Chapter 6

1781 Words
“Ray? Kamu dateng?” Suara Sarah membuyarkan fokus Ray yang tengah berbincang dengan beberapa temannya yang ternyata hadir juga di acara resepsi pernikahan Sarah. Sarah dan Delvin berada tepat di hadapannya kini. Sepertinya Sarah dan Delvin memang sengaja mendatangi tamu undangan karena tema acara ini dibuat sesantai dan se-intimate mungkin. “Oh, hai Sar. Aku baru aja mau naik ke pelaminan dan kasih selamat.” Ray menjulurkan tangannya lalu Sarah menerimanya dengan senyum getir. Senyuman Sarah berubah saat melihat perempuan cantik di samping Ray yang juga menyelamatinya. “Congratulations for you two. Semoga kalian bahagia selalu.” lanjut Ray sambil menyalami tangan Delvin juga. “Thank’s Ray.” sahut Delvin. Sarah mengeratkan genggaman tangannya pada Delvin sambil tersenyum kearah Ray dan teman-temannya yang hadir. “Kalian juga. Andika, Renata, Zavina, Ichal. Makasih banget udah sempetin dateng.” ucap Sarah pada keempat temannya dan Ray yang juga hadir. Sarah dan Ray memang berasal dari universitas yang sama dan mereka sudah menjalin hubungan sejak mereka berada di semester awal kuliah. Jadi tak heran jika teman Ray adalah teman Sarah juga. “Selamat ya kalian berdua. Langgeng-langgeng.” seru Zavina sambil tersenyum. Walau keempat temannya masih menyayangkan keputusan Sarah yang berpisah dengan Ray dan memilih Delvin. “Ini…siapa Ray? Aku baru liat.” tanya Sarah kearah Riri. Riri menatap Ray kebingungan. Ray juga jadi ikut bingung harus menjawab apa. Tak mungkin jika Ray mengatakan Riri adalah kakak iparnya. Ralat. Mantan kakak iparnya. “Ini…” ucap Ray terbata. Ray merangkul pinggang kecil Riri untuk mendekat kearahnya sampai keempat temannya terkejut dengan sikap posesif Ray. “Calon istri aku. Kita akan segera menikah.” ucap Ray santai sambil tersenyum lebar. Walau ia mengutuk kata-kata yang baru saja keluar dari mulutnya. Dapet ide darimana coba dirinya bisa berani mengatakan itu di depan teman-temannya dan Sarah? Riri melotot kearah Ray karena terkejut dengan ucapan Ray barusan. Namun Ray langsung menoleh kearah Riri dan mengisyaratkan jika ini hanya kepura-puraan yang harus Riri lakukan demi menyelamatkan Ray dari mantan pacarnya. Riri menghela nafasnya pelan dan menatap Sarah. “Aku Rizanty. Calon istrinya Ray.” Riri menjulurkan tangannya kearah Sarah dan menatap Sarah sambil tersenyum.  ** Singkat, padat, jelas, lugas, tegas. Bahkan Ray yang mendengarnya pun sampai merinding disko begitu Riri memperkenalkan dirinya pada Sarah. Ray tidak menyangka jika Riri sampai niat hati membantunya di depan Sarah seperti ini. Sarah berdehem sebentar dan menerima uluran tangan Riri. “Salam kenal, Ri…” “Panggil Riri aja.” ucap Riri. Sarah mengangguk pelan dan menyalami tangan Riri. “Salam kenal, Ri.” lanjut Sarah. Riri melepas uluran tangannya dan beralih menggenggam tangan Ray. Ray berusaha memasang senyum bahagianya di depan Sarah dan teman-temannya. Sebenarnya Ray tidak berbohong untuk senyumnya kali ini. Entah kenapa, bibirnya jadi tak berhenti untuk ingin tersenyum saat mendengar pernyataan Riri barusan. “Gilak. Ternyata yang daritadi di samping lo, calon istri lo, Ray?” kali ini Ichal nampak antusias. Ray hanya menjawabnya dengan senyuman sedangkan Riri merasa bingung karena sudah terlampau jauh membantu Ray. “Kenapa tadi ngga dikenalin sebagai calon istri lo? Wah malu-malu kucing aja lo Ray. Pantes buru-buru berangkat ke Jakarta, ternyata ada yang cepet ditemuin, guys!” sahut Andika. Keempat temannya langsung memberi respon menggoda kearah Ray. Ray melirik kearah Sarah yang nampak canggung. Sepertinya, ucapannya dan Riri berhasil membuat Sarah sedikit down. Sekalian saja, Ray memanas-manasi. “Ya…gitu deh. Lo tau kan, gue kalo udah sayang sama orang. Bucin.” balas Ray kearah teman-temannya. Ray makin mengeratkan rangkulannya di pinggang ramping Riri seolah-olah tak membiarkan Riri untuk pergi kemanapun. “Kalo gitu, gue sama Delvin balik keatas ya. Setelah ini bakalan ada acara spesial.” ucap Sarah tiba-tiba. “Oh iya, silahkan Sar.” sahut Ray sambil tersenyum tipis. Sarah dan Delvin izin kembali ke tempat mereka. Ray menghembuskan nafasnya pelan. Riri menangkap perubahan sikap Ray yang lebih tenang selepas kepergian Sarah dan Delvin. Namun tangan Ray tak berpindah dan masih merangkul pinggang Riri. Riri membiarkan hal itu sambil mendengar perbincangan Ray dengan teman-temannya. Setidaknya, Riri ingin membantu Ray sampai akhir. Akhir acara. **    Keempat teman Ray sudah masuk ke dalam mobilnya masing-masing. Tinggal Riri dan Ray yang tengah menunggu mobil Ray yang akan diantar petugas valet. Ray melepas rangkulan tangannya yang sedari tadi tak terlepas di pinggang ramping Riri. Riri sontak berdehem sebentar dan mencoba bersikap biasa saja. “Masuk, Ri.” ucap Ray begitu mobilnya sampai. Riri mengikuti perintah Ray dan masuk ke dalam mobil. Selama di dalam mobil, Riri masih terfokus menatap pemandangan kota yang menjadi perhatiannya. Ray berinisiatif memutar jalan demi membiarkan Riri menikmati waktunya sendiri. Setidaknya, hanya ini yang bisa Ray berikan pada Riri karena tengah membantunya kali ini. “Ri…kenapa tadi kamu mengiyakan omongan aku kalo kamu calon istri aku?” tanya Ray. Pertanyaan ini sejak tadi mengerubungi benaknya. Tentang respon Riri atas kebohongan Ray di depan Sarah dan teman-temannya. Padahal bisa saja Riri menyangkal itu. “Entah. Aku liat, cuma itu yang bisa aku lakuin buat kamu saat itu. Keliatannya, kamu sedih karena pernikahan Sarah. Jadi…mungkin sedikit kebohongan itu bisa bikin kamu jauh lebih baik Ray.” jawab Riri panjang lebar. Ray menoleh dan seketika terpana dengan jawaban jujur Riri. Riri memang perempuan yang baik. Seperti kata Arka dan keluarganya. “Aku…ngga sesedih itu ternyata.” “Semua bakalan baik-baik aja kok Ray. Mungkin memang kali ini menyakitkan karena kamu ngga bisa bersatu sama Sarah. Tapi nanti, mungkin kamu akan merasa bersyukur atas skenario yang Allah buat. Entah kapan. Kamu cuma bisa nunggu dan berdoa.” nasihat Riri sambil tersenyum tipis. Kenapa Riri bisa setegar itu saat ditinggalkan laki-laki yang dicintainya? Ray yang ditinggal nikah saja sudah merasa sakit sampai kepala dan sekujur tubuhnya. Menjalin hubungan selama kurang lebih 6 tahun lamanya namun ditinggalkan begitu saja. Bagaimana Riri yang harus ditinggalkan selamanya? Ray menepikan mobilnya di salah satu taman kota. Riri terhenyak dan menatap Ray kebingungan. “Kenapa berenti, Ray?” “Butuh angin.” sahut Ray sambil beranjak keluar. Riri mengikuti Ray dan duduk di samping Ray. Taman kota yang terlihat ramai oleh beberapa pasangan yang tengah pacaran. Tak sedikit juga ada beberapa keluarga kecil yang tengah menghabiskan waktu bersama. Riri jadi teringat Aira yang kini berada di rumah. Pasti Aira akan senang jika ia bisa membawanya juga kesini. Ray menatap arah tatapan Riri. Ray jadi kepikiran sesuatu. “Lain kali, kita ajak Aira kesini. Gimana?” tawar Ray. Riri terkejut. “Serius, Ray?” Ray mengangguk pasti. “Mau banget. Pasti Aira seneng.” jawab Riri dengan wajah sumringah. Ray beranjak berdiri dan menghampiri salah satu pedagang minuman yang ada disana. Riri menatapnya dari kejauhan. Pasti Ray tengah galau berat. Makanya Ray tak mau pulang cepat-cepat. Biar saja lah. Setidaknya Riri juga bisa ikut menghirup udara yang selama ini sulit ia dapatkan dirumah. Waktu sendirinya. Riri tak menyalahkan siapapun. Pilihannya yang memilih mendedikasikan seluruh waktunya untuk hidup Aira. Tapi kali ini, Riri merasa bahagia melihat kelap kelip lampu kota dan jalanan yang padat. Entah kenapa membuat Riri tenang dan sejenak melupakan perasaannya pada Arka. Ray berjalan kearah Riri setelah membawa 2 buah botol minuman. Riri tersenyum pada Ray yang menawarinya salah satu dari minuman botol yang dibawanya. “Mau air putih atau yang berasa?” tanya Ray pada Riri. “Air putih aja. Aku masih ASI eksklusif dan gamau minum macem-macem.” jawab Riri sambil meraih sebotol air mineral yang disodorkan Ray. Ray kembali duduk di samping Riri dan menatap beberapa remaja yang tengah bermain skateboard. Melihat pemandangan seperti ini mengingatkan Ray akan masa remajanya yang begitu menyenangkan. “Inget ga sih, waktu SMA. Aldo jatoh di lapangan gara-gara belajar skateboard? Sampe kita semua panik tapi akhirnya ketawa juga.” celetuk Ray sambil meneguk minuman miliknya. “Iya. Anak itu kemana ya Ray. Tingkahnya ada-ada aja. Gaya-gayaan freestyle motor malah kejengkang.” Riri tertawa pelan sambil mengingat kejadian lucu tentang teman mereka semasa SMA. Ray menggelengkan kepalanya. “SMA tuh seru juga ya, Ri. Hidup tanpa rasa beban. Bebannya paling sebatas ditolak cewe yang ditembak langsung.” sahut Ray. Riri balas tertawa. “Iya termasuk nolak temen aku yang dulu terang-terangan nembak kamu. Jahat kamu Ray.” “Ya….maaf. Bukan tipe aku. Cinta kan ngga bisa dipaksain Ri.” alasan Ray. Riri hanya balas mencibir. “Waktu dulu aku SMA menurut kamu aku gimana Ri? Jelek atau ganteng nih?” tanya Ray yang membuat Riri ingin menahan tawanya. Ray menoleh kearah Riri yang tengah kesulitan membuka tutup botol air mineralnya. Ray dengan sigap menaruh minuman miliknya di samping tempat duduknya dan meraih botol air mineral milik Riri tadi lalu membukakan tutupnya dan mengembalikannya lagi pada Riri. Riri yang awalnya terkejut hanya menerima minuman miliknya dan meneguknya pelan. “Jelek sih ngga. Cuma nyeleneh aja.” jawab Riri jujur. “Oh…jadi aku termasuk ganteng gitu ya di sekolah?” “Ya ngga tau juga. Ganteng cantik itu kan relatif Ray.” “Jadi aku ganteng ngga?” ledek Ray sambil mendekatkan wajahnya kearah Riri. Riri membulatkan matanya lalu menoleh lurus ke depan tanpa menatap Ray. “Ya…lumayan lah untuk ukuran anak SMA.” jawab Riri canggung. Ray tertawa pelan sambil mengingat kembali masa remaja mereka. “Ngga nyangka. Kamu jadi kakak ipar aku. Rizanty yang judes, jutek, susah diajak kenalan, ngga pernah pacaran, malah jatuh cinta sama Mas Arka.” ucap Ray kemudian. Riri menatap Ray sambil memanyunkan bibirnya. “Kata siapa aku judes, jutek, susah diajak kenalan dan ngga pernah pacaran?” “Kata….ya beberapa temen aku pernah deketin kamu kan Ri. Mereka bilang kaya gitu.” jelas Ray. “Itu karena mereka ngga memenuhi kriteria aja. Dan agak ngga masuk lah sama tipe idaman aku. Beda sama Mas Arka.” jawab Riri meluruskan. “Huuu…bucin.” ledek Ray. “Biarin. Udah sah jadi suami istri kok.” balas Riri tak mau kalah. Ray bisa melihat wajah Riri dari dekat. Kenapa hari ini Riri nampak berbeda dan cantik di mata Ray? Apa Ray tidak salah lihat dan penglihatannya sedang bermasalah? “Ri.” “Apa?” “Kamu ikhlas?” tanya Ray dengan mimik wajah serius. “Ikhlas untuk apa?” “Takdir yang Allah kasih ke kamu.” Riri mulai mengerti maksud pembicaraan Ray. “Sedang berusaha. Butuh waktu. Tapi setiap harinya, aku lagi belajar untuk itu.” jawab Riri sambil tersenyum tipis. Bahkan senyumannya juga terlihat berbeda kali ini di mata Ray. Astaga. Ray benar-benar sedang mabuk atau bagaimana? Masa cuma karena minuman rasa apel yang diminumnya dari abang-abang penjual asongan membuat perasaannya dan penglihatannya kacau begini saat menatap Riri? “Tapi Mas Arka kasih aku Aira. Aku sangat bersyukur dengan itu.” lanjut Riri lagi. Ray terdiam mematung. --------------------------------------------------------------------------------- Kira-kira Ray-Riri harus dinikahin aja ngga sih?wkwk jangan lupa tap love dan komen^^ with luv, madebyshan
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD