I Can See Death People

1077 Words
“Ada detektif yang mencarimu,” ucap Chloe sembari menuliskan sesuatu dalam file rekam medis pasien gawat darurat yang akan ia pulangkan hari itu. “Kau tidak sedang ada masalah dengan penegak hukum tampan, bukan?” godanya tanpa mengalihkan mata dari catatannya. Lexi mengerutkan dahi dan menatap satu-satunya teman yang dekat dengannya saat ini. Chloe menutup map lalu memandang padanya. “Pasien Dean tidak bisa selamat. Peluru yang bersarang di kepalanya terlalu banyak. Beruntung pemuda yang kau tangani bertubuh tinggi. Peluru itu mungkin bersarang di dadanya!” Analisa Chloe sangat tepat. “Di mana detektif itu?” tanya Lexi. Chloe menunjukkan dengan kepalanya, ke arah ruangan tempat detektif itu berada. Lexi berlalu tanpa mengucapkan kalimat lainnya. Seorang pria yang berusia sekitar empat puluh tahun tersebut, berdiri begitu ia mendekat. Rambutnya cokelat tua dengan mata hijau menawan, melemparkan tatapan hangat, dengan kesan wibawa. “Dokter Dixon?” sapanya dengan ragu. Lexi mengangguk. “Aku tidak pernah menyangka jika dokter bedah yang menangani masih tampak muda dan ….” “Masih dokter magang!” sambar Lexi dengan cepat. Ben tersenyum samar dan tidak mempermasalahkan hal itu. “Aku Ben Hardy, detektif yang menangani kasus penembakan di minimart.” Lexi menyambut uluran tangannya dan mengangguk. “Lexia Dixon.” “Apakah kau ada hubungannya dengan Gwen Dixon?” Kerutan di kening Ben selalu terjadi juga pada setiap orang yang mendengar nama belakangnya. “Ya. Dia Ibuku.” Dengan enggan Lexia menjawab. “Wow!” Ben mempersilahkan Lexi duduk dan mengeluarkan catatannya. “Berarti Liam Dixon telah menurunkan bakat pada putri tunggalnya.” Lexi membuang muka ke samping dan tampak tidak memberi tanggapan. “Liam pernah menolong istriku melahirkan,” tutur Ben dengan senyum hangat. “Bisakah kau menghentikan basa basi ini, Detektif Hardy? Aku banyak sekali pasien yang menunggu,” pinta Lexi mulai tidak menyukai semua omong kosong mengenai kedua orang tuanya. “Maaf, aku tidak bermaksud ….” “Lupakan dan kita bicara mengenai pasienku!” tukas Lexi dengan mata tajam. Ben mengangguk pelan. “Ok.” “Pemuda yang kau selamatkan hari ini adalah Trey Rexon Muller. Mereka memanggilnya dengan sebutan Tyrex. Seorang kriminal yang sudah puluhan kali keluar masuk penjara dan bukan pribadi yang menyenangkan.” Ben menarik pulpen dari sakunya. “Sayangnya, aku menduga jika dia bukan oknum yang menyebabkan gadis malang itu meninggal. Putri dari kepala bagian keuangan New York inilah yang sasaran utamanya. Tyrex hanya korban yang kebetulan ada di sana.” Lexi merasakan ketegangan meliputi tubuhnya. “Sayangnya lagi, Bill, pemilik minimart kami temukan meninggal sementara kau sedang melakukan operasi. Pria itu juga dibunuh dan saksi utama kami hilang!” “A-apakah ini konspirasi?” tanya Lexi dengan gemetar. “Jauh lebih besar dari konspirasi, Dokter Dixon. Ada seseorang yang memainkan rencana keji dan aku ingin menguak semuanya.” “Apa hubungannya denganku, Detektif?” “Jaga dan usahakan untuk terus membuat Tyrex hidup. Dia akan menjadi kunci dari semua kekacauan ini. Bisakah kau melakukan itu?” Permintaan Ben tidaklah sulit. Tyrex sudah melewati masa krisisnya dan kini tinggal pemulihan saja. “Pastikan kau mengawasi, selain petugas dari kepolisian yang akan berjaga nanti, untuk memastikan Tyrex pulih sepenuhnya.” Lexi mengiyakan dengan gugup dan tidak menyangka akan menjalani peran yang melibatkan dirinya dalam kasus tersebut. “Ini adalah catatan kriminal dari Tyrex, termasuk informasi mengenai pribadinya yang agak di luar batas normal.” Tumpukan dokumen Ben keluarkan dari tas kerjanya dan Lexi menerima dengan mulut membuka. “Kau memberiku manusia psikopat untuk diasuh?!” pekik Lexi dengan raut tidak percaya. “Dia bukan psikopat! Tyrex hanya sedikit kecewa terhadap hidupnya!” bantah Ben seperti membela pemuda tersebut. Semua lembar demi lembar ia baca sekilas dan Ben menunggu sambil berharap. “Aku tidak akan bisa menolak karena kau pasti membawa surat perintah dari atasanmu!” Lexi menutup dokumen itu kemudian menatap Ben. “Kurasa kita berdua sama-sama memahami andil dan peran masing-masing,” tanggap Ben dengan senyum. Lexi berdiri dan menarik napas pendek. “Aku akan melakukan keinginanmu! Jangan panggil aku dokter Dixon, karena aku juga malas memanggilmu dengan sebutan detektif, Ben!” “Ok! Deal, Lexi. Ini nomorku dan hubungi aku kapan pun, untuk mengabari kemajuan Tyrex!” Lexi menerima kartu nama itu, lalu Ben menyalaminya sebelum meninggalkan ruang pertemuan tersebut. ## Tiga hari dalam keadaan tidak sadar, akhirnya Tyrex mulai membuka matanya. Pandangannya buram dan telinganya mendengar bunyi konstan yang mirip dengan mesin pendeteksi jantung. Semua serba putih dan Tyrex kembali memejamkan mata. Ada sesuatu yang menghalangi mulutnya untuk bicara. Selang! Apa yang terjadi padanya? Tyrex berusaha mengingat kenangan terakhir dan semua kembali seperti gelombang yang menghantam memorinya. Jelas-jelas ia tidak berada di surga atau neraka. Bunyi itu benar berasal dari mesin di sebelah tempat tidurnya. Selang dan respirator oksigen terpasang pada hidung, sementara selang yang ada dalam mulutnya, membuat Tyrex tidak bisa berteriak atau bicara. Rasa sakit, nyeri juga ngilu perlahan terasa di sekujur tubuhnya. Ia tidak bisa menggerakkan satu pun anggota badan. Tyrex bisa merasakan tangan juga kaki, tapi perintah otak tidak mampu menjalankan keinginannya. Mata birunya nanar memandang ke segala arah. Tapi gerakan cepat itu membuat kepalanya berdenyut sakit dan ia berhenti sejenak. Perlahan Tyrex kembali membuka mata dan menoleh ke samping. Hatinya kini berdebar kencang! Ada seseorang yang mirip dengan sosok hologram, keluar dari dinding! Wanita tua itu membawa infus dan masih mengenakan seragam pasien. Namun bentuk tubuhnya transparan dan sosok itu benar-benar bisa menembus dinding! Apakah ia berhalusinasi dan kini melihat hantu? “Hgh … aough ….” Tyrex mencoba berbicara, tapi gagal. Hanya suara tidak jelas seperti erangan yang terlontar dari mulutnya. Sosok itu mendekat dan berhenti dalam jarak satu meter. “Kau adalah manusia yang melewati gerbang kematian. Beruntung masih bernapas dan memiliki kesempatan hidup.” Suara wanita tua dengan rambut putih berantakan itu seperti gema dalam kepalanya. Tyrex melotot dan menggelengkan kepalanya. “Jangan hindari kenyataan, Trey! Gunakan kesempatan ini sebaik-baiknya. Jangan takut, hidupmu akan lebih baik dari sebelumnya.” Wanita itu kembali mengatakan kalimat yang sulit Tyrex cerna karena tidak ada yang masuk akal. Logika dan nalarnya menolak untuk menerima kondisi saat ini. Jantung Tyrex berdebar kencang, grafik mesin mulai menunjukkan aktivitas jantungnya yang tidak stabil. Perawat menyeruak masuk bersama dokter berambut cokelat pirang yang sangat cantik. Wanita hologram itu mendadak lenyap dan Tyrex pun mengalami kejang. Sekejap ruangan itu penuh dengan perawat juga dokter. Lexi berteriak dengan panik dan perawat mulai menyuntikkan cairan sebanyak dua ampul untuk menetralkan jantung Tyrex. Setelah selamat dari maut yang hampir merenggutnya, Tyrex mulai melihat arwah penasaran!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD