Pengkhianat

1375 Words
Lelaki itu gemetar ketakutan apalagi saat mendengar geraman Ethan yang penuh emosi, bahkan bulu kudukku berdiri saat mendengarnya. “Kau takkan mendapatkan apapun dariku,” tegas lelaki itu meski dengan suara gemetar. Ethan terkekeh lalu memukul wajahnya bertubi-tubi, meskipun luka kecil akibat pukulannya menghilang dengan cepat namun pukulan yang berulang-ulang yang membuatnya tak punya waktu untuk menyembuhkan dirinya sendiri pun membuat luka lelaki itu semakin lama semakin besar. “Aku tahu ada penghianat disini! Siapapun kau, aku akan memberi pengampunan kalau bersedia mengakui kesalahanmu.” Ethan berjalan perlahan mengelilingi kami. Sesekali ia berhenti untuk memandang wajah-wajah mereka. Suasana menjadi sangat menegangkan, bahkan jauh lebih menegangkan ketimbang saat pertempuran tadi. Gelembung perlindungan yang kubuat untuk para werewolf pecah setelah aku memecahkannya dengan sihir. Sebagian anak-anak berlari ke ayah-ayah mereka yang selamat, sebagian lagi mendekati wolf yang telah meninggal yang merupakan ayah mereka. Para Shewolf mendekati Hewolf mereka. Mrs. Elena mendekati Mr. Max yang kini bersandar di bawah pohon akasia. Aku memandang semua werewolf yang kini mematung sambil saling melirik, sambil ikut mencari siapa yang memberi bunga wolfsbane sehingga werewolf harus mengalami luka serius bahkan beberapa dari mereka meninggal. Aku teringat saat ibu membungkus bekal daging dan minuman yang kami jadikan bekal dalam perjalanan ini. Ia tidak sendiri, tapi dibantu oleh seorang wanita yang baru kusadari kalau dia bukanlah omega dari Blue Moon Pack. Aku mengamati semua werewolf yang menyebar di sekitar tanah lapang ini. Wanita itu ada di belakang werewolf dari Desa Herrai, berjalan mundur lalu memutar badan hendak melarikan diri. “BERHENTI!” teriakku sambil membuat kaca dengan sihir, yang menghadang jalannya. “Demi Moon Goddess. Aku terlalu terburu-buru sampai tidak menyadarinya.” Mrs. Elena terkejut dengan apa yang terjadi. Ia menutup mulutnya dengan dua tangan lalu mendekati wanita yang kini terperangkap dalam gelembung lapisan pelindung, yang kini beralih fugsi sebagai penjara. Wanita itu berambut keriting, warna kulitnya sawo matang dengan mata yang menjorok ke dalam. Shewolf yang kini berdiri sambil menggeram, tampak jelas ada misi balas dendam yang sedang ia jalankan. “Kalian sudah membuat Alphaku mati!” geramnya sambil memandang Mr. Alex. “Black Moon Pack,” gumam Mr. Alex. “Aku senang sebagian besar kalian mati. Seharusnya mereka membunuhmu dan keluargamu. Wolf bodoh, mereka tidak tahu siapa yang harus mereka bunuh,” sesalnya. “Pack-mu yang menyerang Pack-ku lebih dulu. Dia memang pantas mati karena kesalahannya sendiri.” Mr. Alex memintaku untuk merusak gelembung yang kubuat. Hanya dengan satu gerakan tangan, gelembung itu menghilang. Shewolf itu mewujud menjadi werewolf hitam yang cukup besar untuk ukuran wanita. Ia menggeram dengan geraman yang sangat keras. Mrs. Elena mewujud menjadi werewolf putih dengan warna bulu yang sangat indah. Dengan satu lompatan, ia menerjangnya dan menggigitnya hingga akhirnya ia tak bergerak lagi. Werewolf itu mati dengan sangat mudah. Moncong Mrs. Elena yang berubah menjadi wolf belepotan darah yang masih menetes. Ia mewujud menjadi werewolf lalu berjalan sambil menyeka bibirnya dari darah werewolf yang kini tak bernyawa. *** Duduk di atas batu sambil memandang penduduk Blue Moon Pack yang tak bersemangat membuatku merasa seperti ada di tengah musim dingin yang berkepanjangan. Wajah-wajah putus asa dan perasaan kehilangan yang mendalam, terlihat jelas di wajah mereka. Seluruh bangunan Blue Moon Pack hancur dan hanya menyisakan reruntuhan yang takkan bisa memberi perlindungan. Hampir semua harta benda mereka tak bisa diselamatkan, yang tersisa pun hanya barang-barang yang tak berguna. Kalau ingin membangunnya kembali, akan membutuhkan tenaga yang sangat banyak dan waktu yang tak sebentar. Dan suatu hari kejadian yang sama pun bisa saja kembali terjadi. Bahkan penyerangan Black Moon Pack tidak masuk dalam hitungan kami. Tak ada yang menyangka wanita yang merupakan Luna dari Alpha Black Moon Pack yang telah tewas itu melakukan balas dendam dan membuat enam wolf harus meregang nyawa, serta puluhan lainnya mengalami luka parah. Beruntung Mr. Alex memiliki obat penawarnya, kalau tidak maka korban yang meninggal pasti jauh lebih banyak. Wanita itu memasukkan ramuan bunga wolfsbane di minuman yang kami bawa. “Untung saja kamu tidak terluka, Ethan.” Aku memeluknya, namun saat ia meringis, aku tahu ia pun sedang terluka. Ia mengangkat kaosnya yang berwarna hitam. Darah mengalir dari perutnya yang robek akibat gigitan wolf dari Black Moon Pack. Aku segera meminta Mr. Alex memberinya obat penawar dan membebat lukanya. Ethan sangat beruntung karena lukanya tak terlalu dalam, padahal taring wolf bisa saja mengoyak ususnya. Aku memaksanya untuk beristirahat dan konsentrasi untuk menyembuhkan dirinya sendiri. Kami duduk di atas batu besar sambil memandang anak-anak yang masih ketakutan. *** Hutan ini sangat luas, aku bahkan tak tahu seberapa lama lagi waktu yang dibutuhkan untuk sampai di Desa Herrai. Saat aku meninggalkan Blue Moon Pack saat itu, aku terlalu kalut dan terlalu fokus pada Gloudes serta Rouge yang mengejarku. Yang pasti saat itu, hari hampir pagi saat kami tiba dan waktu baru beranjak malam saat penyerangan terjadi. Itu artinya aku melakukan perjalanan tanpa henti hampir dua belas jam lamanya. Aku memandang Ethan yang sedang duduk di sebelahku. Matanya tak pernah lepas dari werewolf yang berasal dari Desa Herrai, hanya mereka yang bisa diandalkan dalam melindungi penduduk desa. Sementara penduduk desa bahkan yang terkuat pun sudah mengalami kelelahan setelah bertempur entah untuk berapa lama. Hanya anak-anak balita yang masih bermain dengan suka cita tanpa terbebani rasa takut setelah apa yang telah terjadi. Anak-anak yang sudah mengerti, mereka hanya duduk dengan tatapan kosong. Bahkan ada yang menangis tersedu-sedu. Aku mendekati seorang gadis yang duduk sendirian di bawah pohon, ia memeluk lututnya sambil berurai air mata tanpa suara. “Hai,” sapaku pada anak yang memiliki mata coklat. Ia tak membalas sapaanku, malah membuang muka. Aku memandang ayahnya yang duduk tak jauh dari gadis itu. Lelaki itu mengatakan kalau mate-nya baru saja meninggal setelah diserang werewolf dari Red Moon Pack. Aku bisa mengerti perasaan gadis itu setelah kehilangan ibunya. Mungkin bocah sembilan tahun itu marah karena aku tak ada disana saat Red Moon Pack datang dan menghancurkan rumah bahkan kehidupannya. “Aku kehilangan ibu saat aku seumuranmu,” ucapku meskipun gadis itu masih tak mau melihatku. “Rasanya sakit disini.” Aku menunjuk dadanya. Perlahan ia memandangku namun sesaat kemudian menunduk dan terisak. “Menangislah sampai puas. Sampai kau tak bisa menangis lagi,” ucapanku membuatnya kembali menatapku. “Setelah kau puas menangis. Kau harus melanjutkan hidupmu bersama ayahmu. Seperti aku dulu.” Aku tak pandai menghibur orang yang bersedih, tetapi kuharap anak itu mengerti dengan apa yang kukatakan. “Werewolf coklat besar tiba-tiba menggigit leher ibu. Aku melihatnya dari bawah ranjang. Ibu telentang sambil melihatku saat werewolf itu melakukannya. Aku melihat semuanya.” Ia menangis tersedu-sedu. Pasti sangat sulit melihat kejadian mengerikan itu di depan matanya. Apalagi dia masih sangat kecil. “Kau sangat pemberani.” Aku menepuk tangannya. “Aku tidak berani. Aku takut. Aku tetap di bawah ranjang, seharusnya aku menolong ibu,” sesalnya. “Tidak, kau sudah berbuat yang terbaik. Kau masih terlalu kecil untuk menolong ibumu. Sekarang kau bisa merawat ayahmu, aku yakin itu yang diinginkan ibumu.” “Sungguh?” tanyanya sangat antusias. “Ya, karena aku dulu juga pernah sepertimu. Aku menangis berhari-hari di hutan, tapi setelah itu aku tidak menangis lagi. Aku mulai membantu ayahku dan hidupku bahagia meski ibuku sudah di surga,” ucapku sambil menunjuk ke atas. Anak itu mengangguk lalu menghapus airmatanya. Ia mendekatiku lalu mencium pipiku. Aku memeluknya erat, senang rasanya bisa membuat anak yang sedih kembali tertawa. “Siapa namamu?” “Namaku Erika,” jawabnya dengan lantang dan terdengar sangat bahagia. Aku bangkit dan mengulurkan tangan, “Kau mau main denganku?” tanyaku. Gadis itu bangkit dan tersenyum manis sekali. Aku menggandeng tangannya menuju tanah yang lebih lapang, dimana para werewolf Blue Moon Pack sedang istirahat dengan menyandarkan punggung mereka di pohon-pohon yang mengitari tanah lapang ini. Aku membuat gelembung pelindung untuk gadis itu. Gelembung pelapis tak bisa dipecahkan dari dalam, tapi tak bisa dipecahkan dari luar kecuali dengan sihirku. Anak itu terperangkap di dalamnya dengan cara yang aman. Aku meniupkan udara dingin ke gelembung pelindung. Seketika gelembung pelindung menjadi seperti kaca yang terbuat dari es. “Kau bisa mendorongnya seperti hamster yang sedang bermain dengan bolanya,” ucapku. “Cobalah, aku yakin kau akan menyukainya,” lanjutku. Gadis itu pun mendorong gelembungnya dan perlahan menggelinding seperti bola. Aku meniupkan es secara melingkar, agar anak itu bisa bermain mengikuti jalan yang telah kubuat. Anak-anak yang lain tertarik dengan permainan ini. Mereka berbondong-bondong mendekatiku dan memintaku untuk membuatkan bola yang sama dengan milik Erika. Kami bermain sampai Ethan mendatangiku dan mengajak untuk kembali melanjutkan perjalanan menuju Desa Herrai. Tbc,
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD