3. Masa Lalu - Tanpa Gangguan

1760 Words
12 Tahun Sebelumnya Saat kembali lagi ke Swiss, sesudah Aldrik lulus dari Sekolah Menengah Atas, dia beranggapan bahwa akan melalui hari-harinya dengan rasa damai dan nyaman. Aldrik tidak akan lagi dibuat kesal dan emosi dengan ulah gadis remaja yang selalu saja menguntitnya kemanapun, sampai beredar rumor bahwa gadis itu adalah kekasih Aldrik, Shahinaz Ceyda Hakeem, dialah gadis remaja yang selalu mengikuti Aldrik kemanapun, gadis itu sudah seperti seorang fans fanatik untuk Aldrik, sejak dia mulai bersekolah di SMA yang sama dengan Aldrik dan hal itu sangat menggagu bagi Aldrik. Aldrik sudah sering menegur Ceyda bahkan dengan kata kasar pun sudah Aldrik lakukan, namun Ceyda masih saja bertingkah sama, gadis itu sama sekali tidak merasa bersalah karena telah membuat orang lain tidak nyaman atau tidak merasa tersinggung dengan ucapan kasar yang dilontarkan oleh Aldrik, sampai Aldrik bergedik ngeri karena berpikir Ceyda mungkin saja mengalami gangguan kejiwaan seperti psikopat yang selalu mengawasi mangsanya sebelum menerkam. Setiap kali Aldrik latihan basket maka Ceyda akan berdiri di pinggir lapangan sambil memegang botol air mineral yang selalu dia ulurkan ke Aldrik, namun Aldrik selalu menepisnya dan pada akhirnya mereka berdua akan berakhir menjadi bahan sorakan dari pemain basket dan siswa lain yang ada di sana. Apakah Ceyda merasa malu akan hal itu ? jawabannya 'tidak', gadis remaja itu seakan tidak peduli dengan orang di sekitarnya, untung saja Ceyda memiki para sahabat yang akan menarik paksa Ceyda jika respon Aldrik akan membuat Ceyda menjadi malu. Selama hampir satu tahun Aldrik tinggal di Swiss ternyata Ceyda masih saja menerornya dengan pesan-pesan yang memiliki untaian kata manis bagi Ceyda tetapi mengerikan bagi Aldrik, Ceyda setiap hari selalu mengim pesan untuk Aldrik dan tentu saja Aldrik tidak pernah membalas sekali pun. Pada awalnya Aldrik telah memblokir nomor ponsel Ceyda, namun gadis itu menghubungi Aldrik dan mengirim pesan lagi dengan nomor yang berbeda, begitu seterusnya sampai Aldrik sendiri menyerah dan membiarkan saja gadis itu mengirimi dia pesan setiap hari. +62xxxxxxxxxx Hai Kak, sore ini kota Jakarta di guyur hujan lebat, Ceyda jadi ingat waktu di halte bersama kak Aldrik, saat ini Ceyda lagi ada di sana Kak, sambil membayangkan Kakak ada di samping Ceyda, so sweet banget kan Kak. Aldrik bergedik ngeri membaca pesan dari Ceyda, pesan yang seakan mengintai dan memangsa Aldrik bila sedikit saja dia lengah, saat itu Aldrik sedang berada di kamar apartemennya membuat tugas kuliah, jarak kampus dan rumah keluarga Lutolf cukup jauh sehingga orang tua Aldrik membeli sebuah apartemen untuk dia bisa beristirahat jika tugas kampus sedang padatnya sehingga waktu Aldrik tidak terbuang sia-sia di perjalanan pulang. Sudah hampir dua minggu ini Aldrik tidak pulang kerumah karena tugas di akhir semester ini cukup banyak. Aldrik mengalihkan pandangannya keluar jendela yang berada di sisi kanan meja tempat dia biasa mengerjakan tugas kuliah menggambar rancangan bangunan, langit malam di kota Zurich berbeda jauh dengan di tempat Ceyda saat ini, malam itu kota Zurich sangat cerah sehingga taburan bintang di langit kota semakin memperindah malam itu. "Perasaan kita tidak akan pernah sama, karena langit kita selalu berbeda." Aldrik lalu kembali mengerjakan tugas rancangannya, tidak berapa lama ponsel Aldrik kembali bergetar menandakan ada pesan masuk, awalnya Aldrik hanya mengabaikan pesan itu karena beranggapan itu dari Ceyda, namun pada akhirnya Aldrik membuka pesan itu juga karena mungkin saja itu pesan dari grup kelasnya dan Aldrik tidak ingin ketinggalan informasi perihal perkuliahan atau yang lainnya, Aldrik mengumpat kesal karena pesan itu memang dari Ceyda, gadis itu mengirim gambar dirinya yang sedang berada di halte, ini pertama kalinya Ceyda mengirimkan Aldrik foto dirinya, di foto itu Ceyda terseyum sangat manis dengan latar belakang air hujan, rambut gadis itu tampak sedikit basah, cukup lama Aldrik terpaku memandang foto yang dikirim Ceyda, sudah hampir satu tahun Aldrik kembali lagi melihat wajah gadis yang membuat hidupnya tidak tenang itu. Aldrik menaroh kembali ponselnya ke meja, pria itu menghebuskan nafas dengan kasar. "Semoga saja malam ini aku tidak mimpi buruk." Aldrik lalu menggulung kertas gambar yang tadi dia kerjakan lalu menyimpan kertas itu kedalam tas tabung gambar, kemudian Aldrik mengambil jeketnya, pria itu sudah ada janji malam ini untuk ke tempat hiburan bersama teman-teman kampusnya. Ponsel Aldrik kembali berdering saat dia menutup pintu apartemennya. "Assalammualaikum Mi." Sapa Aldrik. "Walaikumsalam, lagi ngapain Bang." Hanin memang selalu menelphon Aldrik untuk menanyakan dimana keberadaan anaknya saat itu. "Aldrik mau keluar Mi, ada janji dengan teman-teman kampus." Jawab Aldrik, sambil berjalan ke arah lift. "kemana ?" selidik Hanin. "Mmm.....ke club Mi." Jawab Aldrik jujur sambil menggaruk hidungnya yang tidak gatal. "Tidak boleh mabuk ya Bang ! dan jangan main perempuan, ingat dosa." Pesan Hanin yang selalu dia ucapkan setiap anak-anaknya pergi ke tempat hiburan malam. "Iya Mi, Aldrik ingat kok." Jawab Aldrik. "Minggu depan mami dan papi mau ke Bern." Ucap Hanin. "Ola ikut Mi ?" Ola adalah adik kesayangan Aldrik, Aldrik tidak akan pernah membiarkan adiknya itu terluka, suatu kejadian di masa lalu membuat Aldrik dan abangnya Altherr sangat ketat mengawasi pergaulan Ola dan ikut menyeleksi teman yang dimiliki Ola. "Minggu depan Ola ada kegiatan study tour di sekolanya." Terang Hanin. "Mami mengizinkan ?" Desah Aldrik, Hanin menarik nafas, Hanin tahu apa yang di cemaskan oleh putranya itu. "Jangan terlalu mencemaskan adikmu, dia bisa menjaga diri Ald." Ucap Hanin, Aldrik hanya diam, karena jika mami dan papi mereka sudah mengizinkan maka Aldrik atau Altherr sekalipun tidak bisa melarangnya. "Mi, Aldrik udah mau jalan ini." Lalu Aldrik membuka pintu mobilnya. "Jangan ngebut." Ucap mami "Iya Ndoro Ratu." Jawab Aldrik. * * * Aldrik menghembuskan nafas dengan kesal, senin siang itu merupakan hari yang sial bagi Aldrik, mimpi buruknya kemaren malam menjadi kenyataan, bagaimana bisa dia memimpikan Ceyda yang selama ini ingin dia singkarkan jauh dari hidupnya, dalam mimpi itu Ceyda terlihat sangat cantik lalu tersenyum hangat mengulurkan tangannya pada Aldrik, yang membuat Aldrik tidak habis pikir dalam mimpi itu Aldrik juga menyambut uluran tangan Ceyda dengan tersenyum hangat, hal yang tidak akan pernah Aldrik lakukan di alam nyata sampai kapanpun, lalu saat Aldrik terjaga pria itu terlihat bingung dan beberapa menit kemudian Aldrik mengumpat kesal, dan saat ini wanita itu malah nyata berada di hadapan Aldrik dengan senyuman yang sama hangat dengan mimpi Aldrik. "Kak Aldrik, apa kabar ?" Ceyda mengurkan tangannya pada Aldrik, Aldrik mengalihkan pandangannya pada tangan Ceyda, Aldrik menarik nafas lalu menerima uluran tangan Ceyda. "Baik." Jawab Aldrik singkat tanpa bertanya balik tentang kabar Ceyda, gadis itu tersenyum pias mendapati sikap Aldrik yang masih sama dengan setahun yang lalu. Aldrik lalu mengulurkan tanganya menyalami kedua orang tua Ceyda, orang tua Aldrik ke Bern waktu itu untuk bertemu keluarga Hakeem, mereka sudah membuat janji dengan keluarga Hakeem untuk bertemu di Bern, dan setelah itu mereka menuju Zurich untuk memenuhi tujuan awal keluarga Hakeem datang ke Swiss. "Bagaimana kuliah kamu Ald ?" Tanya Jebran Hakeem saat mereka sudah duduk di meja untuk menunggu menu makan siang mereka, Aldrik janji bertemu dengan kedua orang tuanya di salah satu restoran yang dekat dengan kampus Aldrik. "Alhamdulillah selama satu tahun ini masih lancar Om." Jawab Aldrik "Baguslah, apalagi kamu mengambil jurusan yang sangat relevan dengan Lutolf Corp." Jebran tersenyum hangat menatap Aldrik, terlihat ada rasa kagum di mata pria itu. "Aku bangga pada putraku ini, walaupun masih kuliah Aldrik malah banyak membantuku di perusahaan." Ucap Adam menepuk-nepuk pundak Aldrik dengan rasa bangga. "Kamu tahu Ald, Papimu ini selalu membanggakan kamu dan Altherr, kadang membuat Om iri loh." Ucap Jebran tertawa ringan. "Sayang, walaupun Ceyda tidak tertarik mengikuti jejakmu, tapi kita bisa memiki menantu yang sefrekuensi denganmu, mmm....seperti Altherr." Rahayu Hakeem ibu dari Ceyda melirik pada Hanin, Hanin hanya tersenyum, Rahayu memang sempat membicarakan tentang menyatukan hubungan keluarga mereka dengan pernikahan, tetapi Hanin mau pun Adam memberi kebebasan kepada anak-anak mereka untuk memilih pendamping hidupnya, Ceyda melirik ke ibunya. "Kenapa ngak kak Aldrik sih Ma ?" Bisik Ceyda, namun Rahayu mencubit paha anaknya gadisnya itu. "Ceyda nanti kuliah di bagian apa ?" tanya Hanin. "Geologi Tante." Sedari kecil Ceyda memang tertarik dengan segala hal yang berkaitan dengan bumi dan angkasa, bagaimana proses terbentuknya bumi dan fenomena yang terjadi di bumi, tata surya dan yang lainnya yang selalu menggali rasa ingin tahu Ceyda. "Wah Tante juga suka itu, apalagi kalau sudah menyangkut tentang luar angkasa tante jadi semakin tertarik." Ucap Hanin antusias, tampak rona bahagia di wajah Ceyda karena baru kali ini ada yang mendukungnya untuk mempelajari ilmu geologi. "Tante Hanin juga suka ?" Ceyda menatap Hanin dengan bahagia, Hanin mengangguk dengan antusias. "Senangnya, Ceyda merasa jadi punya teman untuk bertukar pikiran." Ungkap Ceyda, Aldrik sesekali memperhatikan Ceyda. "Dia lebih cocok kuliah di seni peran." Bisik hati Aldrik, makanan yang mereka pesan telah terhidang, mereka makan sambil berbincang-bincang santai membahas tentang anak-anak mereka, bisnis dan isu-isu besar yang terjadi di tanah air dan dunia. Ceyda terus saja melirik ke arah Aldrik yang posisi duduknya tepat di hadapan Ceyda dengan wajah sedikit cemberut karena Aldrik sama sekali tidak menganggap keberadaannya, Ceyda beberapa kali menyenggol kaki Aldrik, tapi pria di depannya itu hanya bergeming bahkan Ceyda juga menginjak kaki Aldrik namun Aldrik hanya menjauhkan kakinya dari jangkauan Ceyda seakan tidak merasa terganggu dengan ulah Ceyda. "Ald, besok kamu temenin Ceyda ngelihat kampusnya yah, sekalian kamu kasih tahu dimana gedung perpustakaan, gedung akademik, atau apa pun itu yang wajib di ketahui oleh mahasiswa baru." Aldrik tercekat mendengar ucapan Hanin, saat itu Aldrik sangat ingin salah mengartikan ucapan maminya itu, atau Aldrik sangat ingin hilang kesadaran sehingga apa yang di ucapkan maminya tadi hanya sekedar halusinasi tentang hal yang di takutkan dalam hidupnya. "Ald, kok diam ? Kamu kenapa ?" Hanin menepuk pundak Aldrik yang terlihat linglung. "Apa Mi ?" Ulang Aldrik dengan wajah terlihat bingung. "Makanya jangan ngelamun." Hanin mengusap lengan putranya itu. "Besok temenin Ceyda untuk melihat-lihat kampus kalian." Ucap Hanin. "Untuk apa Mi ?" Hanin menghela nafas, karena harus mengulang lagi ucapannya. "Karena Ceyda mulai semester depan sudah mulai kuliah di universitas yang sama dengan kamu Bang, jadi Abang bantu Ceyda yah di awal perkulihannya." Hanin tersenyum menatap Aldrik yang wajahnya terlihat syok, Aldrik masih saja diam, sampai Hanin melotot menatap pada Aldrik barulah Aldrik tersenyum, senyum yang dipaksakan. "Iya Mi, Aldrik akan bantu." Mata Ceyda terlihat berbinar mendengar jawaban Aldrik, gadis itu sudah membayangkan hari-hari yang akan dia lewati bersama Aldrik, waktu yang sudah dia rancang selama satu tahun ini, saat dia mengetahui Aldrik akan kembali ke Swiss, dan Ceyda akan mengikuti kemanapun pujaan hatinya itu pergi, karena bagi Ceyda Aldrik bukan hanya cinta pertamanya, tapi akan menjadi masa depan untuk Ceyda, dan gadis itu akan mengupayakan hal itu bisa terwujud. Aldrik menghembuskan nafas dengan kasar melihat senyum kemenangan di wajah Ceyda. "Selamat Aldrik, mimpi burukmu baru akan di mulai." Bisik hati Aldrik.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD