08 OKTOBER 2020
DIANDRA LOVIA SARADIKA
_______________________________
MATAKU mulai mengantuk, sedang pekerjaanku masih luar biasa banyak. Hari ini, mau-tidak mau, pekerjaan ini harus aku selesaikan walaupun menggadaikan waktu istirahatku. Beberapa hari ini aku sibuk, apalagi Mbak Inggrid tidak bisa selincah dulu karena sedang hamil besar. Sehingga beberapa pekerjaan dilimpahkan kepada-ku yang katanya adalah kepercayaannya. Terkadang aku merasa tidak adil, karena Mbak Inggrid selalu menekanku dalam beberapa pekerjaan. Tetapi aku juga sadar bahwa dirinya adalah ketua tim yang sangat baik. Dia memilihku juga karena aku bisa diandalkan, maybe. Ah, atau jangan-jangan karena aku mudah dimanfaatkan?
Ratih yang baik hati pun ikut lembur, walaupun pada kenyataannya lebih banyak menganggur sambil sibuk mengecat kukunya. Aku tahu tujuan utamanya masih betah di kantor bersamaku adalah untuk melihat Pak Bos yang seringkali berlalu-lalang di ruangan kami. Karena posisi ruangan Pak Bos memang sangat strategis, berada disamping ruangan kami. Sehingga, ketika Pak Bos pergi keluar, kami bisa leluasa melihatnya. Ah, ralat, bulan kami, lebih tepatnya lagi, Ratih.
Entahlah apa yang dilakukan Pak Bos sampai-sampai setiap hari harus bekerja lembur. Pak Bos jarang pulang cepat, walaupun karyawannya sudah pulang sekalipun, Pak Bos tidak terpengaruh. Mungkin dia adalah salah satu atasan yang baik walaupun kadang-kadang cerewet dan tukang marah-marah.
Aku kembali meregangkan otot-otot tanganku yang terasa kaku. Rasanya aku ingin pulang dan merebahkan tubuhku di atas kasur, melepaskan semua beban ini. Ah, sudahlah. Aku tidak bisa mengeluh terus-menerus karena ini memang tugasku. Naik jabatan dan gaji harus siap dengan konsekuensi pekerjaan yang semakin tinggi. Manfaatkan saja sebelum aku benar-benar berumah tangga.
Lagi-lagi aku merenung, masih terus kepikiran soal pernikahan antara aku dengan Javar. Apakah kira-kira semua itu akan terjadi? Maksudku, mengapa secepat itu? Dan... Mengapa harus dengannya? Aku tidak siap harus menjalin hubungan dengan orang yang pernah tinggal di masa laluku. Aku tidak siap mengakui sebuah perasaan yang terus memintaku untuk berjalan maju padahal hatiku sendiri ingin mundur.
"Mikirin apa-an kamu, Lov?" Tanya Ratih yang kali ini meletakkan ponselnya di atas meja.
Aku menggeleng pelan, "enggak kok, cuma capek aja."
"Bohong! Mukamu kelihatan kalau bohong. Mikirin masalah Seniormu itu? Kenapa enggak diterima aja sih, Lov? Kamu 'kan tahu sendiri soal perasaanmu. Udahlah, jangan malu mengakui kalau kamu juga mau sama dia. Iya 'kan?" Ucap Ratih yang kadangkala memang bijak.
Aku hanya bisa tersenyum, tidak mau banyak berkomentar jika sudah ada sangkut-pautnya dengan Javar. Aku masih begitu ingat tentang kenangan jaman kuliah yang terasa lucu tetapi membuatku benci waktu itu. Javar memang salah satu orang yang pernah membuat masa kuliahku sedikit berwarna. Tetapi, sayangnya, aku tidak ingin melanjutkannya. Memilih mendung itu terus bergelantungan di dekatku dengan mengabaikannya.
Ratih mencubit lenganku cukup keras, "astaghfirullah! Kurang ajar banget kamu, Rat—"
Aku diam membisu ketika melihat Pak Bos ada di depan kami. Ratih memberikan kode lewat matanya, mencubitku keras-keras hanya karena ada Pak Bos di depan kami? Aku tidak mengerti mengapa Pak Bos ada di sini? Apa mungkin dia akan memarahiku karena belum selesai mengerjakan pekerjaanku. Astaga, cobaan apa lagi ini.
"P-pak..." Ucapku seraya tersenyum ragu-ragu. "Saya akan selesaikan tugasnya hari ini. Sebentar lagi selesai." Sambungku dengan sedikit takut.
Sebenarnya Pak Bos jarang sekali marah jika karyawannya tidak kebangetan. Tetapi perusahaan juga sedang dikejar deadline launching produk baru, jadi ku-pikir harus cepat-cepat. Apalagi kebanyakan pekerjaan aku yang handle karena Mbak Inggrid tidak bisa lagi. Lalu, seorang pemula sepertiku langsung kaget dengan pekerjaan sebanyak ini. Sekarang, aku hanya bisa pasrah. Karena memang kapasitasku baru segitu. Tapi bukan berarti aku tidak berusaha. Aku sudah sangat berusaha, kok.
"Pulang sana, istirahat." Ucapnya tiba-tiba dengan wajah datar seperti biasanya. Tanpa menoleh ke sebelah pun, aku yakin seratus persen jika Ratih sudah overdosis kadar ketampanan Pak Bos yang katanya mirip oppa-oppa Korea, katanya.
Aku hanya bisa mengerutkan kening bingung, "tapi pekerjaan saya belum selesai, Pak Bos. Saya selesaikan saja sekarang."
Pak Bos menggeleng, "setidaknya jangan di kantor. Pergi-lah ke cafe atau tempat-tempat yang nyaman untuk mengerjakannya. Pekerjaan yang kamu lakukan ini sangatlah membutuhkan ide. Ada baiknya untuk keluar melihat-lihat, siapa tahu ada inspirasi."
Pak Bos mengeluarkan uang ratusan ribu dari dalam dompetnya. Lalu meletakkannya di atas tumpukan kertas yang ada di mejaku.
"Beli kopi sana! Episode lemburmu masih panjang, 'kan. Anggap saja bonus melek." Ucap Pak Bos lalu berlalu dari hadapan kami.
"Pak Bos, tidak perlu repot-repot." Ucapku yang hanya ditanggapi dengan lambaian tangan.
"Terima kasih banyak, Pak Bos."
Aku mengalihkan pandangan mataku ke arah Ratih yang sibuk menghitung uang yang diberikan Pak Bos tadi. Perempuan ini benar-benar matre, pikirku. Ah, walaupun begitu, Ratih adalah yang paling pengertian dan selalu menemaniku walaupun hanya sekedar duduk-duduk tanpa berniat membantu pekerjaan sahabatnya ini.
"Yuk, berangkat nongki-nongki di cafe sebelah. Cukup lah buat beli kopi sama makanannya..." Ucap Ratih yang terdengar girang.
"Yang dikasih duit siapa, yang senang siapa." Sindirku sambil memasukkan barang-barangku ke dalam tas.
Ratih menyibakkan rambutnya lalu menatapku, "itu yang ngasih duit, calon suamiku. Jadi wajar kalau aku ikut pakai."
"Calon suami dari hongkong,"
"Bukan lah," jawabnya tidak kalah ketus. "Dari Korea..." Sambungnya yang langsung berlari lebih dulu sebelum aku mencubitnya.
Aku hanya menggelengkan kepalaku pelan lalu hendak mengikuti Ratih dari belakang. Tetapi, tiba-tiba ponselku bergetar. Ada sebuah pesan di w******p dari nomor baru yang masuk.
_______________________
Dari : 081445xxxxxx
Assalamualaikum, Lovia. Ini Javar. Jangan lupa disimpan nomorku. Jangan lupa makan juga ya...
Selamat malam dan selamat tidur.
_______________________
Tanpa basa-basi lagi, aku langsung memblokir nomornya, lalu dengan tanpa dosa memasukkan ke dalam arsip pesan. Memangnya dia siapa menyuruh-nyuruh aku untuk menyimpan nomornya?
"Lovia..." Seru Ratih yang kembali ke ruangan kami lagi. "Ayo, kamu itu kebanyakan bengong dari tadi." Sambungnya lalu menggandengku untuk berjalan menuju lift.
Aku hanya diam saja, mengikutinya kemanapun yang dia mau. Ratih kembali menarikku untuk segera keluar dari kantor dan masuk ke dalam mobilnya, karena aku tidak membawa mobil. Ratih langsung tancap gas setelah menyapa Pak Satpam yang tengah menikmati nasi goreng di depan pos.
"Mau kemana sih?" Tanyaku karena memang tidak tahu kemana Ratih akan membawaku. Aku pikir hanya cafe depan kantor, ternyata tidak semudah itu ferguso. Ratih memilih tempat yang jauh dari kantor. Anak ini, apa tidak tahu jika aku ingin segera menyelesaikan pekerjaanku dan tidur. Tetapi, jika aku banyak bertanya, pasti Ratih memutar balik mobilnya ke cafe depan kantor.
"Sampai..."
Aku hanya mengangguk, mengikuti Ratih yang turun dari mobil dan masuk ke dalam cafe. Sebenarnya aku lebih suka pulang ke rumah saja. Tetapi, mungkin Pak Bos benar, aku butuh keluar dari kantor atau kamar. Mendapatkan ide 'kan di mana-mana. Siapa tahu di sini ada banyak ide yang bisa aku dapatkan. Walaupun nongkrong di cafe bukan kegemaranku.
"Mau pesan apa, Lov? Biar sekalian aku yang pesan-in," tawar Ratih kepadaku yang celingak-celinguk mencari bangku kosong.
"Macchiato sama nachos," ucapku kepada Ratih yang memberikan ibu jarinya ke arahku.
Sambil menunggu Ratih, aku memilih duduk di salah satu bangku yang dekat dengan jendela. Sambil menunggu, aku melihat sebuah pemandangan yang cukup mengejutkan. Aku hanya menatap keduanya, kedua orang yang masih aku ingat dengan jelas. Mungkin tidak akan aku lupakan. Mereka masih berhubungan? Mengapa aku merasa terkhianati? Tidak-tidak, jangan menganggap hal itu menggangguku.
"Lovia..." Ucap laki-laki dengan kemeja hitam diseberang mejaku. Kenapa harus lihat sih!
°°°