada dibelakang itu kenapa?" teriak Bu Rosa pada Ayla. Teriakan itu pun seketika mengundang perhatian seluruh penghuni kelas, tertuju pada Ayla. Gadis itu tampak kebingungan. Kelopak matanya terlihat berkedi-kedip, merutuki sikapnya sendiri. "Hemb.." Gadis itu mendeham, bermaksud menormalkan keadaannya sendiri. Namun, itu justru memancing emosi Bu Rosa naik ke-level tertinggi. Wanita anggun itu seketika menjatuhkan hukuman tanpa ampun pada Ayla. Ayla memang pendiam. Tapi, terkenal pintar dikalangan guru-guru, sikapnya yang dingin dinilai tenang dalam menyikapi setiap masalah. Hari itu, dan untuk pertama kalinya, gadis itu mendapatkan poin minus dari guru yang selalu menjunjung tinggi gadis berhati batu dikalangan teman-temannya. "Ayla silahkan berdiri diluar!!" Teriak Bu Rosa ketus. Suara wanita itu terdengar menggema memenuhi ruangan tersebut. Terasa seperti sembilu tajam yang berhasil menyayat hati Ayla. Bukannya tidak mau membantah, hanya saja gadis itu, paling anti memperpanjang masalah. Maka yang dilakukannya, adalah menuruti perintah Bu Rosa segera. "Sekali-kali seperti itu dong Bu, anak emasnya dijatuhi hukuman, tidak disayang terus." celetuk Amanda. Mantan teman satu bangku Ayla sebelum pada akhirnya seorang siswa baru memasuki kelas tersebut, dan Amanda meminta Ayla untuk pindah dari bangkunya. Ke-ikut campuran Amanda pada hari itu, semakin menaikkan level kemarahan Bu Rosa. Tak heran jika pada akhirnya Amanda mendapat kehormatan yang sama. "Kamu juga berdiri diluar!!" Sentak Bu Rosa. "Cepat!!" Tambahnya. Diluar ruang kelas, Ayla sengaja menundukkan kepalanya, merasa malu, seumur-umur, baru kali pertama gadis itu merasakan yang namanya dihukum. Maka, tak heran jika gadis itu terlihat begitu tegang. "Siapa lagi yang mau keluar bersama mereka!!" teriakan Bu Rosa membuat semua penghuni kelas sebelas IPA dua menciut dan berubah anteng di bangku masing-masing. Bukannya apa, kalau Bu Rosa sudah bersuara maka tak ada yang namanya negosiasi. Nilai yang awalnya sembilan puluh bisa seketika berubah menjadi enam puluh dalam satu kedipan mata, jika ada yang berhasil mengusiknya. Maka tak ada yang berani membantah perintah Bu Rosa. Ayla pura-pura tak mendengar gerutuan Amanda disampingnya. Gadis itu terus saja menyalahkan peristiwa yang menimpa pada Ayla. "Ehh.. Ayla, ini semua gara-gara kamu, awas saja kalau sampai nilai aku amblas ditelan sama bu rosa." Ancam Amanda. sedikit pun Ayla tak menjawab ucapan Amanda, gadis itu tak mempedulikan Amanda yang terus saja bicara sendiri, seperti orang gila. Ayla lebih suka melempar pandangannya, menyusuri sekitar, pada waktu yang sama, tatapan mata Ayla kembali bertemu dengan tatapan mata Alvin, ketika cowok itu melintas didepan kelas Ayla. "Hai kak Alvin." Sapa Amanda sok akrab. Gadis yang tadinya menunjukkan sikap garang, tiba-tiba berubah manis dan terkesan lemah lembut, didepan Alvin. Alih-alih mendapatkan perhatian seperti yang diinginkan dari alvin. Amanda ternyata kecele. Alvin yang tengah berjalan mendekatinya, ternyata bukan untuk menghampirinya. Cowok itu berdiri tepat didepan Ayla. "Ini punya kamu kan?" Tanya Alvin. Cowok itu menyodorkan sebuah buku bersampul tebal berwarna gelap kepada Ayla. Gadis itu pun mengerutkan dahinya, hingga tercipta garis-garis lipatan disana. Tidak mengerti kenapa satu-satunya teman Ayla itu bisa berada ditangan cowok tersebut. Gadis itu seketiak mengangkat wajahnya, dan menatap Alvin di depannya secara langsung. Meminta penjelasan cowok tersebut. Dan kode itu, seketika dimengerti dengan baik oleh Alvin. Cowok itu pun menjelaskan dengan suka cita. "Tadi, pas kamu jatuh karena kepentok bola." terangnya. Ooh... Ayla menganggukkan kepalanya paham. Segera gadis itu mengulurkan tangannya untuk menerima buku yang sudah seperti sahabat baiknya. "Eits..! Tidak semudah itu," ucap cowok itu tiba-tiba. Alvin menarik kembali buku yang sudah hampir berada ditangan Ayla. Dan mengucapkan kata kunci yang harus dilakukan Ayla, jika gadis itu menginginkan kembali buku tersebut. "Pulang sekolah, temui aku di kantin." ucap Alvin, kemudian berlalu meninggalkan, dua orang gadis yang hanya bisa melongo di tempatnya. "Ayla, biar aku saja yang datang menemui kak Alvin nanti?" ucap Amanda penuh semangat. Sikap galaknya pada Ayla tiba-tiba berubah menjadi sikap penuh pertemanan. "Aku janji bakal mengembalikan buku kamu dengan selamat." katanya penuh percaya diri. Gadis itu tersenyum lebar, ia sudah tidak sabar lagi menunggu bel yang akan segera berbunyi beberapa menit lagi. "Baiklah, terserah kamu saja." Jawab Ayla pasrah. Jawaban Ayla seperti baling-baling bambu yang berhasil menerbangkan tubuh Amanda melayang di angkasa. Menari-nari diatas awan. Kriiing.. Kriiing.. Kriiing..!! Pucuk dicinta ulam pun tiba. Suara yang sangat dinantikan Amanda pada akhirnya berbunyi sebanyak tiga kali. Menandakan waktu belajar telah usai dan pintu gerbang terbuka lebar. Sikap pasukan putih abu-abu itu sudah seperti nara pidana yang baru saja dikeluarkan dari sel-nya. Senangnya luar biasa. Teriakan, sorakan, tawa membahana, deru mesin kendaraan, dan hal lainnya terdengar ramai memenuhi seluruh penjuru satu SMA Nusantara. "Ayo Ayla.. " kata Amanda tidak sabar. Gadis itu menarik paksa lengan Ayla agar bisa segera sampai di kantin, tempat yang sudah dijanjikan oleh Alvin. Suasana kantin tampak begitu ramai, dipenuhi oleh kelas dua belas yang memang sengaja menyempatkan diri, berkumpul terlebih dulu demi solidaritas pertemanan. Katanya. Amanda tampak celingukan mencari keberadaan Alvin. Suasana yang cukup padat membuatnya kesulitan untuk menemukan cowok ganteng idaman seluruh gadis disana, terkecuali Ayla. Gadis itu bersikap acuh tak acuh. Meskipun setiap hari harus mendengarkan pujian-pujian yang diberikan oleh gadis-gadis untuk Alvin. Sedikitpun ia tak merasa penasaran, atau sekedar ingin tahu seperti apa wajah rupawan yang selalu dibicarakan oleh kebanyakan siswi lainnya. Tak heran jika pertemuannya pertama kali dengan Alvin. Membuatnya bersikap seperti tak pernah mengenal cowok tersebut. "Ayla itu Kak Alvin, kita kesana yuk," kata Amanda girang, melihat idola didepan mata. "Kamu saja deh, aku malas, pengen buru-buru pulang." Ungkapnya sengaja berbohong. Padahal gadis itu sangat menginginkan bukunya kembali. "Iihh kamu ini, ini yang dinamakan kesempatan. Jarang banget Kak Alvin mau disamperin adek kelasnya macam kita ini. Udah ayook" ucap Amanda sedikit memaksa. Gadis dengan bentuk tubuh tinggi besar itu menarik paksa tangan Ayla untuk menghampiri Alvin yang saat itu berada di bangku paling ujung. "Hai Kak alvin" Sapa Amanda. Gadis itu tampak melambaikan tangan. Alvin hanya mengerutkan dahinya, setelah itu, fokus perhatiannya tertuju pada Ayla yang sama sekali tidak meliriknya. Membuat cowok itu merasa geram dan mengeluarkan kata-kata dengan nada yang dibuat setegas mungkin. "Urusan aku sama dia, jadi kamu minggir" Tunjuk Alvin pada Ayla. Gerombolan yang berada satu meja dengan Alvin seketika bungkam, melihat sikap Alvin yang tak seperti biasanya terhadap pengagumnya. Ucapan cowok itu, sedikit lebih banyak membuat Ayla terkejut. Maka pada akhirnya gadis itu mengeluarkan suaranya. "Apa!!" Serunya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD