Depresi

3157 Words
Jakarta, Indonesia 20.15 PM "Masa, sih?" "Iyalah, si Nino badan aja berotot. Masa sama kecoa takut." Suara tawa lepas terdengar menggema di ruang keluarga. Chika menatap dari lantai atas dan menyaksikan langsung seorang Keyra yang kini telah ceria kembali. Dari yang tadinya murung dan suram, berubah menjadi ceria seakan bebannya terangkat begitu saja. Namun keceriaan Keyra itu malah membuat Chika takut. Pasalnya, Keyra dapat tertawa lepas dan ceria kembali jika hanya ada laki-laki itu saja. Laki-laki yang dulu menolong Keyra saat kecelakaan. Laki-laki yang Kevin percayakan dan banggakan. Namun tidak untuk Chika. Sebagai seorang Psikolog Profesional, ia tahu kepribadian orang yang tulus dan juga orang yang ada maunya. Entah kenapa jiwa keibuannya menolak kedekatan Keyra dengan laki-laki tersebut. Chika sangat tahu jika ia memang berterimakasih pada anak itu dan punya hutang budi, hanya saja ia juga tidak menyukai kedekatan mereka. Instingnya mengatakan jika anak itu tidak baik bagi Keyra. Padahal sebelumnya Chika tidak pernah sekalut ini. Chika juga tidak bisa mengandalkan Kevin untuk terus menemani adiknya dirumah. Anak laki-lakinya itu sangat sibuk. sekarang pun Kevin masih berada di Rumah Sakit untuk mengecek pasien-pasiennya. Begitu juga dengan dirinya dan Dirga. Semua orang di rumah ini yang dekat dengan Keyra mempunyai kehidupannya sendiri. Mereka tidak bisa dua puluh empat jam terus mengasuh gadis itu. Jadi kadang kala Keyra hanya akan berdiam diri di kamar seharian bersama kesendiriannya. "Si Didi lebih parah. Masa kecoa disebut anjing." Keyra kembali tertawa. "Kalau kecoa udah terbang, dia namanya bukan kecoa lagi. Bisa anjing, kambing, setan." Mereka berdua kembali tertawa bersama. Tanpa Keyra sendiri sadari jika sedari tadi Chika terus memperhatikannya diam-diam dari jauh. Mengamati pola perubahan putrinya yang sebelum-sebelumnya selalu dikamar dan menyendiri kini berubah seratus delapan puluh derajat. Sepertinya Keyra sangat mempercayai laki-laki itu. Karena biasanya gadis ini tidak gampang cepat akrab dengan orang baru. Terutama laki-laki. "Bun." Chika mengerjap, ia sedikit terkejut saat tiba-tiba ada orang yang menepuk pundak nya dari belakang. "Ayah ngagetin aja!" tegur Chika. Ia kembali menatap Keyra. "Lagi liatin apa, si?" tanya Dirga. "Anak kita." Dirga ikut melihat kebawah. "Khawatir, ya?" Chika mengangguk. "Aku ngerasa kalau anak laki-laki itu... tidak baik untuk Keyra. Ada rasa mengganjal, dan entah kenapa aku ngerasa gak rela aja gitu liat Keyra deket banget sama dia." "Hm, Aku juga." Chika menatap Dirga yang tengah melingkarkan tangan dipinggangnya. "Kamu juga ngerasa, kan?" "Iya." Dirga menghela nafas. "Tapi tidak apa-apa, selama Keyra tidak disakiti sama dia, kita biarkan saja. Karena sisi positif nya anak kita bisa kembali ceria dan tidak murung terus dikamarnya." Chika ingin menyanggah namun ia urungkan saat Keyra tiba-tiba memanggil nya dari bawah. Chika menatap Keyra yang ternyata tengah menatap nya juga. Gadis itu sudah menyadari kehadirannya ternyata. "Bunda sama Ayah ngapain disitu?" tanya Keyra. Chika dan Dirga tersenyum. "Tidak apa-apa, sayang. Kita tadi denger suara ketawa kamu gede banget. Kita kan penasaran, kirain kesurupan," ucap Chika dengan nada becanda. Keyra terkekeh. "Abisnya Serkan ngelucu terus, Bun." Cika ikut terkekeh. "Emangnya Serkan badut?" "Iya, Dia jelek kayak badut." "Enak aja!" Keyra tertawa saat Serkan mencubit pipi nya dengan wajah dongkol. Laki-laki itu tidak terima saat dirinya dikatai jelek seperti badut. "Dasar badut!" Serkan melotot ketika Keyra meledeknya lagi. Dia kembali menarik kedua pipi Keyra lalu tertawa. Chika dan Dirga berjalan menuruni tangga dan menghampiri Keyra juga Serkan yang masih asik cubit-cubitan. Hubungan mereka semakin erat satu tahun belakangan ini. Bahkan Keyra akan lebih memilih mengobrol dengan Serkan daripada Anin. Padahal Anin setiap hari selalu menjenguk Keyra, namun gadis itu enggan menemui Anin. Tapi pada saat ada Serkan, Keyra akan semangat keluar dan berbincang hingga malam dengan laki-laki itu. Membicarakan apapun yang tak penting hingga curhat berkepanjangan. Ada rasa kekhawatiran jika Keyra akan menganggap Serkan adalah Garka. Takutnya, Keyra melihat sosok serkan ini sebagai Garka. Mengingat patah hatinya gadis ini saat mendengar orang tercintanya menghilang. Gampang sekali tempat itu terganti saat ada seseorang yang sangat mirip sifatnya dengan Garka. "Kamu sendiri emangnya cantik?" tanya Chika sambil terkekeh jahil. Keyra mengerucutkan bibirnya kesal. "Key emang cantik!" Serkan tertawa. "Siapa yang bilang?" "Garka!" pekik Keyra tanpa sadar. Terucap begitu saja seakan bukan hal yang tabu untuk sekarang dibahas. Seketika keadaan hening. Serkan menghentikan tawanya dan berganti menjadi datar sedangkan Chika dan Dirga meringis pelan. Keyra seketika langsung tersadar akan apa yang ia ucapkan. Ia membekap mulutnya lalu matanya berkaca-kaca. "G-Garka yang b-bilang Key... cantik." Serkan menghela nafas. Ia menarik Keyra kedalam pelukannya. Tidak peduli disana ada Chika dan juga Dirga. Selama satu tahun ini, Serkan lah yang selalu berhasil mengusir pergi rasa trauma dan depresi Keyra. Menjadi sosok pahlawan yang menyelimuti kehampaan Keyra dengan segala daya tarik dan kelakuan hangatnya. Meluluhkan hati gadis itu hingga bergantung padanya seperti ini. "Jangan nangis. Lo cantik, kok. Dan itu kata gue, lo cantik banget." Keyra memejamkan matanya. Hatinya teriris saat kembali mengingat Garka. Hampir saja ia melupakan tambatan hatinya yang tengah hilang tanpa kabar. Seakan kembali tertarik ke dunia nyata, menerima kenyataan pahit yang sudah satu tahun ia telan bulat-bulat. "Key pengen tidur," ucapnya lemah. Serkan melepaskan pelukannya, ia menghapus sisa air mata di pipi Keyra lalu menatap Chika. "Keyra pengen istirahat, Tante." Chika mengangguk, ia langsung membawa Keyra ke kamarnya menyisakan Dirga dan Serkan di ruang keluarga. Canggung mendominasi disana. Selama dengannya, Dirga jarang berbicara. "Kalau gitu Serkan pamit ya, Om. Udah malem juga." Dirga mengangguk. Saat Serkan hendak berbalik untuk keluar dari rumah Keyra, Dirga kembali memanggilnya. "Serkan!" Serkan berbalik. "Ya, Om?" Dirga menatap Serkan serius. "Saya sangat berterimakasih selama ini kamu mau mengurus Keyra dan depresinya," ucap laki-laki berwibawa itu. "Tapi, rasa terimakasih saya bisa lenyap jika kamu juga melenyapkan kepercayaan yang Kevin dan saya tanamkan pada kamu," lanjutnya. Kening Serkan berkerut. "Maksud, Om?" "Jika kamu berani menyakiti Keyra, saya tidak akan tinggal diam." *** "Lo semua mau pada nginep disini?" "Iya. Mumpung libur, sekali-kali gue nginep di distro," ucap Aldi yang menjawab pertanyaan Dami. Ilo berseru setuju. "Sekalian gue pengen ngenang masa-masa indah dulu bareng Ketua." Dami yang baru saja hendak pergi keluar mengurungkan niatnya. Ia jadi ikut akan menginap saat tahu sahabat-sahabat nya juga menginap disini. Biasanya jika Garka ada, mereka akan dimarahi habis-habisan dan disuruh pulang. Katanya selagi masih mempunyai keluarga, mereka harus pulang. Dami terkekeh pelan mengingat masa itu. Padahal Ketuanya itu tidak mengaca, dari kelima pengurus zeus, Garka lah yang sering menginap di distro sendirian. Daripada pulang ke apartment nya, Garka lebih nyaman tidur di Distro. Saat ditanya kenapa, Garka akan menjawab jika Distro sudah seperti rumahnya. Garka juga mempunyai kebiasaan aneh, ia suka memajang Lambang Geng Zeus di atas langit-langit kamarnya. Tentu dengan design yang tidak sembarangan. Saat kembali ditanya kenapa, Garka akan menjawab jika menatap lambang itu ia akan teringat dengan tanggung jawabnya. Seperti yang terpasang di langit-langit Distro. Ada di ruang pemotretan dan juga kamar tidur. Setiap inci kebiasaan Garka seakan terekam jelas di tempat ini. Zeus benar-benar sudah seperti keluarga untuk Garka. Karena disaat dia terpuruk dulu, Zeus lah yang membuatnya bangkit hingga dipuja seperti sekarang. Ada keluarga yang menerimanya disaat keluarga utamanya tidak. Itulah kenapa Garka sangat ingin mempertahankan Zeus dan loyal pada anggota lainnya. Garka berperan lebih dari hebat menjadi Ketua mereka. "Eh, Iden mana?" tanya Dami saat menyadari jika manusia es itu tidak ada disana. Dia menoleh kesana-kemari karena biasanya Aiden akan duduk diatas sofa sambil memangku laptop. Ilo yang tengah berfokus pada PS nya menjawab. "Ruang pemotretan." Ia sempat melihat Aiden masuk kesana sendirian dengan wajah murung. Ilo tidak membuntuti Aiden karena merasa bahwa sahabatnya itu butuh ruang untuk sendiri bersama kenangan Garka. Dami mengangguk. Ia berjalan menuju ruang pemotretan yang sudah lama tidak terpakai. Ruangan itu masih sama seperti dulu, tidak ada yang berubah sedikitpun. Bahkan kamera kesayangan Garka yang diberikan Gevan masih kokoh tersimpan di tempatnya. Tidak tergeser seinci pun. Ruangan itu juga selalu bersih karena Aiden menyuruh seseorang untuk terus membersihkan tempat tersebut secara rutin. Aiden bilang jika Garka kembali nanti, ia bisa-bisa mengamuk saat melihat ruang pemotretan yang kotor dan tidak terurus. Dami hanya bisa tersenyum mendengarnya, Kepercayaan Aiden sangat kuat. Aiden selalu yakin jika Garka memang akan kembali. Padahal, dirinya sudah hampir menyerah. Sudah akan pasrah jika tidak mengingat ada Aiden yang selalu berjuang dengan harapannya. "Den?" Terlihat Aiden terkejut di tempatnya berdiri. Dapat Dami lihat di kegelapan jika laki-laki es itu seperti tengah memandangi sesuatu dengan tatapan kosong. Aiden tidak menyadari kehadiran Damian sebelumnya, ia terlalu larut masuk kedalam pikirannya sendiri. "Lo ngapain disini? Gelap-gelapan lagi, awas kesurupan repot lo," ucap Dami sembari menyalakan lampu utama ruang itu. Kini nampak jelas semuanya, ruangan tersebut terang menampakkan semua benda yang masih utuh ditempatnya. Ternyata Aiden tengah berdiri di depan bingkai foto yang memperlihatkan mereka berlima dengan distro ini sebagai latarnya. Ah, Dami ingat foto itu. Foto dengan bingkai besar di ruangan tersebut diambil saat Garka pertama kali diangkat sebagai ketua Zeus dan diberikan tanggung jawab untuk mengelola Distro ini. Saat itu meskipun wajah Garka sangat datar, namun dapat Dami rasakan kebahagiaan besar terpancar diwajah ketuanya. Aura bahagia tak bisa disembunyikan sekeras apapun Garka melakukannya. Ibaratnya, Garka itu seperti malu-malu kucing. Dulu Garka selalu dipuji oleh senior Zeus karena karisma nya yang kental. Respon Garka hanya akan tersenyum tipis dan mengucapkan terimakasih, padahal aslinya Garka selalu kepikiran. "Kangen bentrok gue," ucap Dami memecah keheningan. Ia kini berada disamping Aiden. Sama-sama memandang kedalam potret indah didepannya. Tersenyum tipis merasa ingin mengulangi momen tersebut setidaknya satu kali saja. "Serkan masih deket sama Keyra?" Dami menghela nafas. Raut wajah damainya berubah seketika. alisnya bertaut tak suka. "Gak usah dibahas, lah. Benci gue sama tuh cewek." Aiden terkekeh pelan. "Dia punya Garka, Dam. Inget kan?" "Gue inget! Tapi yang paling gue inget waktu si Keyra belain Serkan yang jelas-jelas musuh kita! Enek gue liatnya!" "Keyra cuman ngerasa balas budi aja." Dami berdecak kesal. Aiden selalu saja berpikir positif. Padahal jelas-jelas waktu itu Keyra bilang jika Serkan sudah berubah dan berbeda dengan mereka. Apalagi saat Keyra berkata Serkan orang yang baik. Cih, mengingatnya saja membuat Dami muak! Flashback on Satu tahun sebelumnya. "KEYRA!!" "Ebuset!" Seorang gadis yang tengah duduk diranjang terkejut hebat. Hampir saja ia melemparkan tiang infus ke pelaku yang baru saja menggebrak pintu dan berteriak kencang itu. "KEYRA!! HUAAAA!!! LO KENAPA BISA KETABRAK GINI SI, HAH?!! LO ABIS NGAPAIN?!! UNTUNG LO SELAMAT, KALAU MATI GIMANA?!!" Keyra memukul lengan Anin saat sahabatnya itu memeluknya terlalu erat. Luka yang ada ditubuhnya masih basah dan itu terasa sakit. Hampir di sebagian tubuhnya luka itu tertoreh, sangat sakit dan perih. "Aduh, Nin! Lepasin dulu, woy! Ini yang ada gue mati karena lo peluk terlalu erat!!" Anin melepaskan pelukannya. Dilihat wajah Anin basah karena tangisan. Keyra meringis lalu mengusap pipi sahabatnya itu. Menenangkannya dan membuatnya percaya jika ia sudah baik-baik saja sekarang. "Gue baik-baik aja, kok. Lo gak usah nangis, jelek tau!" Anin malah semakin keras menangis. Keyra gelagapan, Namun untungnya ia terselamatkan saat melihat ada Riri, Mona, dan juga Pengurus inti Zeus yang masuk kedalam ruangan. Mereka satu per satu masuk lalu berdiri di samping ranjang Keyra. Semuanya masih dalam keadaan berseragam. Seketika tangis Anin berhenti, tapi masih terdengar isakan kecil. Wajar saja, siapa yang tidak sedih mendengar sahabat tersayang nya masuk rumah sakit dalam keadaan penuh luka? "Key lo gapapa— Aduh!!" Keyra terkekeh saat melihat Dami kepalanya dipukul oleh Aldi. "Gapapa muka lo mirip jamban! Lo gak liat dia luka-luka?!" Dami meringis. Ia tersenyum pada Keyra. "Sorry, gue kan refleks." Keyra tersenyum. "Gue udah gapapa, kok. Tinggal penyembuhan aja." Mereka semua mengangguk. Aiden meneliksik tubuh Keyra, mata tajamnya berhenti di kedua kaki gadis itu yang di gips. "Kaki lo?" Keyra menatap Aiden yang tengah menatap kaki nya. "Ah, ini. Kaki gue cuman lumpuh sementara karena patah tulang. Tapi bisa sembuh, kok. Asal gue rajin terapi aja." Mereka lagi-lagi hanya mengangguk. "Oh, iya. Keyra, lo ditabrak sama siapa? Di sekolah udah heboh, tapi pihak polisi sama sekolah tutup-tutupi kasus ini. Jadi kita semua gak tahu pelakunya siapa," ucap Riri penasaran. Keyra meringis. Ia menatap seluruh orang diruangan itu yang kini menatapnya serius. Sebelumnya ia juga sudah menghadapi situasi ini saat berhadapan dengan Ayah, Bunda, dan Abang nya. Saat ditanya oleh Dirga siapa yang melakukannya, Keyra tidak langsung menjawab. Namun atas bujuk rayu lemah lembut Chika, Keyra akhirnya angkat bicara. Keyra dan keluarganya sepakat untuk tidak menyebarkan info penabrakan ini. Demi kebaikan Keyra dan juga privasinya. Jadi baru sedikit orang yang tahu jelas insiden ini, bahkan sahabat-sahabat Keyra pun belum tahu. "K-kania sama Ando." "Anjing!" "b*****t!" "Halah si b*****t!" Banyak u*****n kasar terbit dibibir masing-masing yang mendengarnya. Keyra menggigit bibir bawahnya dan menunduk. "Kita harus kasih pelajaran ke si Ando b*****t!" ucap Dami menggebu-gebu dan diangguki oleh Aldi juga Ilo. "Kita harus siksa si Kanianjing!" itu kata Anin yang disetujui oleh Riri. Keyra meneguk ludah nya lalu mendongak. "Tapi kata Bunda sama Ayah, mereka udah diurus, kok. Kalian gak perlu ngapa-ngapain mereka lagi." "Eh, serius lo?" tanya Anin. Keyra mengangguk. "Iya, duarius gue." "Syukurlah." Ruangan VVIP yang tadinya sepi itu mendadak ramai. Untung saja ruangan itu sangat luas, jadi sebanyak apapun mahluk-mahluk seperti ini berdatangan pun masih muat. Ruang pintu VVIP tiba-tiba terbuka dari luar. Semuanya kompak menoleh kearah sana. Seketika raut wajah lawak Dami, Aldi, dan Ilo berubah menjadi marah. Aiden? Jangan ditanya, wajahnya tetap saja datar sedari awal masuk keruangan ini. "Ngapain lo disini?!" Suara Aldi yang pertama menyahut. Sangat tidak bersahabat dan mengandung ancaman. "s****n! Berani lo nampakin diri disini, hah?! Mau mati lo?!" ucap Ilo terlampau keras. "Mumpung dirumah sakit, mau dibikin babak belur atau mati sekalian?!" suara Dami memecah ruangan itu. "Kalian apa-apaan, si!!" Semuanya sekarang kompak menoleh ke arah Keyra dengan tatapan terkejut. Raut wajah gadis itu seakan tidak terima? "Dia orang yang udah nolongin gue tau." "HAH?!!" Terlihat wajah Serkan yang tengah menyeringai puas ditempatnya berdiri. Ia sebenarnya tidak terlalu terkejut saat mengunjungi Keyra ada anak Zeus seperti sekarang ini. Karena mau bagaimanapun mereka menjelek-jelekkan Serkan, Keyra akan tetap membelanya. "Key, lo tau kan dia anak Rajawali?! Dia musuh Zeus, Key!!" Keyra mengangguki ucapan Damian. Serkan sudah menceritakan tentang dirinya. Tentang laki-laki itu yang bersekolah di SMA Rajawali dan bahkan tentang Geng nya. Awalnya Keyra terkejut saat tahu jika geng yang Serkan pimpinlah yang selalu bentrok dengan Geng yang Garka pimpin. Namun saat ia mendengar penjelasan Serkan yang bilang jika semuanya telah berubah semenjak Garka pergi, ia mulai luluh. Apalagi sikap Serkan terhadapnya yang selama ini cukup baik kepadanya. Rasa hutang budinya pun membuat Keyra merasa jika Serkan memang anak baik. Untuk itu, ia menjadikan Serkan sebagai sahabatnya tanpa rasa ragu. "Key, dia musuh Garka!" bentak Aldi tak habis pikir. "Dia udah berubah, Kak!" "Berubah?! Hah! Ular kayak dia gak mungkin berubah, Key! Sekalinya berbisa tetep berbisa!" Keyra menatap Aldi tajam. "Terserah lo, kak. Gue yakin kalau Serkan udah berubah!" ucapnya sambil melirik Serkan yang kini tengah berdiri tak jauh dari pintu. Laki-laki itu menyaksikan perdebatan ini dalam diam, melihat gadis bodoh yang malah membela musuh dari kekasihnya. "Key— Garka bakal kecewa kalau tau lo deket sama musuh nya!" ucap Dami putus asa. Ia merasa telah gagal menjaga Keyra dan kini ia juga gagal menjauhkan Keyra dari Bahaya. "Lo gak tau apapun. Dia berjasa buat gue," ucap Keyra tegas. Wajahnya berubah menjadi merah, keringat pun mulai mengucur di lehernya. "Lo yang gak tau apapun, Key. Dia ini berbahaya, dia jahat, Key," ucap Ilo tajam. "Pergi." "Key?" kini Anin yang angkat bicara. "PERGI! KALIAN PERGI DARI SINI!!" Mereka semua menatap tak percaya kepada Keyra. Apalagi saat Keyra meminta Serkan untuk mengusir mereka semua. Mau tak mau mereka harus pergi dari sana. Aiden tak dapat menahan diri saat melihat senyuman kemenangan yang dilayangkan Serkan kepadanya. Tanpa basa-basi ia langsung melayangkan pukulannya ke rahang Serkan membuat laki-laki itu terjengkang ke belakang. "SERKAN!" itu teriakan Keyra. Dami menahan Aiden yang akan memukul Serkan lagi dengan pandangan nyalang. Baru kali ini laki-laki es itu kelepasan. "SELAMA INI KALIAN LAH YANG BERBAHAYA BUAT GUE!! CEPET PERGI!!! AAHHH!!!" Keyra berteriak diranjang nya dengan histeris sambil menjambak rambutnya. Serkan segera menghampiri Keyra dan menenangkannya dengan cara memeluknya. Serkan membisiki kata-kata penenang agar gadis itu depresinya tidak kambuh. Saat Anin hendak menghampiri Keyra, Aiden menahannya lalu menarik tangan gadis itu untuk segera pergi. Terlihat raut wajah terluka Anin dan juga yang lainnya. Setelah kejadian itulah hubungan persahabatan Anin, Riri, Mona, dan Keyra retak. Kedekatannya dengan anggota inti Zeus pun rusak. Setiap Anin datang kerumah Keyra, gadis itu akan mengunci kamarnya dan tidak mau keluar. Seakan-akan Keyra memang membenci sahabatnya itu. Kenapa Keyra seperti ini? Entahlah, emosinya sedang tidak stabil. Setelah kejadian yang melibatkan Ando tempo hari, trauma masa kecil Keyra kembali meluap mengakibatkan dia depresi ringan. Dan kini Keyra benar-benar depresi. Hanya Serkan lah yang dapat menyembuhkannya. Flashback Off "s****n! Harusnya waktu itu gue gak nahan lo, Den. Biarin aja tuh si Bagong mati kena amukan lo," ucap Dami menggebu-gebu. "Kesel gue. Coba kalau Garka ngijinin kita nyerang. Udah gue penggal tuh si Bagong," lanjutnya. Aiden tersenyum tipis. Ia juga masih heran kenapa ia bisa kelepasan seperti itu. Entah karena muak melihat wajah menyebalkan Serkan atau ia benci melihat orang-orang yang ia pedulikan tersakiti. "Semingu lagi masuk sekolah," ucap Dami. Aiden hanya berdehem. "Gak kerasa ya kita udah kelas dua belas aja." Lagi-lagi Aiden hanya berdehem. "Ulangan kemarin Garka gak ikut. Mungkin kalau ikut dia bakalan jadi juara umum lagi ngalahin lo," ucap Dami sambil terkekeh. Memang, kini mereka tengah menjalani liburan panjang setelah kenaikan kelas. Juara umum yang biasa nya di pegang Garka kini beralih ke Aiden yang sebelumnya juara umum kedua. Banyak yang telah dilalui selama Garka tidak ada. Selain Keyra yang depresi dan juga berkurangnya anggota Zeus, Kania dan Ando dinyatakan bersalah atas kasus Keyra. Karena Ando dan Kania masih remaja, mereka akhirnya memutuskan untuk menyelesaikannya secara kekeluargaan. Dirga dan Chika sebenarnya keberatan, hanya saja itu permintaan Keyra. Keyra juga membeberkan fakta jika selama ini ia diancam oleh Kania dengan menggunakan foto t*******g sahabatnya agar ia menurut. Saat ditanya foto siapa, Keyra menjawab jika itu foto Mona sahabatnya. Keyra membeberkan semuanya dihadapan kepala sekolah, guru wali kelas, guru BK, dan juga orang tua yang bersangkutan. Yang membuat Keyra kaget adalah saat Kania ditampar oleh Papanya sendiri dan disuruh paksa meminta maaf pada Mona. Wajah Papanya Kania saat itu sangat ketakutan. Setelah di telusuri, ternyata Papanya Mona adalah bos dari Papanya Kania. Posisinya sebagai General Manager di perusahaan milik Papanya Mona terancam dicabut. Untung saja dengan berbaik hati Mona mau memaafkan Kania walaupun Papanya Mona sangat keberatan. Mona adalah gadis pemalu dan introvert, Papanya sangat menyayanginya. Namun Mona tidak pernah membuka statusnya sebagai anak dari pengusaha sukses. Ia sangat rendah hati. Sebenarnya masih banyak lagi hal-hal yang kini sudah terungkap. Hanya saja, kita tidak bisa menjelaskannya satu persatu. "Gue yakin, Garka bakal balik," ucap Aiden pelan. "Garka bakal benerin semua kekacauan ini."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD