bc

NOA ( Indonesia )

book_age18+
3
FOLLOW
1K
READ
adventure
arrogant
no-couple
mystery
brilliant
genius
expert
detective
male lead
high-tech world
like
intro-logo
Blurb

Ditemukannya sesosok mayat yang tubuhnya terbakar separuh dan tak beridentitas yang kini ramai disebut dengan kasus John Doe itu membawa sekumpulan pemuda jenius dalam teka teki misterius yang hampir memecahkan otak mereka. Kasus yang berawal dari pencarian identitas sang mayat pun berakhir dengan ketujuhnya meninggalkan kehidupan dan identitas mereka untuk bersiap mati kapan saja karena musuh mereka merupakan iblis yang bisa muncul dimana saja

chap-preview
Free preview
Prolog I
7 Desember 2021 “Aku akan menikah” halaman gedung dengan bau kopi yang kental itu sedang dirundung hujan, membuat bau khas dari tanah dan rumput yang basah mencoba beradu dan menyamarkan bau dari biji kopi yang hampir setiap jam nya digiling. Ini rabu pagi yang cerah, meskipun hujan, tak ada tanda petir akan muncul, namun kabut memang melingkupi daerah ini, membuat kesan dingin semakin kental dan entitas berjenis manusia disana enggan untuk melepas mantelya barang semenit. “Ah...” yang berjenis kelamin pria bergumam pelan sebelum ia menyeruput latte hangatnya. Keadaan lambung yang semakin lama semakin hancur membuatnya mau tak mau meninggalkan cairan hitam pekat khas americano jika masih ingin hidup lebih lama. “Apakah dia tampan? Apa pekerjaannya? Tanggal berapa kalian menikah? Aku akan mengusahakan untuk datang” Jika kalian berpikir mungkin gadis yang ada di hadapan pria itu akan tersenyum tipis mendengar kalimat penuh tanya dan sarat akan khawatir itu, maka jawaban yang kalian dapatkan adalah tidak. Yang diperlihatkan dengan jelas dari sorot matanya adalah binar redup dan mulai dilapisi kaca yang terbuat dari air mata. “Apakah kau benar benar pacarku??” tanyanya dengan nada yang tercekat di ujung tenggorokan. Tak habis pikir dengan reaksi pria yang sudah menjadi kekasihnya selama beberapa bulan ke belakang ini. “Jika konteksnya saat ini, tentu saja jawabannya tidak, bukan??” jawab pria itu tersenyum simpul. “Kau berkata sudah akan menikah, berarti kau dan keluarganya sudah memiliki pembicaraan yang serius, dan mungkin sudah memiliki tanggal” ujarnya lagi tak merasa terusik. Kembali mengangkat gelas mug yang masih terasa hangat itu, kemudian menyesap cairan berasa yang ada di dalamnya. “Kau memang tak pernah mencintaiku ya..” “Hm... cinta ya” katanya masih dengan nada yang tenang, tak terkesan bahwa dirinya merasa dikhianati oleh gadisnya. “cinta itu terlalu kompleks, sayang. Setiap entitas punya hati, punya rasa. Dan jika kembali lagi kedalam konteks yang sedang kita bicarakan, maka ada yang namanya rasa lelah. Mungkin.. sekarang kau sedang lelah, makanya bisa dengan mudah menerima desakan dari kedua orang tuamu yang memilih agar kau berkenalan dan berkencan dengan pria itu” dehaman pelan kembali terdengar sebelum ia meneruskan ucapannya. “Kemarin kau mencintaiku, sangat. Kini kau merasa jenuh. Dan aku tidak memiliki hak untuk terus mengekangmu berada di lingkaran ku” “Tidak, Tristan” tekan gadis itu dengan tangan yang kini sedikit mengepal. “Aku tidak pernah sedikitpun jenuh dalam mencintaimu, namun aku lelah untuk membuatmu mencintaiku” geram sang gadis. “Kau... dari awal, memang tidak pernah mencintaiku. Jika kau memang mencintaiku, kau tak akan mungkin terima ketika aku berkata bahwa aku menerima pinangan dari orang lain. Kau pasti akan mengusahakanku!” “Kau bukanlah objek yang bisa dikatakan kau diterima atau diberikan. Kau manusia, kau entitas, kau milik dirimu sendiri. Siapa pula aku berani mengklaim seseorang menjadi milikku jika orang tersebut bahkan tak ingin berada di sisiku?” “Berhenti playing victim!!!” pekikan dengan nada satu oktaf lebih tinggi tiba tiba terdengar, membuat beberapa orang yang berada di meja lain reflek menengok ke arah sumber suara. “Sedari awal kau memang tak pernah benar benar ada untukku. Giliran aku memilih yang lain, kau berkata bahwa aku lelah mencintaimu. Tidak, Tristan, tidak. Aku tidak pernah lelah mencintaimu, aku hanya lelah padamu” gadis itu terburu buru untuk mengangkat mantel yang tadi telah ia buka, mengeluarkan beberapa lembar uang juga kartu undangan dengan desain mewah lalu menaruhnya diatas meja. “Berhenti bersikap seperti itu atau kau akan berakhir sendirian sampai dimana kau menjadi mayat” tuahnya. “Aku pergi, Tristan. Senang pernah bisa bersamamu. Aku tunggu kedatanganmu di pernikahanku nanti” ujarnya sebelum melangkahkan diri pergi dari sana, meninggalkan si pria yang masih tak berekspresi apapun selain wajah datar layaknya yang sedari tadi ia tampilkan. Sendirian seumur hidup ya... sepertinya tidak terlalu buruk. Mengabaikan pandangan kasihan juga beberapa pandangan menghakimi dari banyaknya orang disana, pria yang bernama Tristan itu kembali menyesap lattenya dengan tenang. Matanya fokus pada rintik hujan yang terlihat menetes dari atap cafe hingga akhirnya sampai di tanah, membuat dirinya sedikit lebih bisa meresapi apa yang dikatakan oleh mantan kekasihnya tadi. Jika dipikir pikir, orang yang paling jahat dalam hubungan mereka memanglah dirinya. Dirinya yang tak pernah bisa memberikan afeksi lebih, dirinya yang dirasa terlalu cuek kepada si gadis, dirinya yang bahkan tak bisa melakukan apapun ketika gadisnya ditarik menuju lengan yang lain. Bohong jika dikatakan bahwa dirinya tak pernah mencintai gadis itu. Suatu kebohongan yang besar. Ia mencintai gadis itu dengan sepenuh hatinya, dengan sepenuh jiwa raganya. Namun dirinya yang masih dilingkupi masa lalu menakutkan merubah sifatnya yang tadinya jenaka dan hangat menjadi si b******k dengan hati dingin. Satu satunya hal yang ia inginkan hanyalah melihat gadis yang ia sayangi hidup dengan bahagia hingga tua, dan dirinya rasa dia bukanlah orang yang tepat dalam mendampingi hal itu. Baru saja ia akan bangkit dan mengikuti jejak mantan kekasihnya untuk pergi dari sana, dering ponsel pintarnya menarik semua fokusnya. Ia dengan malas merogoh kantung mantelnya hanya untuk mendapatkan dering panggilan dari seseorang yang rasanya ingin ia diamkan saja selama beberapa hari. “tidak” belum ada tiga detik panggilan internasional itu tersambung, bahkan si pemanggil belum mengeluarkan suara apapun selain suara helaan nafas, namun jawaban telak sudah diberikan Tristan atas apa yang akan ditanyakan oleh orang di ujung panggilan sana. Sama seperti apa yang sudah dilakukannya beratus kali dalam kurun waktu beberapa tahun kebelakang. “?????aku bahkan belum berkata apapun???” ingin rasanya pria itu belajar ilmu hitam agar bisa memukul Tristan via telepon. Rasanya semua rasa sebal yang menumpuk selama beberapa tahun ini benar benar perlu dikeluarkan sebelum ia dengan gila membeli tiket pesawat hanya untuk datang dan menghajar pria tak punya hati itu. “Kau pasti akan merengek seperti sebelum sebelumnya” “Aku tidak merengek, sialan” “Kau merengek seperti anjing kecil kehujanan yang tidak memiliki tuan” “Sialan kau, b******n” baru satu menit panggilan tersambung, namun Tristan sudah dua kali diumpati dengan sepenuh hati. Seingatnya, ia masih sering melakukan banyak hal baik, tapi kenapa semua manusia seakan sebal padanya. “jangan menutup telepon sebelum aku selesai bicara” “Bisakah kau membiarkan ku sendirian dengan tenang saat ini? Aku sedang sedih karena ditinggal menikah dengan kekasihku” “Jangan melucu. Sejak kapan kau benar benar serius berhubungan dengan seseorang” tanpa sadar, si penelepon memutar bola matanya malas sebagai tanggapan meskipun pria yang usianya lebih tua dua tahun darinya itu tak akan melihat. “Kau benar benar harus kembali saat ini, Tristan” ujar si penelepon setelah beberapa detik sempat dilalui dalam diam karena ia bingung harus memulai dari mana. Yang diperintahkan hanya terkekeh pelan dan terdengar bunyi khas dari seruputan cairan. Sepertinya pria bernama Tristan itu tak jadi untuk pergi dari cafe dan lebih memilih untuk duduk diam mendengarkan rengekan mantan rekan kerjanya itu. “Kau tahu kan alasan ku untuk tidak kembali itu apa” ujarnya. “Lagipula, saat ini meskipun tanpa pekerjaan, aku adalah pria muda kaya raya yang kekayaanku tak akan habis meskipun aku hanya berdiam diri di rumah sampai setidaknya umurku delapan puluh tahun” “Lalu kau akan mewariskan kemiskinan pada keturunanmu??” “Aku tidak berminat memiliki keturunan” “For- the god sake” pria yang lebih muda menghela nafas lelah setelah mengumpat dengan tekanan di beberapa bagian kata. “Oke, dengarkan aku dahulu” mohonnya. “Jika sehabis ini kau tetap merasa tak ingin kembali, itu terserah padamu. Tapi aku pastikan bahwa kami tak akan sudi untuk bertemu denganmu lagi” “Hey, ini namanya pemaksaan tahu” “Persetan” siapapun yang baik hati, coba tolong hitungkan sudah berapa kali pria malang ini mengumpat dalam kurun waktu kurang dari lima menit. “Dengarkan aku. Beberapa hari yang lalu, kami menemukan sebuah mayat dalam kondisi terbakar separuh. Semua sidik jarinya hilang dan kami tak akan bisa melakukan test DNA karena tak ada objek yang menjadi pembanding. Tak lama kemudian, mayat tersebut menghilang, lalu sesaat setelah itu, kami menemukan fakta bahwa sosok mayat tersebut adalah mata mata dari North Bellvile” “Apa tadi katamu, Luke??” “North Bellvile”

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Di Balik Topeng Pria Miskin

read
861.1K
bc

Marriage Aggreement

read
81.3K
bc

Scandal Para Ipar

read
694.6K
bc

My Devil Billionaire

read
94.9K
bc

Menantu Dewa Naga

read
177.4K
bc

Pulau Bertatahkan Hasrat

read
625.5K
bc

TERPERANGKAP DENDAM MASA LALU

read
5.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook