Ray menatap ragu kearah kedua orangtuanya serta Trina yang kini menunggu jawabannya. Salahnya juga karena bertanya tentang ide gilanya untuk mencarikan pasangan. Ok. Ray memang tak bisa tidur semalaman karena undangan pernikahan Sarah dan Delvin. Ide sialan Arif juga karena membuatnya terbakar cemburu. Arif menyarankan Ray untuk tetap datang ke acara pernikahan Sarah. Arif bilang jika Ray tak boleh terlihat lemah padahal Ray adalah korban dari keegoisan Sarah serta Delvin.
Ray harus mampu menunjukkan jika tanpa Sarah, Ray jauh lebih bahagia. Maka Sarah tak akan lagi merasa menang karena telah meninggalkan Ray.
“Pasangan buat dateng ke acara nikahan mantan pacar Mas Ray? Terus Mas Ray berharap Trina mau?” tanya Trina dengan wajah bingungnya.
“Mas ini aneh ya. Jelas-jelas muka kita mirip. Yang ada, Mas bakalan diketawain sama mantan pacar Mas.” sahut Trina.
Akhirnya, Ray mengungkapkan perihal hubungannya dengan Sarah pada keluarganya. Ray yang berniat mengenalkan Sarah di kepulangannya kali ini, justru harus menerima kenyataan pahit karena beberapa bulan lalu, Sarah kepergok dirinya tengah bersama Delvin dan justru mereka langsung menikah dalam waktu dekat. Ray yang kala itu sudah melamar Sarah dan hendak merencanakan pernikahan, justru malah diberikan kenyataan pahit oleh Sarah.
“Lagian kamu ini. Kenapa sih harus ada balas dendam segala. Ngga baik. Kalo mau niat mendoakan ya datang aja sendiri.” ucap Rahman, seakan tak setuju dengan niat Ray yang ingin memanas-manasi Sarah.
“Loh, Papa kok gitu sih. Ray itu bukan balas dendam. Ray itu cuma mau nunjukin kalo tanpa perempuan itu, Ray bisa bahagia.” elak Dewi yang membela Ray.
“Tunggu. Kenapa Mas Ray ngga dateng sama Mba Riri aja? Kalo sama Trina, ya jelas ketauan kalo kita sodaraan.” usul Trina tiba-tiba.
“Nah! Bener juga anak ini.” Dewi mengelus puncak kepala Trina sambil senyum-senyum seakan dirinya dan Trina sudah kongkalikong untuk merencanakan hal ini. Ray nampak canggung dan kebingungan.
“Mama sama Trina jangan aneh-aneh deh.” balas Ray.
“Loh, apa salahnya pergi sama Riri? Riri pasti ngga kalah cantik dari mantan pacar kamu, Ray. Dijamin, dia nyesel karena udah ninggalin kamu.” seru Dewi. Sepertinya, berdiskusi dengan keluarganya bukan menjadi pilihan yang Ray ambil seharusnya. Lihat saja, ini justru menjebak Ray dalam masalah baru.
“Ya tapi, Ma…”
“Udah. Mama bilang Riri ya. Riri pasti mau bantu kok.” Dewi tak menghiraukan wajah Ray yang kebingungan karena sekarang Dewi sudah beranjak menuju kamar Riri.
Ray memijit pelipisnya. Mamanya benar-benar terlalu bersemangat untuk urusan beginian.
“Udah. Mas Ray tenang aja. Yang penting, besok Mas Ray pasti bisa dateng bawa gandengan.” ledek Trina sambil senyum-senyum kearah Ray. Begitu pun Rahman, seakan mendukung rencana Trina dan Dewi.
**
Ray berdehem sebentar begitu melihat Riri yang sudah rapi dengan gaun berwarna biru tua selutut dengan model Sabrina yang membuat bahu indahnya terekspos. Rambutnya dibiarkan tergerai dengan headpiece berwarna silver yang semakin membuatnya terlihat elegan. Makeup tipisnya juga makin mendukung penampilannya hari ini. Sederhana namun nampak mewah di mata Ray.
Manis. Tiba-tiba ungkapan itu terlintas di hati kecil Ray.
“Aku aneh ya, Ray?” tanya Riri saat Ray tak mengucapkan sepatah katapun begitu dirinya keluar dari dalam kamar. Ray langsung menggeleng kuat.
“Ngga kok.”
“Aku udah lama ngga dandan. Takut aneh deh.” Riri menatap kaca di layar ponselnya dan menatap dirinya.
“Ngga kok, Ri. Itu….cantik.” gumam Ray pelan. Riri tersenyum kecil sambil berjalan kearah ruang tamu. Trina, Dewi dan Rahman menatap Riri takjub.
“Riri….cantik banget sih nak.” puji Dewi sambil tersenyum lebar.
“Parah sih. Ngga salah Mas Arka dulu tergila-gila sama Mba Riri. Cantik banget gini.” celetuk Trina. Riri hanya tersipu malu.
“Ray sama Riri langsung berangkat ya, Ma.” ucap Ray kemudian.
“Ma, Riri titip Aira.” kata Riri pada Dewi. Dewi mengangguk pelan.
“Pokoknya, kalian nikmatin pestanya. Ngga usah khawatir sama Aira. Mama sama Trina dan Papa disini akan jaga Aira.” ucap Dewi. Riri bisa bernafas lega walau agak khawatir karena meninggalkan Aira dirumah.
“Yaudah. Ray sama Riri jalan dulu.”
“Eh…tunggu!”
Dewi menghentikan langkah Ray dan Riri yang hendak menuju mobil.
“Apalagi, Ma? Ada yang ketinggalan?” tanya Ray kebingungan. Dewi meraih tangan Riri dan menaruhnya di lengan Ray.
“Kalian harus latihan dari sini supaya pas sampe sana ngga lupa. Pokoknya nanti harus kaya gini.” seru Dewi sambil senyum-senyum kearah Riri dan Ray. Riri dan Ray saling bertatapan karena merasa canggung. Ray berdehem sebentar lalu melepas tangan Riri yang ada di lengannya pelan.
“Iya, nanti aja Ma kalo udah sama venue acaranya. Sekarang kan ngga perlu.” ucap Ray. Dewi langsung memanyunkan bibirnya.
“Yaudah, kalian hati-hati.” ucap Dewi pada akhirnya. Riri dan Ray langsung menuju mobil bersama.
Dewi dan Trina melambaikan tangannya begitu Ray membunyikan klakson mobilnya dan berjalan pergi. Dewi menyedekapkan kedua tangannya di d**a sambil menatap kepergian Ray dan Riri.
“Mama pasti akan bahagia banget, kalo Ray bisa menggantikan Arka di sisi Riri dan Aira.” gumam Dewi pelan. Rahman menatap istrinya.
“Begitu pun Papa. Ray keliatan cocok sama Riri ternyata. Lagipula, daripada cari perempuan yang belum tentu baik segala-galanya, kenapa ngga dengan Riri yang sudah jelas baik?” sambung Rahman seakan setuju dengan ucapan istrinya.
“Iya, kan? Papa ngerasain itu kan? Aira bahkan keliatan nyaman banget sama Ray.” balas Dewi.
“Tapi, Ma. Ngga mungkin semudah itu. Apalagi Mas Ray keliatan masih sayang sama mantan pacarnya itu.” kali ini Trina yang menyahut.
“Ya…kita doain aja yang terbaik untuk Riri dan Ray.” ujar Rahman menengahi.
**
Riri menatap takjub gedung-gedung Jakarta yang menjulang tinggi serta kilauan lampu kota di malam hari yang sudah lama tak ia lihat. Kesibukannya mengurus Aira dan rumah memang membuat Riri tak pernah keluar rumah sekedar berjalan-jalan. Jadi lah, dirinya macam orang yang norak begitu melihat keindahan kota yang jarang ia lihat sebelumnya.
“Seneng banget keliatannya, Ri?” goda Ray begitu melihat wajah terperangah Riri dengan pemandangan kota Jakarta di malam hari.
“Iya. Aku jarang banget keluar malem dan liat pemandangan kota dan lampu-lampu gini, Ray.”
Ray memandang iba kearah Riri.
“Emang kenapa jarang keluar, Ri?” tanya Ray penasaran.
“Ya…gapapa. Mama sama Papa sih sering ngizinin aku buat me time. Tapi ya hidupku sekarang cuma Aira. Ngga ada yang lebih penting dari Aira sekalipun kehidupan aku sendiri, Ray.” bals Riri sambil tersenyum kecil. Hati Ray sedikit tergerak. Riri benar-benar perempuan yang tangguh. Mungkin jika perempuan lain akan memilih menikah lagi dan mencari pendamping hidup disbanding berjuang sendirian. Tapi Riri terlihat berbeda. Ia benar-benar setia pada Ray dan berjuang dengan kehidupannya tanpa memohon belas kasihan maupun meminta bantuan orang lain.
“Ngga kepikiran nikah lagi, Ri? Aira…dia pasti butuh sosok seorang Ayah kelak.” celetuk Ray tiba-tiba. Riri malah membalasnya dengan tawa renyahnya.
“Ngga. Ngaco kamu, Ray. Selain karena hati aku masih milik Mas Arka, kayaknya…ngga lah kalo untuk cari pasangan hanya demi Aira. Ya…walaupun aku ngga tau rencana Allah untuk aku ke depannya akan seperti apa. Tapi yang jelas, untuk saat ini prioritas hidupku cuma buat Aira. Ngga ada yang lain atau kepikiran kearah sana.” jawab Riri bijak. Ray hanya mengangguk-anggukan kepalanya.
“Kamu sendiri? Ngeliat mantan pacar kamu yang hari ini nikah, kamu baik-baik aja Ray?”
Ray sontak menoleh sebentar kearah Riri dan sesaat setelahnya kembali fokus menyetir. Ray hanya terkejut saja karena tiba-tiba Riri menanyai perihal keadaannya yang ditinggal nikah oleh mantan pacarnya yang berselingkuh.
“Aku…” jawab Ray tertahan.
“Ngga baik-baik aja. Keliatan tuh dari muka kamu.” sahut Riri memotong jawaban Ray. Ray terlihat kikuk karena ketahuan berbohong.
“Aku yakin, laki-laki sebaik kamu pasti bisa dapet perempuan baik yang akan bener-bener mencintai kamu seutuhnya, Ray.” gumam Riri menyemangati. Ray tersenyum kearah Riri sebentar.
“Kamu yakin aku laki-laki baik? Darimana bisa yakin gitu, Ri?”
“Selain karena aku kenal kamu lama dari jaman sekolah dulu, Mas Arka sering cerita perihal kamu juga. Dia selalu banggain kamu yang pinter, sukses, banyak digandrungi cewe-cewe. Ya…pokoknya aku bisa nilai kalo kamu laki-laki yang baik.” senyum lebar Riri terpatri di bibirnya. Ray hampir saja terpesona sejenak dengan Riri yang menyemangatinya.
**
Riri dan Ray sampai di lobi hotel tempat venue acara resepsi pernikahan Sarah dan Delvin. Hotel mewah di daerah SCBD yang menjadi tempat lokasi acara. Mungkin, ini alasan Sarah meninggalkan Ray demi Delvin. Keluarga Delvin adalah keluarga konglomerat terpandang. Wajar saja, Sarah lebih memilih Delvin ketimbang dirinya yang mungkin tak ada apa-apanya dibandingkan dengan Delvin.
Ray menyerahkan kunci mobilnya pada salah satu petugas valet. Riri turun dari mobil Ray dan berdiri di samping Ray.
Beberapa tamu undangan hadir berdatangan. Riri terlihat kikuk karena tak mengenal satupun orang-orang yang hadir.
“Ray…kamu yakin mau bawa aku masuk? Aku ngga kenal siapa-siapa.” bisik Riri kearah Ray.
“Tenang aja. Kamu ngga perlu kenal mereka. Kamu cukup temenin aku dan nikmatin pestanya.” sahut Ray menenangkan kegugupan Riri. Riri menarik nafasnya pelan lalu membuangnya. Ray berjalan masuk diikuti Riri.
“Ray! Bentar.”
Riri beralih mendekati Ray dan merangkul lengan Ray dengan salah satu tangannya.
“Pesan Mama.” ucap Riri sambil nyengir. Ray merasakan jantungnya berdegup tak karuan. Baru kali ini berada di dekat Riri dan Ray merasakan sesuatu yang aneh pada dirinya.
Ray tersenyum canggung lalu berjalan masuk bersama Riri ke dalam ballroom acara. Terlihat beberapa tamu undangan sudah memadati ballroom tanda acara resepsi pernikahan akan segera dimulai.
Ray pikir, banyak sahabatnya yang akan hadir. Tapi nyatanya, Ray tidak menemukan satu pun yang hadir disini.
Ray dan Riri memilih berdiri di dekat karpet merah yang nantinya mempelai pria dan wanita akan berjalan menuju pelaminan. Setelah beberapa saat mereka saling kebingungan karena tak menemukan orang yang dikenal, suara MC acara membuyarkan kegugupan mereka karena acara akan segera dimulai. Beberapa tamu undangan bersiap menyambut kehadiran sepasang suami istri yang sudah sah karena siang tadi sudah dijalankan akad nikah di tempat yang sama namun Ray memilih hadir di acara resepsi pernikahannya saja.
Alunan lagu romantis mengiringi kehadiran Sarah dan Delvin. Sarah yang nampak cantik dengan gaun putih panjangnya serta Delvin dengan tuksedo berwarna hitamnya. Memang terlihat serasi. Tapi setitik rasa sakit hati masih Ray rasakan saat menatap wajah bahagia Sarah dan Delvin.
Riri mengeratkan tangannya yang menggandeng lengan Ray begitu mempelai pria dan wanita berjalan menuju pelaminan. Riri bisa merasakan kesedihan Ray saat melihat Sarah yang tak henti mengumbar senyum pada tamu undangan. Ray bisa merasakan genggaman tangan Riri yang mengerat. Ray menoleh kearah Riri dan mengisyaratkan bahwa ia baik-baik saja.
**
BUCIN RIRI-RAY KUMPUUUUL! Jangan lupa vote dan komen yang banyaak^^ apakah couple ini udah mulai menunjukkan tanda-tanda kebaperan?hehehehe
with luv,
madebyshan