3. Mereka Ngapain?

1103 Words
Cerita ini berlangsung saat Arfi akan bertemu Kinan di tempat Mala. Baik Arfi dan Kinan (silakan baca Badai Pasti Berlalu : Arfi - Kinan) tidak kenal Reino dengan baik walau bekerja di gedung yang sama. Reino adalah sahabat karib Daniel, si Crazy Rich. Nantinya Arfi dan Kinan akan muncul di sini walau secara cameo. Semoga jadi lebih jelas yaa. *** Sudah jelang malam hari saat Prabawati dan Reina, putrinya - adik Reino, tiba di rumah sakit di mana Reino berada. Setelah mendapatkan info letak kamar VIP itu, keduanya berjalan dengan santai. Nyatanya saat berada di depan pintu VIP Anggrek 3, Prabawati dan Reina bertatapan karena mendengar percakapan tidak senonoh dari dalam ruangan. Membuat keduanya harus menahan nafas dan mengernyitkan kening. “Eeh Mas aduuh sakiiit ini! Aaah gak mau, jangan dipaksa doong! Iih buruuu cabuut! Sakiit!” Kemudian terdengar suara rintihan sekaligus omelan seorang gadis. “Apaan sih? Gini aja sakit! Ini kan gak gede tahu. Lagian aku megangnya juga udah bener kok.” Suara lelaki yang pasti adalah suara Reino terdengar menjawab dengan sewot. “Gak gede gimana? Itu gedeee banget! Mana panjang pula. Kalau dipaksain masuk ya bakalan sakit. Lagian emang Mas-nya bisa gitu masukin ke lubang yang tepat?” Terdengar suara omelan seorang gadis muda. “Lah ya mana aku tahu kalau gak dicoba? Udah sini buruan coba lagi! Berisik deh. Lagian ini salahmu. Makanya aku dibangunin dulu dong kalau mau ngapa-ngapain. Kalau udah gini baru deh protes kesakitan.” Kembali terdengar suara Reino.  Prabawati dan Reina berpandangan semakin keheranan dan semakin khawatir. Prabawati bahkan mencengkeram erat tangan Reina membuat putrinya meringis kesakitan. “Duuh duuh jangan dipaksain ngapa sih? Sakit banget ini! Aaaw aah sakiiiit! Tuuh kan keluar darahnya. Huwaaa Mas jahaaat!” Kemudian malah terdengar isakan si gadis. “Berisik iih. Diem ngapa? Bentar lagi masuk ini kok. Bentar aku coba lagi." “Whaaat??? Aku gak mauuu, huwaaa ini sakiiitt banget. Cabuuut dong! Itu darahnya tambah banyak.” Suara gadis tadi semakin terisak dan terdengar semakin keras. Cengkraman Prabawati ke tangan Reina mengeras. Pikiran keduanya sudah melayang ke mana-mana. “Enak aja! Enggak, nanggung ini.” Terdengar suara Reino yang sepertinya semakin memaksa si gadis yang sudah menangis kesakitan untuk pasrah menerima apapun yang dia lakukan. Prabawati dan Reina berpandangan dan terlihat wajah khawatir dari keduanya. Paras mereka memucat. “Ma, kok perasaanku gak enak sih? Dari tadi Mas Reino kenapa ngomongnya rancu gitu? Dibangunin? Gede? Sakit? Darah?” Kata Reina sambil berbisik. “Iya nih. Waah awas aja tuh bocah kalau berani bikin malu mama di rumah sakit ini!” Jawab Prabawati dengan berbisik juga. “Mah, apakah kita mempunyai pikiran yang sama?” Tanya Reina, coba memastikan.  Setelah dari tadi mereka terpaku di depan pintu karena terkesima dengan percakapan 'tidak senonoh' antara Reino dengan seorang gadis - entah siapa itu - akhirnya mereka memutuskan untuk segera masuk sebelum terjadi hal yang memalukan. “Reino Adikusumo! Hentikan apapun yang sedang kamu lakukan pada gadis itu!” Bentakan menggelegar Prabawati yang tiba-tiba membuat Reino dan Jingga kaget. Prabawati dan Reina melihat Reino yang sedang berdiri memunggungi pintu masuk, hingga tidak terlihat jelas apa yang dia lakukan pada si gadis. “Astagfirullah mama apa-apaan sih? Bikin kaget aja! Tuh kan gak jadi masuk deh!” Reino malah mengomeli mamanya yang membuat jantungnya hampir copot. Dengan langkah tergesa, kedua perempuan ibu dan anak itu segera mendekati kasur super nyaman di mana ada Jingga yang matanya memerah karena menangis. “Kamu ngapain anak gadis orang hah? Dari tadi mama dengar percakapan tidak senonoh antara kamu yang memaksa untuk masukin sesuatu!” Prabawati melangkah maju dan dia terkejut saat melihat Jingga yang sesenggukan menangis sambil meringis kesakitan. Reino menunjuk ke arah punggung tangan Jingga. “Emang aku ngapain sih mah? Tadi tuh nih cewek ke kamar mandi gak bangunin aku atau panggil suster. Dia bawa sendiri tuh infusan terus gak tahu gimana jarum infus bisa lepas. Ini aku mau bantuin masukin lagi mah. Gak senonoh di mana sih?” Tanya Reino dengan bingung. Prabawati melihat ke arah Reino dan tangan Jingga bergantian. Memang terlihat punggung tangan Jingga yang sedikit bengkak mungkin karena Reino memaksa memasukkan jarum infus itu. Raut wajah kesakitan masih nampak di wajah sang gadis yang belum dia kenal. Prabawati menarik nafas panjang, tapi penuh kelegaan, kemudian tangannya menjewer telinga Reino dengan kesal! “Kamuuu ya Reino, kamu bukan tenaga kesehatan! Bukan dokter, bukan nakes! Kenapa gak minta tolong perawat untuk yang benerin aja sih? Malah bikin nangis anak gadis orang! Hiiih… “ Semakin gemas Prabawati menjewer telinga Reino. “Duuh, duuh mah, apa-apaan sih? Sakit ini mah, lagian aku bukan anak kecil kok masih dijewer?” Reino melepaskan jeweran sang mama. “Sana minggir kamu, duduk di sofa situ. Reina kamu panggil perawat dulu.” Perintah Prabawati. “Beres mah!” Jawab Reina dengan senyum terkembang di bibirnya. Ditekannya bel emergency untuk memanggil perawat. Tidak butuh waktu lama, seorang perawat sudah hadir dan segera memasang kembali jarum infus itu dengan benar. “Nah, udah beres kan? Gak butuh waktu lama loh Reino. Kamu ini harus hati-hati, anak orang kok yo kamu bikin sakit!” Prabawati mengomeli Reino yang pura-pura tidak dengar. “Nah nduk, sudah terpasang lagi dengan benar nih jarum infusnya. Jangan menangis lagi ya. Reino itu emang kebangetan kok jahilnya!” Prabawati mengusap lembut rambut Jingga yang masih sesenggukan. “Iya mbak, maaf yaa, si Mas Reino mah emang jahil luar biasa kok.” Reina menambahkan. Dia sedang mengira umur gadis yang sedang sesenggukan di ranjang di depannya ini. Sepertinya masih sangat muda. Mungkin baru lulus SMA atau kuliah di semester awal. “Oiya, siapa namamu cah ayu?” Tanya Prabawati seperti mendapatkan mainan baru. “Jingga, tante.” “Tapi ngomong-ngomong ya, kenapa Mas Reino bisa satu mobil sama Mbak Jingga? Saya tahu hampir semua gadis yang dekat dengan Mas Reino, dan baru kali ini saya lihat Mbak Jingga.” Reina mengajukan pertanyaan. Dia melihat ke arah Reino dan Jingga bergantian. “Nah kalau itu silakan tanya ke tuh cewek. Aku cari angin dulu. Dikelilingi makhluk berjenis kelamin perempuan semua, yang ada aku bakalan kalian bully.” Reino berdiri dan melangkah ke pintu.  Sebelum membuka pintu sang mama menyeletuk iseng, “Angin kok dicari, ntar masuk angin baru deh ngerasain. Cari tuh istri! Mama suka gadis ini, kamu masih gadis kan ya nduk? Belum nikah kan? Jadi mantu tante mau yaa?!” Mata Prabawati berbinar bahagia. Reino menepuk keningnya dengan malu dan langsung saja melangkah cepat meninggalkan mereka bertiga. Sedangkan Jingga?? Gadis itu hanya mampu menatap heran sosok perempuan berusia pertengahan lima puluh dan meringis. Fantas sajah tuh mas-mas nyentrik, emaknya aja kayak gini. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD