Caleb

1279 Words
Wolf coklat itu menerjang Ethan dengan sangat mendadak sehingga Ethan tidak siap menghadapinya. Ia jatuh dengan serigala di atasnya. Ia menahan beban serigala yang pasti lebih berat dari dirinya sendiri. Serigala itu mau menggigitnya, moncongnya membuka lebar, menunjukkan gigi-gigi runcing yang siap merobek kulitnya. Ethan menggulingkannya dengan satu gerakan lalu meninju wajahnya berkali-kali hingga akhirnya serigala itu mewujud menjadi manusia. Wajahnya lebam dan berdarah di pelipis, bibir dan hidungnya. Ethan terus memukulnya sampai wajah lelaki kurus dengan rambut pirang panjang itu tak berdaya. “Aku menyerah. Aku menyerah,” kata lelaki itu sambil memejamkan mata. Matanya membengkak dan sangat buruk sekali. Andai dia bukan werewolf, aku yakin dia harus merasakan sakit selama berhari-hari dan pasti ada bekas luka yang takkan bisa hilang kecuali melalui operasi plastik. Untungnya ia wolf yang bisa menyembuhkan lukanya dalam hitungan detik. Meskipun lukanya terus bertambah karena Ethan terus meninjunya tanpa henti. “Ethan, cukup!” pintaku sambil menyentuh pundaknya. Ethan bangkit dan berdiri sambil mengawasinya, geraman keluar dari mulutnya. Kemarahan tampak jelas di wajahnya. Meskipun tak ada satu luka pun, tapi siapapun pasti kesal kalau diserang mendadak dan tanpa alasan. “Siapa kamu dan dari pack mana?” tanya Ethan dengan tatapan tajam dan siap melakukan apapun kepadanya. “Aku Caleb dari red moon pack.” Ia berdiri lalu mundur selangkah untuk menjaga jarak dari Ethan. “Red moon?” tanya Ethan dengan alis bertaut. Aku memandang ke sekeliling, hutan ini di d******i pohon red wood, apakah itu artinya kami ada di dekat red wood, meskipun red moon dan red wood berbeda tapi setidaknya mereka sama-sama merah. “Ya, aku dari Red Moon Pack.” Caleb tertawa getir lalu tawanya menghilang berganti tangis yang membuatku memandang Ethan karena merasa aneh dengan sikap lelaki itu. “Kata mereka, aku bisa kembali ke Red Moon Pack kalau bisa membunuhmu,” tambahnya sambil mengusap hidungnya yang berair setelah menangis tadi. “Kau … dibuang,” ucapan Ethan membuat tangisnya yang sempat berhenti kembali pecah. Ethan memandangku sambil mengedikkan bahu. Ia merangkul pundakku dan kembali menikmati sarapan yang sempat tertunda karena ulahnya. Sesekali aku memandang Caleb yang kini menerawang, membuatku tak tega melihatnya. “Apa kau sudah sarapan, hei Caleb?” Aku memamerkan ikan yang telah kumakan separuhnya. “Aku belum,” jawabnya, matanya tertuju pada ikan yang ada dalam genggamanku. “Ethan, tolong ambilkan ikan untuknya,” pintaku sambil memamerkan puppy eyes. Ethan memandangku seakan menanyakan kenapa aku memintanya untuk melakukan hal itu. Terlebih untuk Caleb yang bukan dari packnya, tapi tak lama kemudian ia bangkit. Meski tak ingin, namun ia tetap mencarikan ikan untuk Caleb. Setelah berhasil menangkap seekor ikan dengan ukuran cukup besar, Ethan melemparkan ikan yang masih menggelepar itu kepada Caleb. Caleb segera menggigit ikan itu hidup-hidup, membuat mataku melebar dan perutku menjadi mual karena melihat sesuatu yang sangat … sebut saja primitive. “Dia sangat kelaparan, sepertinya ia belum makan beberapa hari,” ujarku sambil terus memandangnya. Bahkan cara makan wolfy lebih sopan daripada Caleb sebagai manusia. Aku membayangkan bagaimana jeleknya cara makan Caleb saat berubah menjadi werewolf. “Terima kasih,” katanya sambil melempar ikan yang tinggal duri, kepala dan ekornya saja. “Sekarang pergilah! Berterimakasihlah pada Mate-ku karena ada dia, aku tak membunuhmu,” ucapan Ethan membuat mata Caleb membelalak lebar lalu matanya meredup dan sepertinya ia hendak kembali menangis. “Ethan, kau jangan seperti itu. Apa kau tak kasihan dengannya? Dia sudah dibuang packnya.” Aku tak ingin membuat Caleb semakin sedih. “Mate, kau memang wanita yang baik. Tapi kita tak boleh baik dengan pack lain, terutama musuh bebuyutan blue moon pack.” Ethan melihat Caleb seperti sedang melihat anak anjing buruk rupa yang tak patut disayangi. “Tetap saja, dia sudah dibuang. Dia bukan siapa-siapa. Dia bisa mati kalau kita tidak menolongnya.” “Jangan samakan dia dengan anjing yang kau temukan di jalan, Mate.” Ethan menggeram. “Aku bukan anjing,” desah Caleb dengan wajah yang sangat menyedihkan. “Kau memang bukan anjing. Kau calon Rogue.” Ethan begitu sinis, apakah karena Caleb dari Red Moon Pack atau justru karena Caleb laki-laki. Meskipun dia sangat lemah untuk ukuran werewolf. Lagi-lagi Caleb memasang wajah menyedihkan, seperti anak anjing yang baru diselamatkan dari selokan. Percaya atau tidak, tapi semakin lama melihatnya semakin aku sangat kasihan. Meskipun aku belum tahu alasan kenapa ia dibuang oleh packnya. “Kenapa kita tidak mengajaknya, Ethan?” Mata Caleb berbinar dan senyum tersungging di bibirnya. Membuatnya tampak cukup lucu dan menarik, dalam arti harfiah. Caleb mungkin baru berusia sebelas atau dua belas tahunan. “Apa kau bercanda?” Ucapan Ethan membuat senyumnya pudar. Ia menunduk dan mencebik, seperti anak kecil yang tidak dibelikan permen oleh ibunya. “Aku serius. Ayolah, kita tak bisa membiarkannya jadi Rogue. Dia bisa menjadi pelayan kita.” Ide itu muncul begitu saja. Wajah Caleb kembali ceria. “Aku tak butuh pelayan, apalagi sepertinya,” ucapan Ethan membuat Caleb kembali menyedihkan. Aku menatap Ethan dengan tatapan memohon. Dengan ragu-ragu, Caleb memberanikan diri untuk berada di sebelahku dan memasang wajah memohon. Ethan menatap kami sesaat lalu mengembuskan napas berat. “Baiklah, aku kalah darimu, Mate. Kita bawa anjing ini,” “Aku bukan anjing,” kata Caleb membuat mata Ethan menyipit. Aku menyikut lengan Caleb dan membuatnya mengunci mulutnya. “Tapi kau harus ingat, jangan pernah macam-macam denganku, apalagi menyakiti Mate-ku. Sekali saja kau lakukan itu….” “Aku berjanji akan setia padamu, Tuan Ethan dan Nyonya,” sahutnya sambil memamerkan jari telunjuk dan jari tengah. “Ikut aku! Kita harus membuat tempat untuk bermalam.” Ethan bangkit dan Caleb mengikutinya. Sementara Ethan dan Caleb membangun tempat untuk bermalam, aku kembali berusaha membuat jembatan dengan sihirku. Tak ingin kedinginan seperti tadi yang membuatku menggigil dan kemampuanku jadi berkurang. Kali ini aku berdiri di tepi sungai, untuk membuat jembatan. Aku mematung, memikirkan jembatan seperti apa yang bisa kubuat dengan sihir. Es mungkin bisa, tapi pasti perlahan mencair kalau aku tak cepat-cepat membuka lapisan pelindung. Lagipula, setelah membuka pelindung pun aku harus kembali membuat jembatan. Ini bukan tugas yang mudah. Aku menggunakakan cara yang sama seperti saat melakukan sihir yang lain, tapi jembatan itu tetap saja tak terbentuk. Malah tenagaku perlahan berkurang. “Ini takkan berhasil,” keluhku. “Apa kita harus menyeberang kesana, Ethan?” Aku berteriak kepada Ethan yang sibuk mengumpulkan kayu. Ya, aku tidak tahu sampai kapan blue moon pack bisa bertahan tanpa bantuan mereka. Rogue akan terus menyerang, masalahnya Gloudes dan ibu tirimu juga akan menyerang kami. Ethan berbicara di kepalaku. Aku tak boleh putus asa hanya karena masalah ini, aku harus berusaha membuka jalan bagi para werewolf yang sedang menunggu di seberang sana. Membuat jembatan kayu bukan ide yang buruk. Aku bisa membuatnya secara manual dan tanpa sihir. “Aku tahu rencanamu, Mate. Lakukan yang kau bisa. Aku akan memaksa bocah ini membuat jembatan untuk kita.” Ethan melirik Caleb yang baru saja datang dengan setumpuk ranting di tangannya. Kali ini aku tak buru-buru, aku mengumpulkan kekuatan baru menunjuk ke arah lapisan pelindung yang tak tampak. Ajaibnya, lapisan pelindung itu tiba-tiba tampak seperti gelembung raksasa. Setidaknya ini sebuah sihir yang cukup besar. Memberiku semangat untuk terus melakukan sihir. Setelah melakukan banyak sekali percobaan, sebuah lubang akhirnya terbentuk namun tak lama kemudian menutup sendiri. Aku terus melemparinya dengan sihir yang sama, lubang itu perlahan semakin melebar hingga akhirnya benar-benar bisa dilewati olehku bahkan Ethan sekalipun. “Ethan.” Aku memamerkan lubang yang telah kubuat walau perlahan lubang itu mengecil. “Kerja bagus.” Ethan datang dengan membawa kayu yang dirakit menjadi jembatan. Kami memasukkan kaki kami ke dalam sungai dan berjalan mendekati lapisan pelindung yang kembali terbuka setelah kukeluarkan kemampuan sihir yang lebih besar dari sebelumnya. Ethan meletakkan kayu di tengah sungai lalu menginjaknya agar tak hanyut oleh arus. “Masuklah! … kau juga, bocah tengik,” ucapnya kepadaku dan juga Caleb. Aku melewati jembatan dengan hati-hati, diikuti Caleb dan Ethan di barisan terakhir. Sampai di tepi sungai, para werewolf yang menunggu kami segera melakukan penyambutan. “Selamat datang Ratu Madamoissale dan Alpha Blue Moon Pack,” kata pria yang paling menonjol di antara yang lainnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD