8. Masa Lalu - Shameless Women 2 ?

1315 Words
Langit koto Zuric saat ini sangat cerah, walaupun musim panas suhu kota itu tetap sejuk bagi Ceyda yang biasa tinggal di daerah tropis. Setelah wisuda tiga bulan yang lalu Ceyda masih berada di negara indah itu, ada proyek penelitian dan Ceyda masuk ke dalam tim itu, proyek itu masih sedang berjalan, sehingga Ceyda tetap berada di Zurich sampai proyek itu selesai, sebenarnya Ceyda ingin mencari pekerjaan di negara ini, ya, tujuannya tentu saja Aldrik, Ceyda ingin selalu dekat dengan Aldrik, walaupun arti kata dekat bagi Ceyda sudah cukup berada pada negara yang sama dengan pria itu. Bila Ceyda tidak bisa menahan rindunya gadis itu bisa dengan mudah menemuai Aldrik, seperti saat sekarang ini, Ceyda sedang menatap gedung tinggi di depannya, tempat Aldrik bekerja, Lutolf Corp. Ini bukan kali pertama Ceyda menginjakan kakinya di Lutolf Corp, sudah beberapa kali Ceyda mengunjungi kantor yang satu gedung dengan Lutolf Hotel itu, namun Ceyda tidak pernah berhasil menemui Aldrik, begitu banyak alasan penolakan yang di berikan resepsionis pada gadis itu, dan tentu saja Ceyda tahu itu adalah perintah langsung dari Aldri, namun kali ini Ceyda datang ke Lutolf Corp untuk bertemu dengan Adam Lutolf, ayah dari Aldrik. Ceyda ingin berpamitan langsung dengan Adam. Gadis itu akan kembali ke Indonesia. Ceyda bukannya lelah dengan sikap Aldrik yang tidak pernah menganggap dia ada, Ceyda hanya ingin memberi ruang pada Aldrik, bagaimana perasaan pria itu saat Ceyda tidak lagi mengganggunya. Tentu saja Ceyda berharap Aldrik akan merasa kehilangan saat dia pergi, walaupun harapan itu terlalu tinggi untuk Ceyda gapai, namun Ceyda tetap saja berharap tinggi pada hal itu. Ceyda menekan tombol lift, tujuannya adalah lantai paling atas, ruang kerja Adam, Adam menyuruh Ceyda untuk ke ruangannya dan dianatar langsung oleh security, sesampai di lantai atas Ceyda di sambut oleh sekretaris Adam yang tersenyum ramah padanya. “Nona Ceyda, silahkan masuk, sudah di tunggu pak Adam di dalam.” Wajah wanita yang sepertinya berusia tiga puluhan itu dengan ramah, lalu membukakan pintu ruangan Adam untuk Ceyda. “Terimakasih.” Balas Ceyda tersenyum hangat, Ceyda lalu masuk ke dalam ruangan itu, Adam berdiri dari kursi kerjanya saat Ceyda masuk ke dalam. “Assalammualaikum Om.” Sapa Ceyda lalu mencium tangan Adam. “Walaikumsalam, Ceyda apa kabarnya ? Selepas wisuda Om jarang bertemu dengan Ceyda.” Ucap Adam sembari mempersilahkan Ceyda untuk duduk. “Alhamdulillah Ceyda sehat Om, kemaren ini Ceyda ikut proyek penelitian, jadi lebih sering keluar kota, Om sehat ?” tanya Ceyda balik. “Alhamdulillah Om sehat, sejak Aldrik bekerja di sini, waktu Om jadi lebih santai.” Ceyda tersenyum mendengar ucapan Adam, nama Aldrik yang diucapkan oleh orang lain saja sudah membuat jantung Ceyda berdebar. “Tadinya Ceyda mau ke rumah Om, tapi tante Hanin ternyata masih di Indonesia.” Ucap Ceyda. “Ola masih rindu dengan Maminya, jadi Om terpaksa balik sendiri ke Zurich.” balas Adam. “Ceyda ke sini mau pamit Om, besok Ceyda balik ke Indonesia.” Adam mengernyitkan dahinya, sebab Ceyda pernah mengatakan bahwa gadis itu akan mencari pekerjaan di Switzerland. “Bukannya Ceyda mau mencari pekerjaan di sini ?” Ceyda menggigit bibirnya, gadis itu lalu tersenyum getir. “Untuk saat ini Ceyda rindu iklim di Indonesia Om, mungkin suatu saat Ceyda akan kembali lagi ke sini untuk melanjutkan program magister.” Ucap Ceyda. “Bagus kalau begitu, jangan seperti Aldrik, waktu santai anak itu tidak ada, selepas bekerja dia sibuk dengan studi Magisternya.” Adam menghela nafas mengingat putranya yang seakan tidak memiliki waktu santai sedikit pun. “Kak Aldrik ada Om ? Ceyda juga mau pamit ke kak Aldrik.” Ucap Ceyda. “Ada di ruangannya, mau Om panggil ke sini ?” Tanya Adam. “Tidak usah Om, kalau kak Aldrik tidak sibuk, biar Ceyda ke sana.” Ceyda berharap bisa berbicara berdua dengan Aldrik. “Om akan suruh Aline mengantar Ceyda ke ruang Aldrik.” Lalu Adam mengantar Ceyda ke luar. Ceyda berjalan bersama Aline sekretaris Adam menuju ruang Aldrik, letak ruangan itu tidak jauh dari ruangan Adam, sekretaris Aldrik yang sangat cantik dan modis mengusik perhatian Ceyda, pria normal manapun tidak akan mampu menolak pesona wanita cantik itu, dia lebih terlihat seperti seorang model dari pada seorang pegawai kantor. “Apa Pak Aldrik ada di dalam ?” Tanya Aline, wanita cantik itu meneliti Ceyda dari atas sampai bawah. “Heidi !” Ucap Aline karena wanita itu belum menjawab pertanyaannya. “Ada, tapi ada keperluan apa ?” Aline memutar bola matanya mendengar pertanyaan Heidi. “Aku mengantar Nona Ceyda untuk bertemu Pak Aldrik.” ucap Aline. “Ini perintah Pak Adam.” Sambung Aline saat Heidi akan mengeluarkan suara protesnya. “Ayo Nona Ceyda !” Ajak Aline, lalu mereka menjauhi meja Heidi dan berjalan menuju pintu ruangan Aldrik, Aline membuka pintu dan mempersilahkan Ceyda untuk masuk. Heidi tampak kesal melihat sikap Aline yang tersenyum mengejek padanya. “Apa tubuhmu ini belum juga bisa membuat pria itu takluk ?” Ucap Aline sarkas lalu meninggalkan Heidi dengan muka merah menahan emosi. Ceyda hanya berdiri di depan pintu yang baru saja di tutup oleh Aline, tatapan pria di depannya membuat tubuh gadis itu membeku, Aldrik menatap dingin pada Ceyda, gadis itu berkali-kali menarik nafas untuk mengusir rasa gugupnya. Aldrik sama sekali tidak mengeluarkan suara, pria itu tidak mempersilahkan Ceyda untuk duduk atau pun mengusir gadis itu dari ruangannya. Setelah degupan jantung Ceyda mulai stabil, mata gadis itu lalu mengitari ruangan Aldrik, ruangan yang terlihat maskulin karena di d******i oleh waran hitam dan abu-abu, dinding kaca besar yang berada di belakang meja kerja pria itu semakin memberikan kesan lepas dan berjiwa bebas bagi penghuni ruangan itu. “Setidaknya persilahkanlah tamumu untuk duduk kak.” Ucap Ceyda dengan nada sesantai mungkin, lalu berjalan ke sofa tamu melewati Aldrik dan duduk begitu saja, gadis itu mengigit bibir dalamnya menyadari sikap tidak tahu malunya, Aldrik menghembuskan nafas dengan kasar. “Aku tidak mengundangmu ke sini, jadi pergilah.” Ucap Aldrik sambil berjalan ke meja kerjanya. “Ruangan Kakak terlihat nyaman.” Ceyda lalu berdiri, kembali mengitari setiap sudut ruangan dengan matanya, lalu Ceyda berjalan ke arah Aldrik, gadis itu berusahan mengontrol perasaannya yang tidak menentu itu, perasaan yang sama jika dia berhadapan langsung dengan Aldrik. Ceyda berdiri di tepi dinding kaca, kota Zurich terlihat indah dari sana, kota yang akan Ceyda tinggalkan dan entah kapan gadis itu akan kembali lagi ke sana, kota yang akan mengingatkan Ceyda tentang Aldrik Bagaskara Lutolf, pria yang membuat Ceyda gila dengan perasaan cinta sekaligus pria yang menganggap dia tidak berharga. “Pergilah ! aku masih banyak pekerjaan.” Ucap Aldrik dingin sambil memeriksa laporan yang ada di meja kerjanya, Ceyda menghela nafas, lalu memutar tubuhnya menghadap Aldrik yang duduk membelakanginya. “Aku memang akan pergi Kak.” Aldrik menghentikan gerakan penanya saat mendengar ucapan Ceyda. “Aku ke sini mau pamit. Besok aku akan kembali ke Indonesia.” Aldrik meggenggam erat pena di tangannya saat mendengar ucapan Ceyda. Ceyda lalu menghampiri Aldrik dan berdiri di samping pria itu. “Aku hanya akan menunggumu Kak.” Ucap Ceyda lirih. “Selama aku menunggumu, aku berjanji tidak akan mengganggu atau pun mengusikmu, tapi biarkan aku sesekali mengirimkan pesan padamu untuk melepas rasa rinduku.” Aldrik tidak mengalihkan pandangannya dari tumpukan kertas yang ada di depannya, pria itu seakan terlihat tidak peduli dengan ucapan gadis itu, Ceyda menghela nafas lelah. “Jangan lakukan hal yang sia-sia !” Ucap Aldrik tanpa mengalihkan pandangannya. “Aku sudah melakukannya dari sepuluh tahun yang lalu Kak, hal yang kakak anggap sia-sia, tapi itu merupakan harapan besar bagiku.” Lirih Ceyda. “Aku akan menunggu sampai kamu menyerah dan menyadari betapa besar cinta yang aku miliki untukmu kak.” Ceyda lalu menunduk menyamakan posisi kepalanya dengan Aldrik. “Dan jangan lupa, kamu harus bertanggung jawab atas ciuman pertamaku.” Bisik Ceyda, lalu berdiri dan pergi meninggalkan Aldrik di ruangnya. “Ck. Kenapa ada wanita seperti dia ?” umpat Aldrik menyugar kasar rambut rapinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD