bc

Karisma Dilea

book_age16+
1.4K
FOLLOW
11.0K
READ
fated
scandal
CEO
drama
brilliant
city
enimies to lovers
secrets
lonely
like
intro-logo
Blurb

"Apa yang bisa gue dapatkan, jika proyek besar ini gue kasih ke elo?" ucapku pada cewek cantik keras kepala ini.

"Apapun yang elo mau," jawabnya mantap. Namun, sedikit bergetar.

"Benarkah semuanya?" tanyaku dengan nada tak percaya.

"Ya! Apapun. Makanya cepat katakan apa yang loe inginkan dari gue. Apapun akan gue berikan asal proyek perusahaan loe bisa loe kasih ke perusahaan gue. Apapun itu, termasuk…," Kata-katanya terhenti. Mungkin masih ragu untuk mengatakannya.

"Termasuk?"ucapku mengulang.

"Termasuk keperawanan gue," jawabnya lirih. Seakan tak begitu ikhlas mengatakannya.

Tak kusangka. Seorang Dilea Anastasia harus rela mengorbankan apapun demi mendapatkan sebuah proyek besar. Padahal biasanya dia yang selalu merebut semua klienku hanya dengan kecantikannya.

"Kalau loe bisa bikin gue jatuh cinta dalam tiga bulan ini. Maka loe bisa dapetin proyek itu," ucapku lalu beranjak. Kutinggalkan Dilea di meja restoran Jepang itu dengan wajah bingungnya. 'Heh. Membuat gue jatuh cinta? Justru gue yang akan membuat loe jatuh cinta sama gue.'

chap-preview
Free preview
Bab. 1 Menang Lagi
Dilea PoV. "Proses building sendiri, memakan waktu antara tiga sampai tiga setengah tahun. Kami lebih cepat selesai dibanding perusahaan lain. Karena kami menggunakan alat-alat canggih yang sudah bersertifikat Internasional. Selain ketepatan dan kecepatan. Sehingga akan mengurangi pengeluaran dan meningkatkan efisiensi waktu pada perusahaan Bapak. Perusahaan kami juga selalu mengedepankan kualitas bangunan yang kami sesuaikan dengan standar Internasional. Jadi, Bapak tak perlu khawatir akan garapan kami. Sebab, sudah empat tahun berturut-turut kami selalu mendapat Director Safety Performance Award di ajang Indonesia Construction Safety Awards atau ICSA. Dan kami pun…." Kata-kataku terputus. Sebab, laki-laki paruh baya yang sedari tadi menatapku tanpa kedip itu memotong presentasiku.  Namaku Dilea Anastasia. Umurku baru 30 tahun. Kenapa kusebut baru? Karena aku malas mengait-ngaitkan umurku yang sudah matang ini dengan hal-hal yang berbau pernikahan. Tinggiku 175 cm dengan bodi yang rata-rata dimiliki para Fashion Model. Dan wajahku pun tak kalah cantik dari mereka. Dengan hidung mancung, bibir tebal, bulu mata lentik alami serta bentuk wajah oval. Membuat semua  laki-laki yang kutemui mengagumi diriku. Kecantikanku juga yang sering membuat ku memenangkan tender. Tentunya selain karena kepiawaianku dalam berkomunikasi dan kualitas kerja perusahaanku yang memang tak bisa diragukan lagi. "Cukup. Cukup. Saya sudah sangat paham dengan kinerja perusahaan kalian. Dan saya menerima perusahaan kalian yang akan mengerjakan proyek ini," ucapnya masih dengan tatapan yang membuatku risih sebenarnya. Aku hanya tersenyum. Apa boleh buat, aku harus tetap jaga image agar dia tak membatalkan kerjasama ini. Jika tidak karena itu, sudah kutabok wajahnya yang sok ganjen itu dengan sepatu hak tinggi yang berujung runcing ini. Aku terus tersenyum manis. Semanis madu hitam menurutku. Yap! Manis sedikit tapi paitnya mencekik. Aku tak terbiasa tersenyum. Namun, bila ku tarik kedua ujung bibirku bersamaan. Semua cowok yang melihatnya akan segera memujiku. Dan kutahu, itu hanyalah tipuan untuk menjeratku ke dalam neraka yang mereka sebut rumah tangga. Aku memang membenci hal itu. Rumah tangga, hidup berkeluarga apalagi makhluk hidup yang disebut suami. Hoek! Aku mau muntah rasanya. Berkali-kali aku ditanya kapan nikah. Berkali-kali juga aku merasa mual. Trauma masa kecilku adalah penyebabnya. Bagaimana tidak? Ayahku. Orang yang seharusnya menjadi pelindung serta pemimpin di keluargaku. Justru menjadi orang yang tega menyakiti dan mengabaikan aku dan ibuku. Huh. Masih jelas dalam memoriku tiap-tiap kali mereka bertengkar. Dan yang paling sering muncul di mimpi burukku. Tak lain dan tak bukan ialah Ayah kandungku sendiri. Pertengkaran itu, percekcokan itu seakan tak ada habisnya. Hingga akhirnya ibuku mati di tangan ayahku sendiri. Begitukah yang dinamakan hidup berumah tangga?  Kembali pada presentasiku hari ini. Aish. Ini bagian yang paling kubenci setiap selesai presentasi dan menandatangani kontrak. Lelaki tua itu menjulurkan tangannya agar segera kugapai. Mau tak mau aku pun melakukannya. Kuraih tangan keriput yang masih alus itu. 'Pasti karena pegangan pulpen. Coba kalau cangkul. Sudah kayak jalan rolakan yang belum diaspal ini tangan,' batinku sambil mempertahankan senyum di wajahku.  Satu. Dua detik bersalaman. Aku tak sadar jika dia membalik tanganku. Lalu mengecup punggung tanganku. Reflek tanganku yang lain terangkat hendak menamparnya. Untung saja, Rere asistenku sigap dan langsung menahannya. Hingga membuat si Bapak tak curiga akan sikapku padanya. "Selamat bekerja sama Bos cantik PT. BINTANG LARAS KARYA," ucapnya sambil tersenyum genit. Aku hanya tersenyum terpaksa. Malas membalasnya. "Ya, sudah. Kalau begitu sampai jumpa lain waktu cantik," pamitnya sebelum pergi. Aku pun menghempaskan tubuhku ke atas kursi sofa di ruangan VIP Resto BrotherHouse. Cukup sudah sandiwara ini. Aku pun kembali menjadi diriku sendiri. "Huft. Dasar nggak tahu diri. Nggak inget apa sama keluarganya di rumah," gerutuku lalu menyambar jus mangga kesukaanku. Tak sengaja, aku melempar pandangan keluar dinding kaca yang berada tepat di depanku. Pandanganku pun menangkap sosok yang sama dengan sosok yang kulihat Minggu lalu di luar jendela Resto yang lain. Keningku pun berkerut sempurna. Tapi tak begitu lama. Sebab, di detik berikutnya Rere mengalihkan pikiranku. "Itu yang namanya laki-laki hidung belang, Bu," ucapnya. "Ya. Bener. Bener banget itu. Untung saja kamu bisa cekatan dengan responku. Kalau tidak kita sudah kehilangan proyek itu," balasku masih menggunakan kata formal. Maklum, meskipun umur kita hampir sama tapi kita sudah terbiasa berbincang di kantor dengan logat itu. "Saya itu sudah jaga-jaga dari awal. Kali-kali dia mau melakukan hal-hal yang tidak Ibu suka. Makanya respon saya cepet," ujarnya. "Aku memang tak salah memilihmu menjadi asistenku Re," pujiku tulus. Rere malah tertawa. "Haha. Itu kan sudah tugas saya, Bu." "Ini kan jam makan siang. Di luar kantor juga. Jadi, kamu cukup panggil saya Lea saja ya. Kita kan seumuran," pintaku.  "Baik, Bu Lea. Eh maaf Lea maksudnya." Diapun keceplosan karena belum biasa pastinya. Sedang aku tak ambil pusing dan hanya manggut-manggut tanda mengerti. "Oh ya, Re. Tadi kamu sempat lihat laki-laki bertopi yang pakai jaket hitam di luar jendela itu?" tanyaku kembali teringat sosok misterius tadi. "Laki-laki? Tidak. Bukankah, kamu bertanya tentang hal yang sama di Resto Minggu kemarin?" "Iya. Dan pakaiannya sama persis. Kayaknya sih orang yang sama," ucapku mengira-ira. "Fans kali Bu. Eh, Lea. Hehe." Dia pun nyengir kuda ketika kembali salah menyebutku. "Kamu ini gila ya. Mana mungkin saya punya fans. Saya kan bukan artis," elakku dengan mulut penuh. "Kamu kan cantik, anggun, berwibawa. Pastilah banyak yang naksir. Jadi, apa yang membuatmu belum menemukan pendamping?" tanyanya lalu segera menutup mulutnya dengan kedua tangan. Mungkin, dia ingat apa yang membuat asisten lamaku ku pecat. Jeglek! Aku menghentikan gerakanku yang tengah meminum jus manggaku. Kutahan emosiku agar tidak meledak. Karena, aku juga malas mencari pengganti Rere untuk kesekian kalinya. "Kita bahas yang lain saja ya," ucapku dengan penuh wibawa. Rere pun segera mengangguk. "Baik, Bu," balasnya sambil menunduk takut. Aku menghela nafas panjang. "Sudah jam berapa sekarang?" tanyaku yang langsung membuatnya mengangkat tangan kirinya dan memperhatikan jam yang melingkar di pergelangannya. "Jam satu lebih lima belas menit, Bu," jawabnya masih dengan takut-takut. "Ya sudah. Ayo kita balik ke kantor!" ajakku sambil beranjak. Aku pun memanggil waitres lalu memberikan sejumlah uang senilai yang tertera dalam bill. Kemudian kami berjalan keluar. Dan saat di pintu keluar aku berpapasan dengan cowok paling rese' sedunia akhirat. Namanya Rafian. Meskipun aku tak dapat menampik jika wajahnya Indo-nya itu memang menawan. Tapi aku sadar betul dia itu musuh bebuyutanku di dunia bisnis dan dunia nyata. Dialah pewaris tunggal perusahaan konstruksi sepertiku. Nama perusahaannya PT. Manunggal Perkasa. Perusahaan yang lebih dulu berjaya sebelum perusahaanku dikenal banyak orang. Namun, lain pemegang lain pula cerita. Sebab, akhir-akhir ini hampir semua tender besar yang kami rebutkan lebih banyak kumenangkan. "Ini dia. Bos cantik yang hanya bermodal wajah untuk bisa menang tender," sindirnya sambil menatapku sengit. Aku menghirup nafas panjang sebelum ku hembuskan dengan penuh kekesalan. "Jaga ya mulut lemes loe. Bos muda sok tampan," balasku tak kalah sengit. Aku pun melanjutkan jalanku dengan melewatinya. Hingga dengan sengaja ia meraih lenganku. Menahanku agar tidak berlalu. "Kau mau kemana cepat-cepat pergi begitu. Mau ke salon ya. Biar besok menang tender lagi," ucapnya sambil tersenyum mengejek. Aku membalas senyum yang sama padanya. "Oh, tentu. Kenapa? Loe mau ikut maskeran biar muka loe makin kinclong?" balasku tak mau kalah. Dia pun tak menjawab. Lalu ku singkirkan genggaman tangannya di lenganku. Kemudian segera berlalu diikuti Rere di belakangku.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tuan Bara (Hasrat Terpendam Sang Majikan)

read
114.4K
bc

SHACKLES OF GERALD 21+

read
1.2M
bc

AHSAN (Terpaksa Menikah)

read
304.4K
bc

Dua Cincin CEO

read
231.5K
bc

A Piece of Pain || Indonesia

read
87.5K
bc

Turun Ranjang

read
579.1K
bc

I LOVE YOU HOT DADDY

read
1.1M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook