Gadis batu

1595 Words
Seorang gadis, terlihat duduk termenung di bawah sebuah pohon ceri. Menatap kosong lurus kedepan. Cukup lama, tampak gadis itu tidak sekalipun mengedipkan kedua matanya. Apa mungkin di sakit? Apa mungkin di sedang terkena masalah? Entahlah. Seperti itulah setiap hari yang dilakukannya. Melamun. Gadis itu bernama Ayla Zahira. Berusia 17 tahun. Salah satu siswi disebuah SMA swasta yang berada di kota kecil nun dingin. SMA NUSANTARA. Tidak seperti gadis lain, yang lebih suka berkumpul bersama teman, menghabiskan waktu istirahat mereka. Ayla berbeda, gadis itu selalu memilih menghabiskan waktu istirahatnya sendiri. Entah itu di taman atau perpustakaan. Dia adalah sosok pendiam yang selalu menunjukkan sikap dingin, sehingga ia jarang sekali berinteraksi dengan siapapun. Tak heran jika Ayla selalu dijauhi oleh teman satu kelasnya. Siapapun yang duduk satu meja dengan Ayla akan cepat bosan. Menurut mereka, itu seperti duduk bersama dengan patung batu saja. Karena sikapnya itu, Ayla mendapatkan julukan gadis batu. Seperti batu keramat yang memiliki aura hitam yang selalu menguar dari dalam tubuhnya. Membuat siapapun yang menatapnya merasa ngeri dan merinding sekaligus. Menyeramkan. Berteman, hanya dengan buku bersampul tebal yang selalu ia bawa kemana pun pergi, satu-satunya sahabat terbaik baginya. selalu mendengar setiap keluh kesahnya. Menemani disetiap harinya. Sayang satu-satunya teman itu tak bisa memberikan solusi. Tidak apa, bagi Ayla itu sudah cukup. Ia hanya butuh tempat yang menurutnya tepat untuk bercerita. Yaitu, buku diary miliknya. Klik. Ayla menutup buku bersampul tebal tersebut, dan tak lupa menguncinya. Sebelum gadis itu beranjak dari posisi duduknya, salah seorang teman satu kelas menghampiri dan menyapa. "Heii..." Sapa seorang gadis cantik bernama Adelia. Suara itu seketika membuyarkan Ayla dari lamunannya. Gadis itu sampai terlonjak kaget. Sehingga buku yang berada ditangan itu seketika terlempar, jatuh diatas rumput. "Emb.. Sorry Ayla aku tidak sengaja." Kata Adelia penuh sesal. Gadis itu sedikit merinding, menatap wajah datar Ayla. pun bulu-bulu halus gadis itu seketika meremang. Meski ragu, namun Adelia berusaha meyakinkan Ayla jika ia memang tidak sengaja melakukannya. "Ayla kamu nggak apa-apa kan?" Tanya Adelia lagi. Ayla segera mengambil buku tersebut lalu berkata. "Aku tidak apa-apa." Jawabnya datar. Sama seperti wajahnya. Fyuuhh.. Adelia bernafas lega, sekaligus mengucap syukur berkali-kali dalam hatinya, kali ini ia merasa terselamatkan dari semburan naga api, yang baru saja dibangunkannya. Bukannya apa, namun memang seperti itulah ketakutan yang dirasakan teman-teman lainnya. Ayla membersihkan sisa debu yang menempel diatas sampul bukunya, sesekali meniupkan udara kearah debu tersebut. "Huuuh..." "Ayla.. Boleh ikutan tidak?" Tanya Adelia ragu-ragu. Gadis itu menunjukkan sikap manisnya, menempelkan kedua tangannya didepan d**a. Sehingga, membuat kerutan di dahi Ayla terlihat jelas oleh Adelia. Merasa aneh, sehingga membuat Ayla balik bertanya. "Maksud kamu?" Tanya Ayla tidak mengerti. Adelia tampak menarik nafas terlebih dulu, dan menghembuskannya secara perlahan. Kemudian bibirnya mulai bergerak-gerak menjelaskan maksudnya menghampiri gadis batu tersebut. "kamu kan nggak pernah tertarik buat gabung sama kita-kita. Jadi, bagaimana kalau aku yang ikutan gabung sama kamu." ungkapnya dengan menampilkan senyum terbaiknya. Ayla tampak berpikir sejenak, menerawang kira-kira apa yang sebenarnya dinginkan Adelia. Maksudnya apa? Bisiknya dalam hati. Gadis itu selanjutnya, tampak menghela nafas panjang. berlalu meninggalkan Adelia, yang masih saja berdiri mematung ditempatnya. "Lhoh, kok ditinggal sih? Benar-benar deh ya, itu anak memang terlahir dari batu." gumam Adelia sendiri. "Ayla tunggu..." teriaknya, setelah itu berlari dan mengekor dibelakang Ayla. Ayla terus saja berjalan, menulikan pendengaran. Tak peduli dengan teriakan Adelia yang terus saja memanggil namanya, sehingga membuat suara cemprengnya, melengking, menggema disepanjang koridor. "Ayla.. Tunggu..." Teriak Adelia. Teriakan gadis itu seketika menarik perhatian anak-anak lain yang berada disana. Menyadari setiap mata itu menatapnya, detik selanjutnya Ayla segera menghentikan langkah kakinya, menunggu Adelia, agar gadis itu berhenti meneriaki namanya. "Gitu dong dari tadi, capek tau harus lari-larian." protes gadis itu. Sambil memegangi kedua lututnya, yang terasa pegal. Gadis itu menatap Ayla kesal, terlihat jelas sekali bibir gadis itu manyun kedepan hingga beberapa centi, bahkan Ayla bisa saja menguncirnya dengan ikat rambut yang dipakainya. Pun juga, Adelia tak berhenti menggerutu, tanpa sadar membuat senyum mengembang dari bibir gadis batu tersebut. Senyum yang yang tak pernah ditampilkan oleh Ayla sama sekali. Tak heran jika Adelia, sampai terkagum melihat senyum manis gadis tersebut. Ayla itu sebenarnya cantik sekali kalau tersenyum begini. Lirih Adelia dalam hati. Pandangan gadis itu tak lepas dari wajah Ayla, dan seketika membuat Ayla merasa tidak enak, dan segera menampilkan kembali raut datar wajahnya. Adelia mencebikkan bibirnya. Merasa belum puas menikmati senyum manis Ayla. "Kenapa berhenti sih, padahal nih ya, kamu itu cantik banget kalau senyum seperti itu. Aku yakin deh, pasti banyak cowok cakep yang bakal kecantol sama kamu." tutur Adelia sok akrab. Ayla memutar kedua bola matanya malas. Sama sekali tidak tertarik dengan usulan Adelia, yang menurutnya hanya akan membuang waktunya saja. "Aku tidak punya waktu untuk hal seperti itu." Jawab Ayla singkat. selanjutnya, Adelia mengapit lengan Ayla, membawa gadis itu berjalan bersama. Dari kejauhan, tampak gerombolan kelas dua belas ramai-ramai menuruni tangga. Tawa mereka terdengar menggelegar ketika berhasil menggoda setiap anak gadis yang mereka lewati. "Neng bapak kamu tukang sayur ya? Pantesan, cantiknya kamu segar kayak sayur asem" celetuk Fandi, seketika disambut gelak tawa rombongan dibelakangnya. "Hahahahahaaa...!!! " Hanya ada satu cowok dari mereka yang cukup membuat Ayla tertarik untuk melihatnya. Cowok itu terlihat berbeda, tak seperti teman-temannya yang begitu antusias melemparkan rayuan pada gadis mana pun. Cowok itu tak sedikit pun peduli, hanya sesekali turut tertawa, meramaikan suasana. Dan ketika gerombolan itu semakin mendekati Ayla, gadis itu memilih menepi agar tidak menjadi korban lawakan mereka selanjutnya. Benar saja, gerombolan kelas dua belas itu melewati Ayla begitu saja. Namun, tanpa sengaja pandangan Ayla bertemu dengan kedua mata cowok tersebut. Tatapan yang sepertinya tidak asing lagi. Meneduhkan. Kapan? Dan dimana Ayla pernah melihatnya. Satu pertanyaan yang seketika membuat kepala gadis itu terasa pening, hanya karena memikirkannya. Gadis itu menggeleng cepat, menyingkirkan berbagai kemungkinan yang mulai meracuni isi kepalanya. "Kamu kenapa. Ayla?" Tanya Adelia, penasaran menyadari keanehan Ayla. "Tidak apa-apa." jawab Ayla cepat. Kedua gadis itu kembali melanjutkan langkah kakinya menuju kelas. Dalam perjalanan mereka, Adelia berkata. "Kamu lihat tidak kakak yang tadi melihat kamu?" Tanya gadis itu, dan hanya dijawab Ayla melalui gelengan kepala. Adelia cukup paham, cowok bukan prioritas utama Ayla. Dan lagi, Ayla sudah pasti tidak peduli. Ayla bukan tipe gadis yang selalu mengikuti perkembangan kabar cowok ganteng di sekolahnya, apa lagi bergosip. Sudah pasti, tidak mungkin. Adelia menghela nafas panjang, merasa berdiri sebagai teman yang baik, gadis itu menjelaskan sedikit perihal cowok ganteng pada si gadis batu. "Itu tadi namanya kak Alvin, kakak kelas kita. Dia itu cowok paling populer di sekolah kita ini, dan kamu juga lihat kan dia itu gantengnya sudah sebanding sama artis-artis terkenal. Heemb.. Kapan ya La, kita bisa deketin salah satu dari mereka." Pungkasnya, alias curcol. Curhat colongan. Hihihii... Tanpa disadari oleh kedua gadis itu, sang empu pemegang gelar paling populer di sekolah tersebut, ternyata berdiri dibelakang kedua gadis tersebut. Sengaja cowok yang memiliki nama lengkap Alvin Yuansyah itu mendeham keras. Membuyarkan kedua gadis itu dari angan kosongnya, terutama Adelia. "Hemb..!!" Kedua gadis itu terlonjak kaget, dan seketika menoleh kebelakang, kesumber suara. Betapa terkejut kedua gadis itu, melihat cowok nomor satu di SMA NUSANTARA menatap tajam kearah mereka. Terutama Adelia, mulut gadis itu menganga lebar dan nyaris bisa kemasukan penghapus papan tulis yang kapan hari melayang oleh guru terkejam. Adelia seperti tidak bisa lagi merasakan kedua lututnya. Tubuhnya terasa begitu lemas, dan gadis itu harus meremas kuat lengan Ayla, untuk melampiaskan ketakutannya. Terlebih, ketika Alvin terus berjalan mendekat kearah gadis tersebut. Membuat tubuh kedua gadis itu membeku seketika. Derap bunyi sepatu yang dikenakan cowok tersebut, seirama dengan dentuman keras yang berasal dari jantung kedua gadis tersebut. Dag dig dug. Dag dig dug. Ayla melebarkan kedua matanya menatap Alvin. Tanpa berkedip. Memang benar ketampanan yang dimiliki cowok itu sebanding dengan ketampanan artis top ibu kota. Namun, bukan itu yang menjadi fokus mata Ayla. Melainkan sepasang mata yang dimiliki cowok tersebut. Lagi-lagi itu membuat Ayla harus berpikir keras, mengingat dimana ia pernah melihat mata yang sama persis. Tajam dan menusuk. Namun, terasa hangat dan meneduhkan. Waktu disekitar mereka seolah berhenti berputar. Euforia yang tadi terasa hangat tiba-tiba saja berubah mencekam. Mereka seperti berada di arena tembak dengan topi koboi melengkapi penampilan mereka. Demi keselamatan ibu-ibu membawa putra-putri mereka masuk kedalam rumah. Menyembunyikan diri dari peluru panas yang bisa saja mengenai mereka. Door..! Satu peluru yang dilepaskan oleh Alvin melesat sempurna mendekati sang korban. Membuat penonton yang melihat itu berteriak memperingatkan Ayla. "Awaass!! " teriak mereka. Duk!! Bukan peluru yang mengenai kepala Ayla melainkan bola yang entah melambung dari mana. "Aduh.." Pekik gadis itu sambil mengusap, bekas benturan yang masih terasa berdenyut-denyut di kepalanya. Rasanya seperti ada ribuan burung yang terbang mengelilinginya. "Sakit ya La?" tanya Adelia panik. Gadis itu membantu Ayla untuk berdiri dari posisi bersimpuh. Sedang, Ayla hanya menggelengkan kepalanya sebagai bentuk jawaban. Pun Alvin turut berlutut didepan Ayla, untuk memeriksa kondisi gadis tersebut. "Kamu tidak apa-apa?" Tanya Alvin. Suara bas nun merdu milik cowok tersebut, terdengar dalam di telinga Ayla, membuat gadis itu tanpa sadar meresapi suara merdu tersebut. "Tidak apa-apa bagaimana tuh liat puyeng dia." Cerca Adelia. "Mau aku bantu?" ucap Alvin menawarkan diri, sambil menyodorkan tangan kanannya. Dengan cepat Ayla menolak. "Tidak! Terima kasih, aku bisa sendiri." Jawabnya datar. Ayla segera berdiri dan meninggalkan lokasi tersebut. Sebisa mungkin melupakan kejadian memalukan yang pernah dialaminya selama belajar di SMA Nusantara. Sedang Alvin hanya bisa tersenyum geli menatap kepergian Ayla dan juga Adelia, setelah itu, kedua gadis itu lenyap diujung tangga. Ayla memiliki kesan tersendiri terutama tatapan gadis itu. Takut, bingung atau apalah yang dapat disimpulkan oleh Alvin. Tatapan yang membuat rasa penasaran cowok itu akan seorang gadis tumbuh kembali. Setelah sekian lama tak ada satu pun gadis yang bisa menarik hatinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD