7. Resepsi

1646 Words
Jujur saja, kaki Luna sudah sangat sakit. Dia sudah berdiri selama 3 jam non-stop dan tamu yang datang seperti tidak ada habisnya. Luna melirik ke arah Lucas, pria itu juga sepertinya juga merasakan hal yang sama dengannya. Luna agak menyesal memilih untuk menuruti Ayahnya dengan mengundang hampir seluruh kolega ayahnya. Luna hampir tidak mengenali semua tamu yang datang. Belum lagi, sebagian besar mereka adalah para orang tua yang berjalan sudah agak lambat. Hal itu hanya memperlama durasi berdiri Luna. Luna melihat tamu selanjutnya adalah pasangan yang sudah lumayan berumur, dia mengenali mereka sebagai salah satu kolega ayahnya. Dengan cepat Luna mencari staf WO dan memberi kode pada mereka bahwa dia ingin minum. Luna kemudian melirik lagi ke arah Lucas, pria itu tampak memainkan kakinya sedikit dan tidak memperhatikan sekitarnya. Luna kemudian melihat lagi ke arah staf WO itu dan mengangkat 2 jarinya. Dengan cepat juga staf tersebut berlari ke belakang sebentar dan kemudian kembali dengan 2 gelas air mineral di tangannya. “Makasih.” Luna menerima air mineral itu sambil tersenyum. Dia menusukkan sedotan kecil di air mineral itu dan kemudian menyerahkan itu pada Lucas. Lucas tersentak ketika Luna sedikit menyikutnya. Kemudian mengambil air tersebut dan juga meminumnya dengan cepat. Tenggorokan mereka terasa lebih segar sekarang. “Thanks,” kata Lucas. Kemudian keduanya lanjut untuk menyalami para tamu. “Mereka karyawan-karyawan aku,” kata Luna pada sebuah gerombolan orang yang bersiap untuk naik ke atas panggung. “OK,” kata Lucas lagi. “Selamat ya, Bu Luna dan suami,” kata seorang wanita bertubuh agak besar. Namanya Linda, akuntan di perusahaan Luna. “Semoga langgeng ya,” timpal seorang pria dengan jas dan kacamata yang di kenali Luna sebagai salah satu staf pemasarannya. “Semoga cepat dapat momongan” tambah yang lain. “Iya, terima kasih ya,” kata Luna lagi sambil tersenyum dan bersalaman dengan mereka. “Temen kamu Cuma dikit ya?” tanya Lucas. “Aku gak punya temen,” jawab Luna. “Kenapa gak punya?” “Ribet!!” jawab Luna singkat. “Nah, ini temen-temen di rumah sakit...,” kata Lucas menggantung. Luna menatap pria itu, matanya tidak berkedip untuk beberapa detik. Matanya terfokus pada satu titik. Luna mencoba mengikuti arah mata Lucas dan menemukan sosok seorang wanita yang tampak cantik dengan gaun merahnya. Luna menatap Lucas lagi, kali ini pria itu menelan ludahnya susah payah, air muka pria itu berubah menjadi sebuah ekspresi yang sulit untuk di jelaskan. “Dokter anak juga?” tanya Luna. “Hah?” Lucas tersadar. “Ah ... gak ... itu ... mereka ... bukan dokter anak. Cuma aku dokter anak di rumah sakit. Mereka ada yang dokter jantung, dokter bedah,” kata Lucas terbata-bata. Jelas sekali pria itu gugup. Apakah karena wanita bergaun merah itu? Luna menjadi penasaran. “Kenalin dong!” pinta Luna. Lucas terbalak kaget. Matanya membulat sempurna. “Ah... itu...,” kata-katanya terpotong lagi karena para tamu undangan sudah berada di hadapan mereka. “Luke!” panggil salah satu pria dengan bersemangat. Dia dan Lucas kemudian melakukan tos-tos dan berpelukan. “Selamat ya, Bro. Akhirnya laku juga lu,” katanya lagi. “Sialan!” Lucas menonjok pelan lengan lelaki itu kemudian tertawa. Lelaki itu kemudian mengarahkan pandangannya pada Luna. Luna tersenyum kepadanya. “Halo, saya Ardi. Teman kerja Lucas, dokter bedah,” kata pria bernama Ardi itu memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangannya. “Luna!” kata Luna sambil tersenyum dan membalas uluran tangan Ardi. “Cantik banget mbaknya, kok mau sih sama dia?” tanya Ardi bergurau. “Sialan Lo! Udah jangan ganggu istri Gue,” kata Lucas lagi sambil pura-pura mendorong badan Ardi. Luna tersipu mendengar Lucas yang kini memanggilnya sebagai istri. “Kenalkan saya Kinar, dokter syaraf.” Seorang wanita berkacamata memperkenalkan dirinya pada Luna. “Luna.” Kemudian satu-satu dari mereka ikut memperkenalkan diri mereka masing-masing pada Luna. Dari teman-teman Lucas ini, Luna jadi tahu bahwa Lucas adalah orang yang lumayan supel. Terbukti dari banyaknya teman yang Lucas miliki. Mereka mengobrol sebentar di atas panggung itu. Beberapa bahkan menggoda Lucas dan Luna soal malam pertama mereka. Membuat Luna menjadi malu sendiri dan wajahnya memerah. “Sorry telat,” kata seorang wanita bergaun merah yang tadi di lihat oleh Luna. Wanita yang diperhatikan oleh Lucas. Entah mengapa, Luna merasa tubuh Lucas menegang ketika wanita itu tiba. Tubuh Lucas menjadi kaku, lelaki itu bahkan tidak tersenyum sama sekali. Senyum yang dari tadi dia perlihatkan mendadak hilang ketika wanita itu datang. “Eh, gak kok dok. Ini juga kita ngobrol-ngobrol bentar dulu,” kata Ardi. Wanita itu kemudian menjulurkan tangannya ke arah Lucas sambil tersenyum. Luna menatap Lucas yang masih membeku. “Lucas?” panggil wanita itu lagi. “Wey!! Mentang-mentang atasan datang, kaku Lo!!” kata Ardi sambil memegang bahu Lucas. “Eh, iya sorry.” Lucas pun menyambut uluran tangan wanita itu. "Selamat ya,” kata wanita itu sambil mengulum senyum yang entah kenapa bagi Luna terasa palsu. “Ma-makasih,” balas Lucas lagi. Kemudian wanita menatap pada Luna. “Halo, kenalkan saya Regina. Saya dokter keluarga, temannya dokter Lucas,” kata wanita itu sambil mengulurkan tangannya ke arah Luna. Luna membalas senyum dokter Regina, “Luna,” kata Luna sambil menjabat tangan Regina. Luna dapat merasakan itu, perasaan tidak suka dari Regina walau wanita ini memasang senyum manisnya. Ada apa ini? Siapa Regina ini sampai membuat Lucas salah tingkah dan mati kutu begini? Ada apa dengan mereka? Mendadak muncul banyak pertanyaan di benak Luna. “Oke, ya udah. Foto yuk” kata Ardi lagi untuk memecah keheningan di antara mereka. Fotografer pun bersiap untuk mengambil gambar mereka. Regina awalnya menyingkir ke tepi tapi kemudian dirinya ditarik ke tengah di sebelah Lucas. “Oke tahan ya, satu ... dua ... tiga ...,” kata Fotografer tersebut diiringi dengan nyala lampu kamera. Setelahnya semua orang bubar dari posisi mereka. Tapi, mata Luna menangkap sesuatu. Matanya menangkap tangan Lucas dan Regina yang awalnya terpaut, sekarang terlepas. Apa hubungan mereka? Apa Luna salah lihat?. Luna kembali menatap Lucas, benar saja mata lelaki ini mengikuti pergerakan Regina saat turun dari panggung. Ada apa ini? Apa Lucas menyukai Regina? Lalu, kenapa dia memilih menikah dengan Luna? Kenapa dia menjawab tidak punya kekasih saat Luna menanyakannya?. *** “Kamar VIP?” tanya Lucas pada Luna yang sedang berjalan di depannya. “Bukan, ini kamar VVIP,” kata Luna lagi. Sukses membuat Lucas melongo. Acara resepsi mereka sudah selesai setengah jam yang lalu. Lucas ingin tinggal lebih lama sebenarnya namun Luna sudah merengek ingin segera istirahat. Akhirnya setelah mengantar Papa dan Mamanya ke mobil, Lucas segera menyusul Luna ke kamar. Lucas tahu keluarga Luna pasti akan memilih kamar terbaik di hotel ini tapi dia tidak tahu bahwa ada kamar terbaik dari yang terbaik yang ada di hotel ini. “Orang kaya memang beda,” batin Lucas. Staf hotel itu kemudian berhenti di sebuah kamar di lantai paling atas hotel ini. Bahkan untuk lantai ini saja, mereka harus naik menggunakan lift khusus. Dan yang lebih membuat Lucas melongo adalah, di lantai ini, hanya ada 1 kamar, kamar mereka ini. Tidak salah mereka menyebutnya kamar VVIP. Luna langsung masuk di ikuti oleh Lucas. Oke, sekarang kita bisa bilang Lucas kampungan. Dia memang adalah seorang anak pengusaha tambang batu bara. Dia terbiasa hidup mewah, tapi menyadari bahwa ada yang lebih mewah lagi dari hidupnya tetap saja membuat Lucas terkagum-kagum. “Berapa biaya semalam di sini?” tanya Lucas tiba-tiba. “sekitar seratus lima puluh juta,” jawab Luna. Wanita itu sudah berada di dalam kamar mandi untuk membersihkan riasan wajahnya. “Hah? Hanya untuk satu malam?” tanya Lucas lagi. “Hm, kata ayah hadiah pernikahan,” jawab Luna. “Kamu bisa beli pulau gak sih?” tanya Lucas lagi masih agak terkejut mendengar harga hotel itu. “Bisa, Ayah punya 3 pulau pribadi. Aku sih gak begitu tertarik beli pulau,” jawab Luna lagi dengan nada suara sangat tenang. Sementara Lucas melongo tidak percaya dengan jawaban Luna. Bagaimana Luna bisa menjawab semua itu dengan santai. “Kalau kamu udah selesai pakai kamar mandinya, bangunin aku ya. Aku mau mandi, gerah banget nih,” kata Lucas lagi sambil selonjoran di sofa panjang di kamar hotel itu. Kepala Luna keluar sedikit dari kamar mandi. “Kamar ini punya tiga kamar mandi,” kata Luna lagi. Lucas membelakan matanya, “APA?”. *** Lucas keluar kamar mandi dan mendapati Luna ternyata masih berada di dalam kamar mandi. Dia melihat jam sudah jam 2 pagi, dia ingin menelepon Regina tapi dia tahu gadis itu pasti sudah tidur. Dia menyayangkan kenapa Regina harus datang ke resepsinya. Hal itu pasti akan menyakiti hati Regina. Tiba-tiba Luna keluar dari kamar mandi dengan menggunakan baju tidur satin berwarna biru tua. Keduanya saling berpandangan untuk sesaat kemudian Luna memutarkan bola matanya. Ternyata di setiap kamar mandi sudah disiapkan baju tidur yang sama karena dia dan Lucas sekarang memakai baju tidur yang sama. “Mereka benar-benar berusaha keras,” kata Lucas. Dia kemudian berbaring di kasur dan menutup matanya. “Euhm, itu... kita tidur sekasur?” tanya Luna canggung. Lucas membuka matanya, “Ada berapa kamar di sini?” tanya Lucas. “Aku gak tahu ada berapa tapi ...,” “Aku tidur di kamar lain aja,” potong Lucas sambil keluar dari kamar itu. Luna menatap kasur itu dengan sedih, bagaimanapun tidak ada cinta di antara mereka. Atau mungkin di Lucas saja. “Kata ayahmu, besok kita pergi bulan madu. Jangan bangun telat nanti kita terlambat,” Lucas berkata dari depan pintu. “Terlambat ke mana?” tanya Luna. “Ya ke Bandara” jawab Lucas. “Kita akan naik privat jet, Lucas. Mereka bakalan menunggu kita, santai aja,” kata Luna lagi. “Privat jet?” “Hmm... aku gak pernah naik pesawat komersial” kata Luna lagi. Lucas terdiam tidak percaya. “Udah ya, good night,” kata Luna sambil menarik selimut menutupi tubuhnya. “Good night,” kata Lucas kemudian menutup pintu kamar Luna.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD