6. Masa Lalu - Tamu Tak Diundang

1198 Words
Ceyda berdiri cukup lama di depan pintu apartemen Aldrik, sebenarnya gadis itu sudah bisa menebak bagaimana reaksi Aldrik saat dia membuka pintu nanti dan menemukan Ceyda di sana, namun gadis itu tetap saja ingin melakukan hal itu, Ceyda ingin menjadi orang pertama yang memberi kejutan di hari lahir pria itu, sama seperti tiga tahun terakhir ini, saat Ceyda selalu datang ke apartemen Aldrik pada saat pergantian hari pada tanggal kelahiran Aldrik, Ceyda selalu mendapatkan perlakuan yang sama dari Aldrik, pria itu tidak mengizinkan Ceyda untuk melewati pintu apartemennya sehingga kado yang Ceyda siapkan untuk Aldrik selalu berakhir di depan pintu yang langsung tertutup saat baru saja di buka, Ceyda tidak pernah tahu bagaimana nasib kado yang selalu dia berikan di hari lahir pria itu, Ceyda berharap pria itu setidaknya mau menyimpannya walaupun hanya di biarkan saja berdebu di dalam gudang. Ceyda menekan bell apartemen Aldrik, gadis itu menggigit bibirnya sambil berdo'a dalam hati agar hati Aldrik melunak, harapan yang sama setiap tanggal yang sama pada tiga tahun terakhir itu, Ceyda tertegun saat pintu apartemen terbuka, di sana berdiri seorang wanita cantik berambut blonde dan beberapa detik Aldrik berdiri di belakang wanita itu dan memeluknya dari belakang, hati Ceyda seketika patah, tatapan gadis itu berobah nanar, Aldrik tersenyum smirk padanya, Ceyda tercekat, gadis itu menekan jari-jari kakinya agar tubuhnya tidak jatuh, berkali-kali Ceyda menarik nafas untuk mengendalikan dirinya agar air mata itu tidak jatuh, wanita blonde yang bernama Zoe itu menatap remeh pada Ceyda, wanita itu adalah teman kampus Aldrik yang kerap kali ada di dekat Aldrik. "Selamat ulang tahun kak." Ceyda mengulurkan kado pada Aldrik, namun Zoe lebih dulu mengambilnya dan melemparkan kado itu begitu saja ke dalam apartemen, Ceyda terkejut menerima perlakuan Zoe, namun Aldrik hanya diam seakan membiarkan, Ceyda menghela nafas kasar. "Pergunakanlah tanganmu dengan baik, jangan mengambil yang bukan milikmu." Ucap Ceyda kesal, Ceyda ingin masuk ke dalam apartemen dan berniat mengambil kado itu lagi, namun tangan Aldrik lebih dulu menghalanginya untuk masuk. "Kata-kata itu lebih pantas untukmu, berhentilah mendekati milikku." Zoe lalu mengecup pipi Aldrik, dan Aldrik hanya menatap datar pada Ceyda. "Apa kamu mencintai dia kak ?" Tanya Ceyda menatap sendu pada mata Aldrik. "Yang pasti aku tidak mencintaimu, jadi berhentilah membuat hal konyol dan memuakan seperti ini." Ucap Aldrik menatap dingin, Ceyda menggigit bibirnya dan menatap kelangit-langit agar air matanya tidak tumpah, apa yang dilakukan gadis itu selama ini untuk menunjukan perasaanya pada Aldrik ternyata hanya dianggap hal yang konyol. "Jika memang sudah tidak ada kesempatan lagi, aku akan berhenti melakukan hal yang kamu anggap konyol kak." Ucap Ceyda setelah berusaha menenangkan hatinya. "Menikahlah Kak, maka aku akan berhenti mengejarmu." Ceyda lalu pergi, Aldrik terdiam nenatap punggung gadis itu yang menjauh dan menghilang di balik pintul lift, sementara wajah Zoe terlihat bingung karena tidak tahu apa yang mereka bicarakan dalam bahasa Indonesia. "Pergilah Zoe !" Aldrik lalu kembali ke dalam. "Jadi kamu menyuruhku datang ke apartemenmu ini karena dia ?" Ucap Zoe kesal. "Brengsek...!" Umpat Zoe lalu mengambil sweaternya dan keluar dari apartemen, Aldrik menyugar kasar rambutnya, pria itu merasa bersalah pada Zoe, karena telah memanfaatkan Zoe agar Ceyda menjauh dan tidak mengusik hidupnya lagi, Aldrik melirik bungkusan kado yang tergeletak di lantai, pria itu lalu memungutnya. "Berhentilah, jika tidak kamu akan semakin terluka." Aldrik menatap dalam pada kado itu lalu membawanya kedalam kamar. *** Ceyda menarik nafas dalam-dalam, baru tadi malam gadis itu berada di sini, dan saat ini dia juga terpaksa harus berdiri di tempat yang sama, ini kali pertama Ceyda merasa enggan berdiri di depan pintu apartemen pria yang dia gilai itu. Dalam bayangan Ceyda saat ini pria itu tengah bersama Zoe menghabiskan malam mereka berdua merayakan hari jadi Aldrik, Ceyda tidak ingin lagi melihat kemesraan yang mereka pertontonkan padanya, tapi tante Hanin meminta Ceyda untuk mengantar sebuah bingkisan untuk Aldrik, Hanin terpaksa menitipkan bingkisan itu pada Ceyda karena ponsel Aldik tidak bisa di hubungi dan Hanin juga tidak punya waktu untuk mampir ke apartemen Aldrik, Hanin dan Adam harus pulang ke Indonesia di karenakan putri bungsunya yang study di tanah air sedang sakit. Sudah hampir sepuluh menit Ceyda berdiri di depan pintu apartemen Aldrik dan berkali-kali menekan bell namun pintu itu tidak juga tebuka. "Apa yang kamu lakukan di dalam Kak, sampai suara bell sesering ini kamu abaikan." Ucap Ceyda lirih, Ceyda lalu melirik jam di pergelangan tangan kirnya, masih ada waktu empat puluh menit sebelum jadwal keberangkatan pesawat yang di tumpangi Hanin, Ceyda lalu memencet nomor Hanin. "Assalammualaikum Tante." Sapa Ceyda "Walaikumsalam, ada apa Sayang ? Kamu sudah ketemu Aldrik ?" Tanya Hanin. "Sepertinya Kak Aldrik tidak ada di apartemen Tante, Ceyda sudah dari tadi di depan aparteman Kak Aldrik." Ucap Ceyda. "Mmm, Ceyda bisa tolong Tante menaruh bingkisan itu langsung ke dalam, bingkisan itu isinya makanan kesukaan Aldrik, Tante takutnya makanan itu jadi basi." Ucap Hanin. "Ceyda mau saja Tante, tapi kalau kak Aldrik tahu Ceyda masuk tanpa izin, Ceyda jadi ngak enak." Ucap Ceyda. "Tidak apa-apa kok, kan Tante yang suruh. Sekarang Ceyda masuk ke dalam yah, passwordnya xxxxxx." Ceyda lalu menekan password yang di sebutkan Hanin. Perasaan Ceyda tidak tenang setelah menutup sambungan telphone karena gadis itu tidak ingin melihat apa yang Aldrik lakukan dengan Zoe di dalam. Ceyda melangkahkan kakinya masuk ke dalam apartemen, ini untuk pertama kalinya Ceyda menginjakan kakinya kedalam apartemen itu, mata Ceyda mengitari setiap sudut apartemen untuk mencari pantri, Ceyda ingin secepat mungkin menaruh makanan itu ke dalam kulkas dan segera keluar dari apartemen Aldrik. Ceyda berjalan perlahan agar langkah kakinya tidak terdengar. Ceyda bernafas lega setelah dua kotak yang berisi makanan telah dia pindahkan ke dalam kulkas, dan satu kotak adalah untuknya. Sudah kebiasaan Hanin untuk selalu mengirimi Ceyda makanan rumahan, sehingga mengobati kerinduan Ceyda. Kebiasaan Hanin itulah salah satu penyebab Ceyda selalu bertemu dengan Aldrik hampir setiap minggunya untuk mengambil makanan dari Hanin yang di titipkan pada Aldrik, pria itu hanya akan menunggu Ceyda di luar gedung apartemen gadis itu. "Bagaimana kamu bisa masuk ke dalam apartemenku ?" Ceyda tersentak saat mendengar suara berat dengan nada marah, belum sempat Ceyda menjelaskan Aldrik lebih dulu menarik tangan gadis itu dan mendorongnya hingga tersungkur ke sofa. "Apa kamu memang suka bersikap murahan seperti ini ke semua pria ?" Aldrik menatap rendah pada Ceyda. "Menjijikan." Sambung Aldrik, Ceyda menarik nafas kasar, kata-kata kasar Aldrik sudah menjadi makanan bagi Ceyda. "Jika tidak terpaksa aku juga tidak ingin masuk ke apartemenmu ini kak." Ceyda lalu berdiri, dan berjalan melewati Aldrik. Ceyda ingin kembali ke pantri untuk mengambil kotak makanannya dari Hanin, namun tangan gadis itu lebih dulu di cekal oleh Aldrik, Aldrik menarik tangan Ceyda lalu mendorongnya ke dinding. "Apa kamu sengaja datang ke sini untuk memberi hadiah lebih padaku." Ceyda menatap bingung karena tidak mengerti apa maksud perkataan Aldrik. "Aku ini pria normal Shahinaz Ceyda Hakeem. Aku bisa lepas kendali jika kamu terus bersikap murahan seperti ini." Ucap Aldrik, lalu menarik kepala Ceyda dan mencium bibir gadis itu dengan kasar, Ceyda meronta dan mendorong tubuh Aldrik, lalu menampar pria itu. Aldrik tercekat karena reaksi Ceyda tidak seperti yang dia perkirakan, mata Ceyda basah dan tatapan penuh dengan kekecewaan itu sangat terlihat di mata bulat Ceyda, gadis itu keluar dari apartemen Aldrik dengan perasaan hancur karena hinaan dan perlakuaan Aldrik yang merendahkannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD