Satu Kamar Dengan Bos

1003 Words
Sesampainya di bandara Lombok, seorang sopir sudah menunggu dengan papan nama Evan. Mereka pun langsung naik ke mobil yang menjemput. “Kita ke hotel dulu,” ucap Evan datar, matanya tak lepas dari tab yang ia pegang. Risa menoleh, membuka buku agenda kecilnya. “Pak, harusnya hari ini ada jadwal meeting sama bos besar,” ujarnya hati-hati. “Dia tahu saya pergi,” jawab Evan singkat, matanya tetap terpaku di layar tab. “Cek kesehatan juga, Pak,” tambah Risa sambil melirik Evan dari kursi depan. “Itu ganti jadi lusa,” jawab Evan akhirnya, menutup tabnya dengan tegas. “Ok, Pak,” balas Risa cepat, jari-jarinya cekatan menyesuaikan jadwal di agendanya. Evan melirik sekilas. Dari tadi Risa tampak begitu serius. Dengan kacamata hitam, baju santai, dan rambut tergerai, penampilan Risa lebih mirip seorang kekasih daripada sekretaris. Senyum kecil muncul di bibir Evan tanpa ia sadari. Beberapa menit kemudian, mereka tiba di hotel mewah. Lobby-nya berkilau dengan lantai marmer putih, suara denting piano dari speaker menambah kesan elegan. Mereka berjalan menuju front desk. Tanpa ragu, Evan berkata, “Satu kamar.” Risa langsung menoleh dengan mata membelalak. “What?!” serunya kaget. “Kita satu kamar,” bisik Evan sambil melirik nakal. “Nggak mau!” Risa hampir melompat mundur, wajahnya penuh protes. “Kalau pun satu kamar, yang kasurnya dua! Tapi… nggak ah, dua kamar aja, Pak!” Nada suaranya jelas ketakutan. “Kamu yang bayar?” Evan menoleh sekilas, ekspresinya datar. “Lah, lima ratus ribu juga nggak akan bikin Anda miskin!” jawab Risa dengan nada tegas. Evan menyeringai tipis. “Kalau gitu, satu kamar,” katanya lalu berjalan duluan. Risa menghela napas panjang sambil mengomel pelan. “Masa gue satu kamar sama dia sih…” Meski uring-uringan, ia tetap mengikuti langkah Evan. Namun, saat pintu terbuka, Risa terdiam. Kamar itu bukan sekadar kamar hotel biasa. Ada dua kamar tidur dalam satu suite mewah, lengkap dengan ruang tengah luas dan akses langsung ke kolam renang pribadi. “Oh… gini ya ternyata,” gumam Risa lega sambil meletakkan tasnya. Evan meliriknya. “Kamu tadi mikir apa?” tanyanya ketus. “Ngga tau, kirain kayak hotel di Bandung,” jawab Risa cemberut, pura-pura sibuk dengan barang bawaannya. “Istirahat dulu. Nanti sore kita meeting,” ucap Evan sambil menjatuhkan diri ke sofa. “Tapi saya lapar, Pak…” Risa merengek sambil memegang perutnya. “Sudah saya pesan. Takut kamu pingsan lagi,” sindir Evan dengan nada datar. Risa mendengus, lalu berjalan ke arah kolam renang. Udara hangat dan pemandangan biru jernih membuatnya tersenyum kecil. Tiba-tiba, kenangan melintas—Reno pernah berjanji membawanya bulan madu ke Lombok. Senyum tipis terukir di wajahnya tanpa sadar. “Kenapa dia senyum-senyum sendiri…” gumam Evan pelan, menatapnya heran. Tak lama kemudian, makanan datang. Evan menepuk meja. “Cepet makan. Nanti pingsan.” “Bapak nyindir mulu, ih!” Risa menatapnya kesal. “Lah emang iya. Nggak makan ya pingsan,” jawab Evan sambil menyembunyikan senyum kecil. “Ya makanya punya karyawan tuh kasih makan. Jangan cuma dipajang doang. Giliran kerjaan sukses, fee-nya belum juga dikasih,” protes Risa sambil mengaduk sendoknya. “Oh iya, saya lupa,” Evan membuka ponselnya. “Udah mah pingsan, sakit, fee-nya di anjuk!” omel Risa dalam bahasa Sunda, wajahnya cemberut. Evan mengangkat ponselnya. “Tuh, udah saya transfer,” ucapnya sambil menunjukkan bukti transfer. Risa menyipitkan mata, menatap curiga. “Ini bener fee kan, bukan lain-lain?” “Iya. Dua ratus juta kurang,” jawab Evan santai, melanjutkan makannya. Mata Risa langsung membesar. “Ngga, Pak! Makasih banyak, Pak Evan Mahendra. Semoga panjang umur dan cepat menikah biar nggak jomblo terus!” ucapnya sambil manggut-manggut. Evan tak kuasa menahan tawa melihat tingkahnya. “Bapak bisa ketawa juga,” ucap Risa sambil ikut tersenyum. “Bisa lah. Tapi sama kamu,” jawab Evan terkekeh. “Kok sama aku, Pak? Emang Bapak nggak punya orang tua? Adik? Kakak? Teman?” tanya Risa penasaran. “Ibu ada. Ayah itu yang di kantor, dingin. Adik sekolah di luar negeri. Teman ada, tapi jarang kumpul,” jawab Evan sambil mengunyah. “Oh gitu… pantesan kaku,” sahut Risa menahan senyum. “Kenapa nggak punya pacar, Pak?” tanyanya tiba-tiba. Evan meletakkan sendok, menatap meja sesaat. “Belum ada yang benar-benar saya cintai.” “Lah, tapi ceweknya banyak, gonta-ganti. Cantik-cantik lagi. Tapi lonte.” Risa ngakak sambil menutup mulut. Evan berhenti makan dan menatapnya lurus. “Eh, maaf, Pak…” Risa buru-buru menahan senyum. “Kamu mau jadi istri saya?” ucap Evan tiba-tiba. Risa tersedak. Batuk-batuk, buru-buru meraih air putih dan meneguknya. “Saya udah dilamar, Pak. Mau nikah,” ucapnya sambil tersenyum kikuk. “Katanya nggak punya pacar,” sahut Evan, memalingkan wajah. “Ya, waktu interview emang lagi putus,” jawab Risa jujur. “Kalo kamu nikah berarti keluar kerja dong?” tanya Evan, menatapnya lagi. “Iya,” jawab Risa singkat, mulai membereskan meja. Evan menarik napas dalam. “Padahal saya nyaman kerja sama kamu.” Risa terkekeh. “Kalau nyaman kerja sama saya, kenapa ngajak saya nikah? Nanti siapa yang kerja? Sekretaris baru juga diajak nikah lagi, gitu?” Evan tersenyum nakal. “Bagi saya, nikah itu sekali seumur hidup. Saya nggak akan macam-macam kalau sudah menikah.” “Tapi Bapak gonta-ganti cewek mulu. Pada hamil semua. Nggak takut kena penyakit, Pak? Terus siapa juga cewek yang mau sama Bapak kalau tau kelakuannya kayak gitu,” ucap Risa dengan tatapan heran. “Saya sering cek kesehatan. Kan ada jadwalnya,” jawab Evan santai. Risa menatapnya serius. “Dengar ya, Pak. Uang bisa bikin Bapak puas. Tapi nggak dengan kesehatan. Oke, Bapak sering kontrol. Tapi kalau suatu hari Bapak kena penyakit, nggak akan bisa sembuh, Pak.” Evan mengangguk tipis, lalu berkata datar, “Kalau gitu, nikah sama saya. Saya nggak akan nakal lagi kalau nikah sama kamu.” “Ogah!” sahut Risa cepat, lalu beranjak ke sofa. Ia duduk, menatap kolam renang dengan wajah kesal, sambil dalam hati bertanya-tanya kenapa pria dingin seperti Evan tiba-tiba melontarkan kalimat serius itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD