2. Jingga & Tanggung Jawab

1233 Words
“Mas jangan macam-macam deh ya! Jangan ya Mas, sumveh deh tubuh saya korengan nih,  mana saya punya sakit TBC pula, awas loh nanti ketularan kalau dekat-dekat.” Si gadis mulai membuat alasan agar lelaki itu tidak mempunyai pikiran jelek padanya. Gadis itu, Jingga Alaydrus, bahkan berpura batuk-batuk agar lelaki tampan di sebelahnya itu percaya bahwa dia menderita TBC. Tapi tentu saja lelaki itu memakai logika. Dengan tubuh bohay dan seksi, mana mungkin gadis di sebelahnya ini menderita TBC. “Gak usah pura-pura batuk juga kali mbak. Mana mungkin kena TBC dengan tubuh sebo… eeh seperti itu.” Jingga mendelik, menutupi d**a dengan kedua tangannya yang menyilang. “Seperti itu gimana? Sebo… apa tadi?” Tanya Jingga penasaran. “Seboboho gitu mbak. Yaelah gitu aja dibahas. Tenang aja saya bukan p***********k-anak kok.” “Eeeh jangan sembarangan yaa, umur saya tuh udah dua puluh satu tahun! Saya udah lulus kuliah kemarin loh ya!” Lelaki tampan itu tampak tidak percaya dengan perkataan gadis di sebelahnya. Wajah gadis itu tampak seperti anak sekolah menengah atas dibanding mahasiswi atau bahkan yang sudah kuliah. Ternyata malah sudah lulus kuliah. “Waah, saya kira masih umur tujuh belas tahun loh. Hmm, dua puluh satu ya? Boleh tuh.” “Boleh apa?” Kejar si gadis dengan nada sewot. “Boleh dinikmati kan? Eeeh eeh mbak apa-apaan ini? Bahaya tahu! Jangan tarik-tarik tangan saya! Saya lagi menyetir!” Lelaki itu jadi panik karena si gadis tiba-tiba menjadi beringas dan menarik tangannya tanpa dia tahu kenapa. Beberapa saat kemudian dia lihat di depannya ada sebuah mobil truk berjalan dengan lambat. Dia harus berpikir dengan cepat mau bagaimana. Akhirnya keputusan nekat diambilnya! Dia mengerem mobil dengan mendadak, menimbulkan bunyi decit yang memekakkan telinga. Kap mobil itu sedikit menabark p****t truk hingga penyok. Kemudian disusul bunyi klakson dari belakang. Yaah, akhirnya mobil di belakangnya menabrak p****t mobil yang dikendarainya hingga terjadi benturan yang cukup keras. Bahkan membuat tubuhnya dan gadis di sebelahnya terpental ke depan. Bersyukur mereka memakai sabuk keselamatan hingga tidak mengalami luka yang fatal. Lelaki itu menyempatkan menoleh ke arah kiri, dia terkejut karena dahi si gadis terluka dan berdarah. Sepertinya gadis itu juga pingsan. “Hei… hei nona, kamu tidak apa-apa kan? Maa…” Tangan kirinya mengguncang tangan kanan si gadis. Tapi belum sempat dia berucap maaf, matanya menggelap dan kepalanya ikut terkulai lemah. Dia sempat mendengar bunyi pintu mobilnya digedor orang, mungkin bermaksud menyelamatkan dia dan gadis di sebelahnya. *** “Tuan Reino Adikusumo.” Dengan langkah tertatih karena masih didera pusing, Reino berjalan menuju perawat yang memanggilnya. Tidak ada luka serius padanya, hanya sedikit memar di tangan dan kaki serta kepala yang masih sangat pusing. “Ya, saya suster. Ada apa?” “Bapak mohon ke bagian administrasi untuk pendaftaran rawat inap mbak itu, yang tadi datang ke sini barengan bapak karena laka lantas, eeuum mbak siapa ya pak namanya?” Suster  jaga memberikan senyum super manis pada Reino. Gossh di tengah keriuhan UGD tiba-tiba ada lelaki super ganteng kan lumayan banget untuk menyegarkan mata. “Duuh saya kan udah bilang sus, saya gak tahu namanya.” Reino menjawab kesal. Dengan kepala yang terbebat perban kok masih saja ditanya pertanyaan yang sama. Dia sungguh-sungguh tidak tahu siapa gadis yang tadi duduk di sebelahnya di mobil! “Kan bapak pegang tas si mbak tuh, saya kira bapak tadi sudah cari info.” Jawab suster tadi, kembali memberikan senyum terbaiknya. “Aah iyaa, duuh maaf, kepala saya mungkin sangat pusing sampai lupa kalau saya pegang tas si mbak itu. Sebentar ya suster.” Reino meringis, dia segera saja mengaduk isi tas Jingga dan menghembuskan nafas lega saat berhasil menemukan dompet milik si gadis. Keningnya sempat berkerut sebentar saat melihat merk dompet tersebut yang dia tahu harganya lumayan mahal untuk ukuran dompet. “Namanya Jingga Alaydrus suster.” Suster segera menulis nama Jingga di form dan meminta Reino untuk segera ke administrasi untuk mendapatkan kamar perawatan bagi Jingga. Tentu saja dia memilih kamar VIP, bagaimanapun juga dia juga harus bertanggung jawab pada Jingga. *** Di kamar VIP, Jingga masih lelap tertidur, belum sadarkan diri. Reino menyandarkan punggung ke sofa bed mewah yang disediakan untuk penunggu. Sambil memejamkan mata, Reino coba menelpon mamanya, untuk memberitahu bahwa dia ada di rumah sakit bersama seorang gadis. “Haa?? Apaa?? Kamu menghamili seorang gadis? Sekarang ada di rumah sakit?” Prabawati, sang mama langsung saja heboh. “Mamaaa apaan sih? Ini mama lagi di mana kenapa suaranya bising banget itu?” Tanya Reino sambil memijit keningnya yang mendadak semakin pusing. “Lagi di rumah adikmu. Ini mama lagi masak, itu anak-anak berisik banget. Ama nih hooker juga kenapa berisik gini sih?  Harus ganti baru sepertinya. Sebentar, mama matikan penghisap asap dapur dulu deh, ama mama ke taman belakang biar bisa lebih nyaman.” “Iya mah.” Tidak perlu menunggu waktu lama, Prabawati kembali mencecar Reino pertanyaan. “Kamu di mana ini?” Tanyanya setelah mendapatkan suasana yang tenang. “Di rumah sakit mah.” “Rumah sakit? Ngapain? Tadi kok tadi mama dengar ada gadis? Ini gimana sih cerita lengkapnya? Kamu bawa kabur anak orang?” “Tadi kecelakaan mah, mobil masuk ke kolong truk, karena berhenti mendadak jadi tabrakan beruntun. Jadi kap mobil depan masuk ke p****t truk di depan kami, nah bagian belakang ditabrak ama mobil di belakang kami mah.” Cenat-cenut di kepala Reino semakin bertambah. Si mama dengan seenak hati menuduhnya membawa kabur anak orang! “Sebentar, kamu pakai mobil yang mana? Kok bisa masuk ke p****t truk? Kamu gak punya sedan Reino Adikusumo!” “Mobilku lagi dipinjam teman mah. Tukar pakai gitu deh. Jadi aku pakai mobil temen. Tapi sepertinya bakalan ganti baru karena udah hancur tuh mobil. Ringsek, depan belakang. Sama Reino harus ganti kerugian mobil yang nabrak belakang. Tadi udah diurus sih mah, Reino udah minta tolong sama Pak Haris untuk urusin itu semua. Pusing ini mah.” Jawab Reino, memegang kening dan sekarang lehernya yang menyandar ke sofa. “Aah kalau soal mobil itu kan benda, duniawi, bisa diganti. Kaya papamu aja kan sebenarnya mama bisa ganti semudah decimation si  Thanos. Tapi beda kalau masalah nyawa. Itu siapa gadis yang sama kamu? Kok bisa tuh gadis semobil denganmu? Cerita yang jujur ama mama! Kamu gak hamili dia kan? Jangan sampai karena kamu desperate gak nemu istri terus kamu ujug-ujug hamili anak orang?” “Astagfirullah mama! Kenal aja gak mah ama gadis ini. Gini loh ceritanya…” Mengalirlah cerita dari mulut Reino tentang Jingga. Daripada pusing mendengar celotehan mamanya tentang Thanos. “Ya ampuuun kamu nih emang deh, ya udah kamu harus tanggung jawab sama tuh gadis. Jangan lupa hubungi keluarganya. Mama akan ke situ sama adikmu tapi ntar malam.”  "Reino gak tahu keluarganya mah, lah kan nih cewek aja masih enak tidur tuh. Ntar deh kalau dia bangun biar dia telpon sendiri. Lagian bukan Reino yang harus tanggung jawab mah, tapi cewek ini yang harus ganti rugi. Karena dia, Reino harus keluar banyak uang hehehe...." Tiba-tiba tersungging senyum sedikit licik di bibir Reino, dia sudah membayangkan apa yang harus dilakukan oleh gadis di depannya ini untuk ikut menanggung kerugian yang diderita mereka. "Reino!! Kamu gak punya ide aneh kan? Jangan diapa-apain itu anak orang! Heyyy... Reinooo dengar mama!!" Teriak sang mama di ujung telpon sana, sayangnya Reino segera saja mematikan percakapan itu. Dia butuh tidur karena kepalanya masih terasa pusing.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD