9. Masa Lalu - Beloved

1162 Words
Beloved. Aku pikir akan bisa menahan diri untuk tidak menghubungi kamu, ternyata aku tidak bisa, rupanya sesulit itu Kak, sudah tiga bulan lebih aku di sini, mencoba mengalihkan perhatian dengan pekerjaan. Oh iya aku sudah bekerja di pertambangan di daerah Sulawesi, walaupun Papa dan Mama tidak mengizinkan, tapi Kakak tahu sendirikan bagaimana keras kepalanya aku. Bila aku masih belum juga bisa meluluhkan hati kamu kak, aku akan pergi lebih jauh lagi dari sini, ke tempat yang mungkin lebih dekat denganmu, aku akan ke Korea Selatan, tapi kakak jangan cemburu, kakak jauh lebih tampan dari pada opa-opa yang di sana. Apa kamu pernah merindukan aku kak ? Ceyda menekan tombol kirim, gadis itu lalu tersenyum menatap laut biru karena pantulan warna langit siang itu, hari itu Ceyda sedang cuti tiga hari, gadis itu menghabiskan waktunya berlibur di tepi pantai menikmati segarnya kelapa muda dan angin laut yang dia rindukan, seperti biasa Ceyda sudah tahu bahwa pesan yang dia kirim tidak akan pernah di balas oleh Aldrik, tapi rasa pedih di hatinya masih tetap terasa. *** Tidak terasa sudah hampir satu tahun Ceyda berada di Sulawesi, gadis itu pulang ke Jakarta hanya pada saat lebaran, dan setelah itu Ceyda labih memilih menghabiskan waktu senggang di sela waktu kerjanya bertraveling menyusuri garis pantai pulau Sulawesi, bukan karena tanpa sebab, Ceyda ingin menghindari mamanya yang berkeinginan menjodohkan Ceyda dengan laki-laki pilihan mamanya, seorang dokter spesialis mata yang usianya tujuh tahun lebih tua dari Ceyda, Rahayu menjodohkan Ceyda dengan pria itu setelah mengetahui Altherr Bagaskara Lutof telah memiliki kekasih yang akan dia nikahi. Ceyda merebahkan tubuhnya dan menatap langit-langit kamar, kamar sederhana yang gadis itu tempati selama satu tahun di Sulawesi, kamar yang jauh dari fasilitas mewah yang biasa Ceyda nikmati, namun kesederhanaan itu ternyata membuat Ceyda sangat nyaman. Ceyda meraih ponsel yang baru saja berdering, di sana tertulis nama Kiara, sahabat Ceyda dari sekolah menengah pertama. "Assalammualaikum ibu Bidan." Sapa Ceyda, terdengar tawa renyah dari seberang telphon. "Walaikumsalam ibu tambang." Balas Kiara. "Minggu depan gua nyampe Jakarta, awas yah kalau lu ngak ada." Ceyda tertawa mendengar ancama Kiara "Kalau begitu Lu yang ke sini Ki." Ucap Ceyda . "What ? Lu pikir Sulawesi sedekat jari sama upil gua ?" Ceyda semakin terbahak mendengar celotehan Kiara. "Lu pulang sendiri ?" Tanya Ceyda. "Ngak, satu kampung gua bawa pulang ke Jakarta." Balas Kiara sewot "Ya kali bawa calon mantu buat Mama tuan putri Kiara." Ucapan Ceyda membuat Kiara terdiam. "Kia, apa terjadi sesuatu ?" Tanya Ceyda setelah beberapa detik Kiara hanya diam, helaan nafas berat Kiara terdengar melalui sambungan telphon. "Dia menolak gua, hanya karena alasan merasa tidak pantas." terdengar nada kecewa dari ucapan Kiara, Ceyda sangat memahami rasa di tolak seperti itu. "Gua sudah pesan tiket pulang, Lu yang jemput gua ke bandara yah !" Ucap Ceyda mengalihkan pembicaraan. Ceyda menggambil jatah cutinya lebih awal dari sebelumnya karena sahabatnya itu minggu depan juga kembali ke Jakarta untuk mengikuti seminar kesehatan dan pelatihan untuk tenaga kesehatan dari Kemenkes. "Sip, gua jemput Lu bareng mas Kaisar." ucap Kiara. "Apa Mas Kaisar bisa di tinggalin di rumah saja ? gua ngak mau diabetes mendengar gombalin mas Lu itu." Kiara terbahak mendengar ucapan Ceyda, Kaisar Jatmika Hardi, kakak dari Kiara, pria yang sudah lama menaruh hati pada Ceyda, namun gadis itu hanya melihat Aldrik di pandangan matanya. "Mas Kaisar masih menunggu sampai Lu menyerah terhadap tuan muda Lutolf itu Cey, tapi aku sudah mengingatkannya kalau harapan dia itu akan sia-sia." Celoteh Kiara dengan nada candaan, namun apa yang di sampaian Kiara memang itu nyatanya. "Gua akan menunggu sampai kak Aldrik sendiri yang menyerah Ki, menyerahkan hidupnya untuk Shahinaz Ceyda Hakeem." ucap Ceyda, namun Kiara dapat menangkap ada nada kecewa dan keraguan dari suara sahabatnya itu *** Ceyda merentangkan tangannya saat Kiara berlari ke arahnya, gadis itu memeluk sahabatnya begitu erat, sudah hampir satu tahun mereka tidak bertemu karena Kiara bekerja sebagai bidan desa di salah satu desa di kecamatan yang cukup jauh dari kota Palembang, sehingga Kiara tidak bisa kembali ke Jakarta semaunya, saat ini Kiara memanfaatkan waktu senggangnya untuk bertemu dengan Ceyda. "Aku yang lebih merindukanmu, apa kamu mau memberikan aku pelukan hangat." Ceyda mengurai pelukannya dari Kiara. "That's never going to happen !" Ucap Ceyda menanggapi perkataan Kaisar yang berdiri di belakang Kiara. "Ck, kamu akan menyesali ucapanmu." Kaisar menatap kesal pada Ceyda, Ceyda memcebik mendengar ucapan Kaisar, sikap pura-pura kesal dari Kaisar yang sudah Ceyda dan Kaira tahu dari dulu. *** Aldrik menyandarkan tubuhnya ke meja kerja pria itu menatap jauh ke dinding kaca di belakang meja kerjanya, Dubai, kota yang di jadikan Aldrik untuk menghindari seseorang yang selama ini terus saja mengusiknya. Seseorang yang harus Aldrik hindari agar pria ini tidak terseret pada arus deras yang di ciptakan orang itu untuknya, Aldrik ingin pergi sejauh mungkin untuk menghindarinya. "Bahkan sampai saat ini pun aku tetap tidak sepadan denganmu." Bisik Aldrik, Aldrik mengusap layar ponselnya dan menatap gambar seseorang yang sudah hampir satu tahun ini dia jadikan latar dari layar ponselnya, pria itu tersenyum getir. "Jika kamu tahu siapa aku sebenarnya, apa kamu masih bisa memberikan senyum setulus ini padaku ?." Suara berat Aldrik terdengar seakan berbisik. Aldrik menarik nafas saat mendapati nama Altherr, kakak sulungnya tertera pada ponsel yang berdering saat itu. "Assalammualaikum Bang." Sapa Aldrik "Walaikumsalam." Terdengar Altherr menghembuskan nafas berat sebelum menjawab salam dari Aldrik. "Ald, sepertinya memang kamu yang harus pulang ke Indonesia, mendadak Mr. Basten memajukan jadwal meeting, aku tidak mungkin menolaknya." Ungkap Altherr dengan suara sarat akan kecewa, Aldrik menyugar kasar rambutnya saat mendengar ucapan Altherr. Indonesia, tanah kelahiran yang sangat ingin Aldrik hindari. "Aldrik." Sapa Altherr saat tidak mendapat tanggapan dari adiknya itu, Aldrik menghela nafas berkali-kali sebelum menanggapi ucapan Altherr. "Baik Bang, aku yang akan pulang." Jawab Aldrik walaupun dia sendiri tidak yakin dengan ucapannya, namun Aldrik tidak mungkin mengecewakan keluarganya terutama Viola Lutolf adik kesayangannya, Aldrik tentu tidak ingin Ola kecewa karena kedua kakak laki-laki yang selalu Ola banggakan tidak hadir saat gadis itu wisuda. Aldrik menaruh ponselnya ke atas meja kerja setelah Altherr mengakhiri panggilannya Pria berahang tegas itu berjalan mendekati dinding kaca, ada perasaan waswas dalam diri Aldrik. Kembali ke tanah air sama halnya dengan kembali membuka rasa dan asa yang telah Aldrik kubur sedalam mungkin saat dia meninggalkan tanah kelahirannya itu. Tanah kelahiran yang membuat Aldrik merasakan rasa kehilangan saat usia masih begitu kecil, tanah kelahiran dimana Aldrik merasakan rasa jatuh cinta untuk pertama kali sebagai seorang laki-laki dan keadaan memaksanya harus melupakan rasa itu seketika, namun di tanah kelahiran itu pula yang membuat Aldrik merasakan terlahir kembali sebagai seorang anak yang begitu dicintai, Aldrik tidak mungkin lupa akan semua hal itu, tapi ada suatu hal yang membuat Aldrik belum siap untuk menapakkan kakinya kembali ke tanah kelahirannya itu, hal yang di hindari Aldrik selama ini, dan hanya dalam waktu beberapa hari kedepan dia akan kembali melihat dan mengingat setiap hal yang ingin dia lupakan dan mungkin saja Aldrik juga akan bertemu dengan seseorang yang selama ini berusaha dia lupakan dan hindari dalam hidupnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD