4. Almost 3 Years

1243 Words
Melissa melemparkan tubuh rampingnya di ranjang. Hari ini memang sangat melelahkan baginya. Seharian penuh dia berada di Mall hanya untuk mencari kado yang pas untuk ultah mamanya lusa. Andai saja Lexa tadi menemani, mungkin saat ini Melissa sudah menangis terisak karena menonton drama korea favoritnya. Cinderella's stepsister. LEXA. Ngomong-ngomong cewek berparas cantik itu belum pulang. Jam sudah menunjukkan pukul 9 malam. Kemana nih anak. Melissa segera terduduk, mencari keberadaan ponselnya. Dan setelah menemukannya, Melissa menekan tombol telepon pada kontak Lexa. "Lexa, kok lo belum pulang ?" Tanya Melissa setelah suara seberang ber-halo. "Lembur Mel, lo udah makan ?" Suara disana terdengar santai. "Lembur kerja ?" "Iya, Kerjain tugas, di asrama Oliv, mau gue beliin makan saat pulang ?" "Oh, beneran di asrama Oliv ? Lo gak lagi ngelakuin sesuatu yang--" "DEMI TUHAN ENGGAK MELL." Suara diseberang terdengar sungguh keras hingga Melissa menjauhkan ponselnya beberapa senti dari telinga. "Oliv, ngomong gih, sama Melissa biar dia percaya." Suruh Lexa diseberang. "Oliv ?" Panggil Melissa memastikan. "Iya, ini gue Oliv Mel, Lexa emang lagi di asrama gue. Sekalian dia mau pinjem baju katanya." "Oh, oke. Thanks Oliv, gue tutup ya telponnya." Tut. Melissa bernapas lega. Lexa memang bersama Oliv. Satu-satunya temen cewek Lexa yang Melissa suka dan percaya. Oliv gak akan berpengaruh buruk pada Lexa. See, Oliv rada cupu dan gak neko-neko. Meskipun dari kalangan keluarga yang berada, tapi penampilan Oliv sederhana. Belum lagi asrama Oliv hanya berjarak beberapa blok dari asrama Lexa dan Melissa. Melissa menatap langit-langit di kamarnya. matanya terpejam. Mulutnya menggumam. "Don't worry Lucas. Cewek lo aman." **** Lexa kembali membenarkan rambutnya sambil mengaca di toilet kampusnya. Di belakang Lexa ada Melissa yang tak jengah mengamati penampilan Lexa hari ini. Untuk pertama kalinya dalam hampir 3 tahun, Lexa memakai baju sedikit berwarna. Selain abu-abu. "Gimana Mel, penampilan gue ?" tanya Lexa untuk ketiga kalinya. "Lexa, lo cantik, meskipun lo cuma pake beha sama sidi doang." Melissa terkekeh. "Mel, gue nanya beneran." "Gue juga jawab beneran. Lo cantik, Lexa." Melissa berjalan mendekati Lexa. Tangannya meraih sesuatu di dalam sakunya. Ini sudah saatnya. Melissa menyematkan pin mawar biru tua di baju Lexa. Warna yang senada dengan rok midi span yang dikenakan Lexa. Lexa tersenyum. Melihat pin itu sejenak. "Thanks. Gue tau kalo pin ini sebenernya lo bawa." "yah, mungkin ini udah saatnya pin itu kembali pada pemiliknya." Melissa tersenyum. "Lo nemuin ini dimana ?" "Di jaket lo yang lo kasih ke gue. It's almost three years after he gave me this pin." "I know." Lexa tersenyum simpul. "Don't ask me the same question please." pinta Lexa dengan wajah memelas. Melissa hanya tersenyum sebentar. Kepalanya tergerak untuk mengangguk. "You can lean on me, too Lexa." "I know that too." Lexa tersenyum. "Kak Angel udah jemput di depan. Penampilan gue beneran sopan kan ya ?" Lexa kembali panik saat menerima sms dari Angel. "Udah cantik. Sono pergi. Good Luck ya. Moga lo keterima kerja." Melissa menyemangati. Setelah semalaman berunding dengan Melissa, akhirnya Lexa mantap untuk mengambil tawaran ini. Karena kata Angel yang sudah 8 tahun bekerja disana, gaji untuk arsitek lumayan besar. Dan tak bisa dipungkiri, Lexa membutuhkan gaji yang lumayan besar itu untuk papanya. **** Seperti yang dibayangkan Lexa. Kantor tempat kerja Angel memang megah dan mewah. Gedung bertuliskan GRASS PROPERTY itu menjulang tinggi. Interior di dalamnya sukses membuat Lexa langsung jatuh hati. Terkesan homie sekali. Seolah memberi kenyamanan pada karyawan Grass Property agar betah dan berprestasi di perusahaan ini. Bahkan lift yang saat ini dinaiki Lexa dan Angelpun tak hentinya membuat Lexa terperangah. Jika biasanya interior lift pada perusahaan hanya kaca atau seperti lift pada umumnya. Dinding lift ini seperti papan tulis. Memang terbuat dari kaca. Tapi sudah nyaris dipenuhi dengan coretan tangan beraneka kalimat. -You can write on me- Begitu tulisan yang terbaca pada dinding lift. Selama menaiki lift, mata Lexa menelusuri dan membaca setiap coretan di dinding lift. Ada yang hanya tanda tangan. Ada nama. Juga beberapa quote bijak. Bahkan ada juga tulisan lain yang menggelikan. -Pak Dylan kok kamu ganteng banget- -Ya ampun lift, buruan napa, gue udah laper- -Liftnya macet. Pak Dylan benerin Liftnya dong- -GILA CEWEK DEPAN GUE SEKSI BANGET- Lexa terkekeh membaca satu persatu tulisan yang bisa dijangkau matanya. Sampai senyumnya lenyap saat menangkap tulisan -Haykal was die here.- Lexa menowel tangan Angel. "Kak ?" Lexa menunjuk tulisan itu. Seketika bulu kuduknya merinding. "Haykal masih idup kok. Jangan horor ah. Cowok yang tadi ngapelin resepsionis, itu Haykal. Jangan ngeri gitu. Ngerinya nanti aja kalo ketemu bos." Lexa manggut-manggut. Syukurlah. Ini kan ceritanya tentang percintaan. Bukan horror. Pintu Lift terbuka. Angel menggandeng tangan Lexa keluar dari lift. Mata Angel langsung menangkap sosok Leo yang sedang duduk manis di depan ruang Meeting. "Kalian dateng juga." Leo berjalan menghampiri Angel. Berhamburan memeluk Angel dan mendaratkan kecupan singkat di bibir Angel. "AHEMM.." Lexa berdehem keras. "Ada cewek jomblo disini, hargain dikit kek." "Yaelah, mau aku cium juga ?" Goda Leo. Lexa seketika menggeleng. Bukannya gak mau. Tapi jangan sampe cowok macam Leo sampai menyentuh Lexa. Leo ganteng sih, tapi kan udah ada yang punya. Dan menurut yang punya, Leo itu terkadang jorok. "Udah selesai meetingnya ?" Angel bertanya. Mengabaikan kalimat Leo. "Udah baru aja. Ciye, Lexa pake rok span." Leo mengamati Lexa. "udah kayak guru jadi-jadian di film 3gp aja." canda Leo yang langsung membuat kedua mata Lexa menyipit. "Kak Angel, pukulin tuh mulut Mas Leo." Suruh Lexa. "Oke." Dan PLAKK.. Tangan kanan Angel mendarat sempurna di bibir Leo. Gak keras sih. "Kamu mau aku sunat lagi ?" "Kan aku becanda doang sayang. Kan emang jarang adik kecil kita ini pake rok span." Kali ini Angel menyetujui Leo. "Kenapa ? Aneh ya ? Apa aku ganti aja bajunya ?" Lexa mendadak kehilangan rasa percaya dirinya. Bersiap mengambil sesuatu dari tas ransel merahnya. "Lah, Lexa. kok kamu bawa ransel merah kamu." Pekik angel pelan. "Emang kenapa kak ?" "Lexa, kamu udah dandan cantik masak kamu bawa ransel sih." "Emang kenapa kak ?" Lexa mengulang kalimatnya. Bingung maksud Angel, apa salahnya sih bawa ranselnya. "Gak apa sayang, tinggal tuker tas kamu kan bisa." Saran Leo langsung membuat binar di mata Angel. "Eh Dylan telpon. Halo ? Iya ini udah dateng. Lo udah kelar telpon pentingnya ? Oke gue suruh dia masuk." "Nah, masuk gih sama Leo, Kak Angel mau balik ke labirin tempat kerja kakak. Good Luck adek kecil." Angel memeluk Lexa sejenak. Kemudian berlalu meninggalkan Leo dan Lexa. "Yuk masuk." "Bentar deh Mas. Kok aku jadi takut ya. Apa gak jadi aja gimana ? Aku pulang aja ya ?" "lah kok pulang sih ? Kamu mau aku dipecat ? Tenang aja, Bos ini baik kok. Gak galak. Ganteng juga. Yah mungkin agak kurang waras. Tapi dia gini." Leo mengangkat kedua jempolnya. HAH? Kurang waras ? Manusia kurang waras macam apa yang jadi bos ? **** Pintu ruang meeting itu terbuka. Sosok pria yang sedang duduk di salah satu kursi meja meeting menatap tajam ke arah pintu. Melihat siapa yang datang. Leo. "Lama amet lo, tinggal buka pintu doang." Seru cowok itu sebelum pandangannya kembali terarah pada macbook di hadapannya. Leo berjalan santai memasuki ruang meeting. "Yaleah yang penting gue udah masuk kali." "yaudah, mana yang desain ?" Kata Dylan masih menatap macbooknya. "nih." Niatnya tangan Leo menunjuk ke sampingnya. Tapi apa yang dia lihat ? tak ada siapapun di sampingnya. "LAH." **** Lah, Hayoo ada yang tau dimana Lexa ? A. Kabur. B. "Kabur" C. Kabur !!! D. Kabur ??? E. Gak lah masak Lexa kabur Boleh kok kalo mau kasih bintang apa komen
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD