7. Surat Cinta

1211 Words
04 AGUSTUS 2011 ALJAVAR GANINDRA ADHINATA ___________________________________ OSPEK telah berjalan selama empat hari dengan sekarang. Kemarin ada acara lucu-lucuan yang diusulkan oleh beberapa anak BEM tentang surat cinta. Tahun ini, surat cinta sepertinya sedang populer untuk dijadikan semacam agenda hiburan ditengah padatnya kegiatan OSPEK mahasiswa yang memakan waktu dengan banyak materi yang sangat membosankan. Kemarin beberapa orang dari seksi acara memberikan pengumuman tentang adanya surat cinta untuk senior. Sebenarnya itu tidak terlalu penting untukku, tetapi sepertinya lumayan lah untuk sekedar hiburan semata. Aku masih fokus menatap bidadari cantik berjilbab hitam yang sedang duduk sendirian dipinggir lapangan sambil mengipas-ngipas wajahnya dengan tangan. Panasnya hari ini memang tidak bisa terdefinisikan. Padahal belum genap pukul tujuh, tetapi panasnya sudah menyengat kulit. Aku menghindarinya untuk sesaat, berharap jika dengan begitu akan dikejar balik. Tetapi ternyata, tidak ada pergerakan yang signifikan dari perempuan itu. Namanya lucu sekali, Diandra Lovia Saradika. Setelah aku bersusah payah untuk mencari informasi tentang namanya di TU kemarin, akhinya aku tahu siapa panggilannya. Lovia—itu nama panggilannya. Mungkin akan lebih mesra lagi jika aku memanggil perempuan itu dengan panggilan seperti 'lov'. Kira-kira, apa reaksinya? Sesekali dia membalas tatapanku, tetapi aku pura-pura buang muka. Padahal jantungku sudah disko tidak jelas ketika matanya mengarah ke arahku. Aku heran, kenapa tidak ada satupun orang yang mendekatinya di sana? Atau mengapa tidak bergabung dengan teman yang lain? Apa Lovia memang suka menyendiri? Ah, sulit sekali menebak isi kepala perempuan kecuali Alea yang isinya hanya uang saja. "Ganin," Baru saja aku menceritakan sedikit tentangnya, Alea sudah muncul saja. Semua pandangan laki-laki terus mengawasinya, seperti sedang memperhatikan gerak-gerik Alea ketika berjalan atau mengobrol dengan seseorang. Lalu entah sejak kapan dan siapa yang menyebarkan rumor tentang : aku dan Alea yang pernah pacaran. Beberapa diantara mereka tampak iri dengan panggilan itu yang berbeda dari Alea. Padahal, 'Ganin' tidak terlalu spesial karena kedua orang tuaku juga memanggil begitu. "Kamu ngapain sih di sini?" Tanya Alea mendekatiku dan berdiri tepat disampingku. "Enggak ngapa-ngapain. Ada apa?" Tanyaku balik sambil melirik ke arah Lovia yang sedang mencoret-coret sesuatu di kertas. "Oh iya, nanti kamu sebelum pulang tunggu aku bentar ya. Aku pesenin kue buat Tante Saras kemarin. Kata Tante, kue yang aku kasih waktu itu enak dan Om Kuncoro suka. Jadi aku inisiatif untuk beli-in khusus untuk Om dan Tante." Ucap Saras dengan antusias. Aku mengangguk lalu tersenyum ala kadarnya, "makasih deh! Lo baik banget sama Papa dan Mama gue. Lain kali enggak usah repot-repot." "Kok Lo-gue sih? Aku aja masih pakai aku-kamu," protes Alea kepadaku. "Kamu ke anak baru itu aja pakai aku-kamu, kenapa sih!" Sambungnya tidak terima. Aku tahu dia membicarakan tentang siapa. "Kita 'kan udah putus, Lo lupa?" "E-enggak lupa, Ganin." Aku mengangguk, "jadi wajar dong kalau gue udah enggak pakai Lo-gue. Kenapa masalah panggilan aja masih Lo permasalahkan sih? Lo bukan pacar gue dan gue bukan pacar Lo." Alea benar-benar orang yang suka menyusahkan dirinya sendiri. Itu hanya masalah aku-kamu dan Lo-gue. Apa itu penting untuk mereka yang hanya sebatas teman? Aku tidak pernah habis pikir dengan jalan pemikiran Alea yang terkadang berspekulasi terlalu tinggi. Aku bukan laki-laki yang ada di dalam drama Korea yang sering ditontonnya. Jadi, seharusnya dia berhenti menuntut aku untuk menjadi sesempurna itu. "Ganin, dengerin aku dulu." Rengek Alea sambil memegang tanganku. Tetapi buru-buru aku lepaskan sebelum ada yang tahu. "Lo tahu 'kan ini OSPEK? Jangan terlalu sering kontak fisik sama gue. Oh iya Lea, sekali lagi, jangan pernah bertindak seolah-olah, Lo punya gue. Kita udah putus dan alasannya jelas 'kan. Jadi, gue minta, jangan terus bertingkah seolah kita memang pacaran," ucapku yang tampaknya sedikit pedas. Alea diam beberapa saat, "kamu kenapa sih?" Aku hanya menghela napas panjang lalu menepuk pundaknya beberapa kali, "udah-udah, kita harus kumpul sekarang! Gue cabut duluan!" Aku berjalan menuju ke lapangan, bergabung dengan Arman yang saat ini sedang mengganti baterai ke toa yang dia bawa. Sebenarnya ini hanya cara agar terhindar dari Alea. Malas saja jika terus-menerus berdebat untuk hal yang tidak penting. Toh, kami tidak sedekat itu sekarang. Acara OSPEK akhirnya dimulai dan semua Maba mengeluarkan surat masing-masing dari dalam tasnya. Aku bisa melihat Lovia yang berada di barisan paling depan. Aku penasaran, siapa yang akan mendapatkan surat cinta darinya. Apa mungkin aku yang mendapatkannya? Bukan bermaksud untuk percaya diri, tetapi tidak ada yang dekat dengan Lovia selama ini. Hanya aku yang menyapanya dan siapa tahu jika suratnya akan jatuh ke tanganku. Jika itu benar, aku akan memajang surat itu di dinding kamarku dengan membingkainya. "Oke, ada yang tidak membawa surat cintanya?" Tanya Alea kepada para Maba yang berbaris di depan kami. Beberapa Maba mengangkat tangan ke atas, salah satunya adalah Lovia. Alea mengumpulkan mereka semua ke depan barisan. Aku melihat Lovia ikut maju ke depan dengan ekspresi malas. Apa yang sebenarnya Lovia lakukan? Aku kira, dia akan selalu menjalankan semua perintah atau tugas yang diberikan. Dan aku kira, dia akan menuliskan surat cintanya untukku. Padahal, biasanya aku tidak terlalu peduli dengan hal-hal seperti ini. Tetapi, semenjak ada Lovia, aku berharap lebih. "Kenapa enggak bawa?" Tanya Alea kepada orang-orang yang berada di depan—termasuk Lovia yang hanya diam saja, lagi-lagi hanya memandang tali sepatunya yang lepas. "Lo, lagi. Perasaan dari kemarin selalu aja bikin masalah. Kenapa enggak bawa suratnya? Mau alasan lupa?" Ketus Alea yang membuatku tidak suka. Sebenarnya apa yang sedang Alea katakan kepada Lovia? Apa yang Alea inginkan? Lovia mengangkat wajahnya lalu menggeleng, "saya bukannya lupa kok, Kak. Tapi saya sengaja enggak buat. Untuk apa sih surat cintanya? Untuk ajang senang-senang? Apakah itu penting disaat OSPEK? Apakah kira-kira menyenangkan mendapat surat cinta seperti itu?" Aku diam-diam tersenyum mendengar ucapannya. Lovia memang tidak sama dengan perempuan yang lainnya. Dia berani untuk berpendapat walaupun pendapatnya bertentangan dengan orang lain. "Apa-apaan sih, Lo!" Ketus Alea dengan wajah kesal. "Ganin, ini ada yang ngelunjak. Mentang-mentang OSPEK tahun ini santai, kalian jadi bisa seenaknya. Enggak bisa hormat sama sekali dengan senior. Mau jadi apa kalian? Lo juga, jangan terlalu percaya diri soal Ganin," sambung Alea yanh terdengar mengancam. Aku turun tangan, melerai Alea yang sudah mulai tidak profesional. Lovia hanya membuang muka, seperti acuh dengan semua omongan Alea yang tidak penting. "Udahlah, masalah surat cinta ini. Jangan dibesar-besarkan," ucapku melerai. "Suruh mereka nulis aja sekarang," ucap Arman memberikan idenya. Aku mengangguk, "hm... Iya." "Ijin Kak, saya ingin menyampaikan pendapat." Deg. Apakah baru saja dia bilang, 'kak' padaku? Astaga, kenapa rasanya nyaman dan menyenangkan. Apa yang akan dia tanyakan? Aku hanya mengangguk sok berwibawa di depannya. "Menurut saya, cinta itu sakral dan sangat suci. Kenapa harus digunakan sebagai lucu-lucuan di ajang OSPEK kali ini? Saya sangat menghargai cinta, jadi saya tidak berniat untuk membuat surat cinta. Lagipula, tidak ada yang saya cintai di sini." Ucap Lovia menatapku. Sial, kata-kata tentang tidak ada yang saya cintai di sini terus berputar di kepalaku. "Kaku banget sih Lo! Ini cuma bercanda. Hidup Lo kurang bahagia kayanya, makanya spaneng terus! Hidup itu dibawa santai! Gimana sih?" Sindir Alea kepada Lovia yang hanya diam. "Gini aja, siapa yang bantah, silakan keluar dari barisan ini! Sebelum ada anak BEM yang minta Lo kembali ke barisan, jangan balik." Sambung Alea yang terdengar kejam. Lovia tidak terlihat terbebani sama sekali. Perempuan itu keluar dari barisan dan duduk di hall sendiri yang tidak jauh dari lapangan. Aku mengangkat toa, mendekatkannya di bibirku. "Lovia, kembali ke barisan." "GANIN!" °°°
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD