Bibi Dorothy

1154 Words
Bibi Dorothy, wanita yang sudah seperti ibu bagiku. Tergeletak tak berdaya di sebuah ranjang sederhana, di dalam rumahnya yang jauh dari kata layak. Ini pemandangan yang benar-benar baru bagiku. Selama bekerja di kediaman Madamoissale, Bibi Dorothy selalu mendapat tempat yang sangat nyaman. Sebuah kamar dengan mesin penghangat, sebuah ranjang yang empuk dan beberapa selimut berisi bulu angsa selalu membantu Bibi Dorothy untuk menghangatkan dirinya. Kastil Madamoissale selalu bisa memberi kenyamanan terutama saat musim dingin seperti sekarang. Rumah Bibi Dorothy ada di beberapa kilometer ke utara kastil, berbatasan langsung dengan hutan Rotterwood. Rumahnya tidak terlalu jauh dari rumah Mr. Max, tetapi pohon-pohon pinus memisahkan kedua rumah itu. Untuk mencapai rumah Bibi Dorothyharus melewati padang salju yang cukup luas. Aku harus meninggalkan mobil di tepi jalan lalu melewati jalan setapak setengah jam untuk sampai di sebuah rumah kecil yang terbuat dari kayu. Cerobong asapnya berwarna pekat dan membumbung tinggi. Di dalam rumah, hanya ada sepasang meja kursi yang berada di dekat jendela dan pintu, sebuah kamar sederhana dan sebuah dapur dengan perapian yang juga sebagai tungku untuk memasak. Sesaat, rumah Bibi Dorothy membuatku ingat kepada rumah jahe di sebuah dongeng Hansel dan Greetel. “Nona … Nona Ella. Saya….” Bibi Dorothy terbatuk-batuk. Ia menutupi mulutnya dengan sebuah sapu tangan berwarna putih. Bibi Dorothy ingin bangkit, tetapi aku menahan kedua pundaknya dan membuatnya kembali berbaring dengan tumpukan bantal menyangga punggungnya. “Maafkan aku baru bisa datang. Bibi Dorothy, aku merindukanmu.”  Aku memeluknya erat. Tubuhdemamnya mengingatkanku akan pelukan ayah saat ia sakit. Sedih sekali melihat orang yang kusayangi mengalami hal seperti ini. Bibi Dorothy yang biasanya terlihat ceria dan sedikit gemuk, kini terlihat pucat, lemah dan tidak berdaya. Tapi aku bisa melihat binar bahagia terlihat di kedua matanya, mungkin karena aku mengunjunginya. “Bagaimana kabar, Nona?” Bibi Dorothy menggenggam kedua tanganku. Tangannya menghangatkanku. Rasanya seperti pulang ke rumah dan bertemu orang yang memang seharusnya selalu kutemui, bukan ibu tiri dengan dua putrinya yang kini tinggal di kediamanku. “Aku baik-baik saja. Bibi, apa kau sudah berobat? Maksudku ke rumah sakit.” Aku ingin Bibi Dorothy memeriksakan diri secara keseluruhan menggunakan peralatan yang memadai, bukan hanya ke Mr. Max dengan stetoskopnya, walau Mr. Max dokter handal, tetap saja ia tidak memiliki semua peralatan kesehatan yang mendukung. Bibi Dorothy tersenyum, “Mr. Max sudah memeriksa saya. Katanya, saya hanya perlu istirahat. Nona tidak perlu khawatir.” “Tetap saja, Bi. Kau tidak lupa dengan mendiang ayahku, kan? --sakitmu hampir sama sepertinya-- Aku bisa mengantarmu sekarang.” Aku ingin membantunya bangkit,  tetapi Bibi Dorothy menahanku dan memintaku untuk melepasnya. “Jangan samakan penyakitku dengan mendiang Tuan. Semoga Tuan bahagia disana … sakit saya hanya sakit biasa saja. Setelah minum ramuan dari Mr. Max, saya yakin bisa sembuh seperti semula.” Ucapan dan tatapannya mengatakan bahwa ia benar, tetapi Bibi Dorothy adalah orang yang pandai berakting. Aku tidak bisa memercayainya begitu saja. Aku mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru rumah. Bibi Dorothy tinggal sendirian karena Dolores tinggal di kastil. Rasanya begitu sedih mengetahui hal seperti ini. Di saat orang yang kau sayangi jatuh sakit di rumahnya seorang diri. Bagaimana jika dia memerlukan sesuatu? Tidak ada yang membantunya, ini pasti sangat sulit. “Nona tenang saja. Saya baik-baik saja. Nona tidak perlu sekhawatir itu.” Bibi Dorothy seolah mengetahui apa yang kupikirkan. Aku menarik napas panjang. Aku kembali menggenggam kedua tangannya. “Aku akan menjengukmu setiap hari, Bi. Akan kubawakan beberapa makanan enak dan mesin penghangat. Selimut ini saja tidak banyak membantu.” “Terima kasih, Nona. Saya tidak membutuhkan sesuatu. Jika Nona dan Dolores, sehat dan bahagia. Itu saja sudah cukup,” ucapnya dengan penuh ketulusan. Hatiku tiba-tiba menghangat. Rasanya sudah lama aku tidak menikmati kehangatan bersama orang-orang yang dulu berbagi kasih denganku. Para pelayan kastil kini menjadi sangat sibuk sehingga tidak punya banyak waktu untuk sekedar berbincang denganku. Hanya wolfy yang begitu setia dan Ethan, selebihnya aku merasa kesepian. Dering ponsel membuatku teringat kalau beberapa jam yang lalu, ibu memintaku pulang. Sebenarnya aku ingin berlama-lama disini, tetapi aku harus segera pulang. Aku mengangkat telepon hanya untuk mendengar amarah ibu. Aku bahkan harus menjauhkan ponsel darinya. Entah apa yang akan ia lakukan padaku nanti, tapi aku sama sekali tidak menyesal dengan semua yang kulakukan hari ini. “Aku harus pulang. Kuharap Bibi mau mendengarkan saranku.” Aku kembali memeluknya erat. Ia menepuk punggungku lembut. Rasanya berat untuk pergi dari sini, tetapi aku harus secepatnya kembali. Melewati jalan setapak di tengah padang salju. Langit sudah mulai menggelap dan bintang-bintang serta bulan separuh mulai menghiasi langit. Suara terpaan angin membuatku merapatkan mantel, sendirian disini membuatku sedikit takut. Suara lolongan serigala membuatku berhenti sesaat untuk menengok ke kanan dan ke kiri, serta menoleh ke belakang sebelum akhirnya aku kembali melangkah. Aku mempercepat langkah, serigala liar bisa saja mulai keluar. Astaga, aku jadi mengkhawatirkan Bibi Dorothy. Bagaimana jika suatu saat ia dimakan serigala, walau mungkin aku terlalu berlebihan. Kurasa sebaiknya aku harus mencari cara agar Bibi Dorothy bisa kembali ke kastil. Aku membuka gerbang dan kulihat ibu sedang berdiri dengan mata melotot dan kedua tangannya terlipat di depan d**a. “Dari mana saja kau?” geramnya. Aku tahu ia sangat marah. Redrick berdiri terpaku di belakang ibu. Ia menghela napas panjang lalu mendekatiku dan merenggut empat tas yang kubawa. Redrick terlalu takut untuk tetap disini sehingga ia memilih pergi. Aku tahu akan seperti apa kemarahan ibu. Rasanya ini bukan hal yang mengejutkan lagi. “Aku baru saja dari rumah Bibi Dorothy.” Aku berlalu, meninggalkan ibu yang aku yakin masih menatap kepergianku. “Jangan pernah bohong padaku. Kau pergi dengan anak laki-laki itu kan? Ella, jangan pernah dekat dengan anak itu. Kau tidak tahu siapa dia.” Ucapan ibu membuat langkahku terhenti. Aku memutar badan, memandang wanita yang dulu juga asing. Aku membuang muka, berusaha meredam amarah yang tiba-tiba muncul. aku tidak pernah tahu kalau ibu memerhatikanku seperti ini. “Kau anakku, tentu saja aku memerhatikanmu.” Kali ini ucapan ibu membuatku memejamkan mata. Ibu bisa membaca pikiranku, seperti Ethan. Mengapa dua orang ini begitu aneh. Semua hal begitu aneh, sejak kedatangan ibu. “Ibu tidak perlu memerhatikanku. Aku tidak memerlukannya.” “Jaga bicaramu! Kau pikir siapa aku dan siapa kau?” Ibu melangkah mendekat, begitu dekat hingga parfumnya yang membuat kepalaku pusing, tercium. Lagi-lagi tinggi badannya seolah mendominasi, membuatku harus sedikit mendongak untuk memandang kedua matanya. “Aku Rachella Clarisse Madamoissale, pemilik kastil ini. Oh ya, Bu. Aku akan mengajak Bibi Dorothy kembali ke kastil. Ibu tidak bisa melarangku.” Aku terbawa emosi sampai membicarakan masalah ini sekarang. Ada sedikit penyesalan karena tiba-tiba aku mengucapkannya. Tetapi aku rasa ini lebih baik. “Berani sekali kau. Tidak ada siapapun yang boleh datang dan pergi tanpa ijinku. Aku walimu, ingat itu!” “Ibu benar. Kau waliku, tapi akulah yang memiliki seluruh harta keluarga Madamoissale. Akulah yang berhak menentukan siapa yang tinggal dan siapa yang harus pergi.” Aku memiringkan kepala sambil mengangkat satu bibirku. Aku benar. Tidak seharusnya aku membiarkan ibu menguasai kastil. Aku harus melakukan semua hal sesuai dengan kemauanku dan ibu tidak berhak melarangku. Sebaliknya, sebagai wali seharusnya ibu tidak semena-mena kecuali jika ia ingin ditendang dari kastil ini. Tentu saja aku akan menendangnya. Aku … tidak boleh takut. Ibu maju beberapa langkah, ia tersenyum tipis tetapi entah mengapa senyumnya sangat menakutkan. Seluruh badanku bergidik, walau begitu aku tetap berusaha untuk tegar. “Kita lihat saja nanti,” ucap ibu.      
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD