BENANG YANG KUSUT

1389 Words
Rhea membanting pintu rumah dan langsung berlari ke arah kamarnya setelah melepaskan segala pakaian yang melekat di tubuhnya. Di bawah guyuran shower dinginnya ia menanggis dengan keadaan yang sulit menghampiri dirinya yang tak pernah usai, setelah ceritanya dengan Dito usai yang membuatnya harus mengakhiri kisahnua, kini datang lagi sebuah masalah bahwa ia baru saja menghabiskan malam panjangnya dengan tidur bersama seorang pria asing yang tidak pernah ia kenal. Tuhan seperti memberi Rhea imbas dari kelakuannya malam ini. Niatnya mencari hiburan malah mendapat getahnya, malam itu mungkin malam ampesnya Rhea bukannya menghilangkan masalah malah menambah masalah. Bagaimana kalo nanti ia hamil? Aku harus mengaku bagaimana nanti? Pasti tak akan sampai ia mengandung benih pria asing itu, ya pasti.   Lama Rhea berada di bawah guyuran shower memeluk lututnya sembari mengingat percakapan singkat dengan pria asing yang sialnya memang menawan. “Siapa kamu?” “Kamu siapa? Yang harusnya tanya begitu adalah saya bukan kamu.” “What, apa yang kamu lakukan pada saya semalam, dasar playboy gila.” Omel Rhea “Harusnya saya yang berkata begitu padamu dan kenapa kamu juga mau saja saya ajak kesini.” “A-aku- bukannya anda yang menyeret saya kesini.” Gugup Rhea “Kalo saya hamil, anda adalah orang pertama yang akan saya cari.” Gertak Rhea serius kemudian bangkit dari tempat tidur dan menarik selimut dan tak lupa membawa baju yang berserakan di lantai “Hai-tunggu. Tidak mungkin kita hanya melakukan sekali dan kamu tak mungkin secapat itu mengandung anak saya.” Teriak Shaka yang juga tak terima “Shut up!” Buliran bening masih mengalir di pelupuk mata Rhea, matanya sudah membengkak. yang saat ini Rhea pikirkan adalah bagaimana cara menjelaskan pada kedua orangtuanya bahwa ia membatalkan pernikahan yang sebentar lagi terlaksanakan dan jangan lupakan juga cara menjelaskan nanti pada kedua orangtuanya bila ia memang sudah terlanjur hamil. °°° Sakha masih mencerna apa yang baru saja mereka lalui 24 jam yang lalu, ia tidur dengan seorang perempuan yang tidak pernah ia kenal. Sakha menatap nanar tempat kosong di sebelahnya yang nyata-nyata masih tergambar jelas sisa pergumulannya dengan wanita asing tadi, Shaka mengusap kesal wajahnya bukannya mendapat kepuasan malah mendapatkan masalah. Masalah yang mungkin akan menjadi sebuah bumerang. °°°                                       Sakha memilih untuk segera keluar dari hotel yang dimana menjadi saksi bisu kejadian semalam. Sekarang ia sedang menuju ke arah rumahnya ia harus segera memikirkan segala resiko yang segera menyapanya meliputi mencari tentang wanita yang semalam bersamanya. Dengan menambah kecepatan ia melajukan mobilnya ke arah apartementnya, ia memang masih sering kali pulang kerumah kedua orang tuanya, namun untuk saat-saat ini ia ingin menyendiri memikirkan segala hal yang menghadangnya. Dalam bayangannya ia memikirkan nasib dari wanita itu, Shaka memang b***t terang saja namun ia tipe pemilih ia membutuhkan wanita yang sudah berpengalaman bukan gadis ting-ting yang ia trobos dengan sang juniornya. Niatnya ia hanya ingin membunuh rasa suntuk setelah seharian menghadapi persidangan yang penuh dengan kealotan meski pemanang berada di pihaknya, tetap saja Shaka butuh sebuah hiburan dan kepenatan terutama pada masalah dahaga merenguk kenikmatan. Tanpa berpikir panjang, Sakha melangkah ke unit apartementnya, ia melepas cepat kemejanya yang segera ia masuk kedalam kamar mandinya. Tetesan air shower mengalir di badan liat Shaka dengan sebuah gambar tato tergambat tepat di samping kiri punggungnya dengan tegas. Guna sedikit meringankan masalah berkecamuk di benaknya ia rela berlama-lama menghabiskan diri di bawah shower bahkan memikirkan wanita tadi membuat juniornya mulai beraksi lagi. “Apa kamu menemukan sarangmu, Jemes.” Lirih Shaka di sela ia menyelah rambut hitam legamnya ●●● Kejadian malam itu sudah berlalu hampir 3 minggu dari kejadian naas tersebut. kesalahannya kenapa ia harus menuruti nafsunya jika saja ia memilih berbagai ceritanya pada para  sahabatnya ia yakin tidak akan berakhir dengan malam itu. Namun, mau di kata apa bila nasi sudah menjadi bubur. Di balik kubikelnya Rhea masih melamunkan malam naas itu dan ia masih tetap menatap nanar kalender yang sudah mendapat bagian lingkaran merah. Seharusnya ia sudah mendapat masa bulanannya tapi yang ia dapat adalah hanya sebuag flek, pikirnya ia hanya stres mendapat sejumlah pekerjaan yang akhir-akhir ini menumpuk hingga tak memperhatikan kesehatan tubuhnya. Mungkin nanti ia akan mencoba untuk mempriksakan dirinya kepada dokter. Ia harus segera mengetahui keadaan tubuhnya sebelum terlambat, dadanya berdetak cepat, semoga ia memang hanya terlambat datang bulan. Bahkan bila tak salah, setelah selesai meratapi diri Rhea membeli pi pencegahan hamil, semoga benih yang di semburkan pria asing itu tak sekuat perkiraannya. "Rhe, ngelamun aja kerjaan lu akhir-akhir ini. Ada apa, cerita sini." Tanya Rissa si partner kerja Rhea "Gue gapapa kok Ris, cuman kepikiran aja kerjaan gue kapan selesainya." Ujar Rhea berbohong "Awas lu bohong, gue gantung diatas loteng." Kata Rissa "Apaan sih, ga lucu tahu." Balas Rhea sembari berkutat pada kerjaannya "Yaudah deh kalo lu nggak kenapa-kenapa tapi kalo ada apa-apa jangan sungkan buat cerita ke gua, oke?" Balik Rissa kearah kubikelnya “Oke, Ris.” Saat Rhea sudah kembali meneliti rangakaian pekerjaannya, bos yang mendapat julukan ratu lambe turah itu mendekat ke arah kubikel milik Rhea, entah apa lagi tugas yang akan ia berikan untuk Rhea padahal tugasnya kemarin saja belum sempat ia tuntaskan semua. Sebenarnya Rhea sudah hapal dengan tabiat bos centilnya itu, bila tidak nyinyir pasti akan menambah pekerjaan pada karyawannya. "Rhea, bisa tolong saya antarkan ini ke kantor pengacara saya." Kata bosnya tanpa basa-basi "harus saya ya, Bu?" Rhea terlihat enggan "Mau siapa lagi, si Dini lagi banyak tugas, Rissa baru akan ikut meeting, kamu. Saya kira tugas kamu hampir selesai" Kata sang bos tanpa melihat disamping kanan Rhea tertumpuk beberapa report yang harus ia kerjakan “hampir selesai, selesai dari hongkong kali!” Kesal Rhea dalam hati "Yasudah Bu, saya antarkan." Akhirnya mau tak mau Rhea memang harus menurut dengan permintaan sang bos "Nah, tolong antarkan ini ke pengacara saya ya, nanti ada sekertarisnya kamu tinggal bilang ingin bertemu dengan  bapak Arshaka Virendra Bagaskara." Jelas si bu Bos "Baik bu, saya pamit dulu." Balas Rhea dengan suara pelan “Iya, cepat balik. Kamu juga harus ikut saya bertemu klien.” “Iya bu, baik bu” Akhirnya Rhea keluar kantornya dan meninggalkan tugas report yang mungkin ntah sampai kapan pekerjaannya cepat selesai, inilah nasib cungpret yang tersiksa. Mobil mini Cooper abu-abu milik Rhea melaju cepat diantara mobil-mobil lainnya yang juga sedang memenuhi jalan siang ini, setelah terbebas dari jalanan yang lumayan macet akhirnya berhenti tepat di parkiran kantor pengacara yang bosnya katakan tadi. Rhea melangkah masuk menuju meja resepsionis terlebih dahulu yang berada di pojok kanan dekat pintu masuk, dengan langkah sedikit cepat Rhea sampai didepan meja resepsionis yang terlihat sedikit sibuk itu. "Permisi mbak, mau tanya bisa bertemu dengan pak Arshka?" Tanya Rhea pada Resepsionis cantik yang bername tag Nina Marlina "Oh bisa mbak, maaf dari mana." Tanya Nina "Saya dari kantor sejaya hati mbak." Ujar Rhea "Oh dari Ibu Adinda Marwah ya?" Jelas sang Nina lagi "Benar mbak." "Sebantar ya mbak, saya konfirmasi dulu pada sekertarisnya pak Arshaka." Kata Nina lagi setelah itu ia sibuk bicara dengan sekertaris bosnya "Maaf mbak, mbak bisa langsung menuju ke ruangan pak Arshaka di lantai 2, pojok kiri ya mbak, nanti disana akan di arahkan oleh sekertarisnya." Jelas Nina Marlina tadi "Baik mbak terima kasih." Kata Rhea kemudian berjalan menuju kearah Lift °°° Suara dentingan lift terdengar menandakan Rhea sudah sampai ditempat tujuannya, dan setelah itu ia melangkah keluar diarea lift dan berjalan ke arah ruangan yang sudah diberi arah oleh Nina resepsionis cantik tadi. Rhea sudah berdiri didepan pintu ruangan pengacara bosnya itu, Rhea berdiri didepan meja sekretaris Sakha tanpa diminta pun sekretarisnya menyuruhnya untuk segera masuk ke dalam ruangan bosnya. "Terima kasih mbak" Ucap Rhea dan hanya dibalas senyum manis ramahnya Kini Rhea sudah berada didalam ruangan Sakha, dan ia melihat pengacara bosnya itu sedang menghadap kearah jendela, dengan rasa ragu akhirnya Rhea menganggu aktivitas Sakha yg terlihat asik dengan pemandangan diluar sana. Entah apa yang sedang ia lihat tampak terlihat tenang dan melamun. "Selamat siang, pak Arshaka" Sapa Rhea akhirnya Sedetik berikutnya ia melihat kursi berubah berputar, dan benar kursi singgahsana pengacara itu bergerak berputar kearah depan, dan selanjutnya terdengar suara berat namun tak asing untuk Rhea. "Selamat siang" Balas Shaka "Dari stafnya Bu Adinda marwah?" Tanya Sakha lagi namun dengan pandangan mengarah berkasnya Mata elang Shaka mengedar pada sesosok perempuan yang masih tetap berdiri. Shaka belum sadar dengan apa yang ia lihat sekarang, seperti tak asing bagi ingatannya. “Kamu..!!” Pekik Rhea
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD