Pertemuan Singkat

1140 Words
Ayah dan ibu berdiri di seberang sungai. Mereka tersenyum kepadaku. Ibu mengenakan dress yang sangat cantik paduan warna emas dan merah. Ia mengenakan tiara di atas rambutnya yang diurai. Ayah juga mengenakan pakaian dengan warna emas dan merah. Mereka berdua sangat serasi. Mereka berdua tersenyum kepadaku. Aku mengangkat kaki kanan, hendak masuk sungai dan melewatinya tapi ayah dan ibu kompak melarangku. Aku hanya bisa melihat mereka, berdiri dengan mata berkaca-kaca. Dorothy tiba-tiba muncul di sebelah ayah dan Dolores muncul di sebelah ibu. Mengenakan dress berwarna putih, mereka cantik sekali. “Ayah, Ibu, Dorothy, Dolores. Aku merindukan kalian!” ucapku dengan lantang. Mereka berempat mengangguk masih sambil tersenyum. Beberapa saat kami hanya berdiri saling memandang, hingga akhirnya mereka memutar badan lalu melangkah menjauh. Tak ada yang bisa kulakukan selain menangis sambil melihat mereka semakin jauh hingga akhirnya menghilang. Kerinduanku belum reda tapi aku senang bisa melihat mereka bersama. Aku memutuskan berjalan kembali mengikuti jalan setapak dan menjauhi sungai. Melewati pohon-pohon rindang, semak-semak yang lebat hingga tiba-tiba saja aku berada di tengah persawahan desa. “ELLA!” Suara Ethan memenuhi kepalaku. Membuatku berhenti dan mematung. “Mate, darimana saja kau? Bagaimana bisa aku kehilanganmu.” Tiba-tiba Ethan muncul dan mendekapku erat. “Ceritanya sangat panjang. Aku tak yakin kau akan mempercayaiku, Tuan.” Meskipun aku sangat bersyukur akhirnya bisa keluar dari hutan, dengan cara yang aku sendiri pun masih heran. Namun aku ingin terlihat tenang. “Aku tak mungkin tak mempercayaimu. Kau tahu, semalaman kami mencarimu. Ceritakan padaku kemana saja kamu selama itu?” Melihatnya begitu khawatir justru membuatku senang hingga aku tertawa terbahak-bahak. Baru pertama kali ini aku melihatnya begitu khawatir sejak kami meninggalkan kastil. “Grrr … tidak ada yang lucu, Mate,” ucapnya dengan dua sudut bibir melengkung ke bawah. Aku kembali tertawa melihat ekspresinya yang sangat lucu. Ia menggeram sebelum menempelkan bibirnya ke bibirku dengan cepat, sebuah kejutan yang sangat luar biasa. Aku menggamit lengannya berjalan menuju desa dimana para werewolf berdiri menyambut kedatanganku. “Syukurlah anda telah kembali, Ratu Ella.” Mr. Smith membungkuk sebagai tanda penghormatan kepadaku. “Maafkan saya sudah membuat kalian khawatir,” ucapku sambil memandang wajah para werewolf yang sedang memperhatikanku. “Mate-ku butuh istirahat. Tolong bawa kami ke kamar kami. Aku yakin kalian sudah menyiapkannya,” kata Ethan, sikapnya begitu tegas dan sangat berbeda dengan saat berbicara denganku. Mr. Smith mengantarkan kami menuju sebuah rumah yang paling besar di desa ini. Letaknya di ujung desa dengan halaman yang luas. “Dimana Caleb?” Anak itu tak terlihat sejak aku kembali ke desa ini. “Dia harus dihukum karena kehilanganmu, Mate.” Rahang Ethan mengeras saat ia mengatakannya. “Ini bukan salahnya … Ethan jangan katakan kau menyiksanya? Dia anak kecil.” “Dia bukan anak kecil, Mate. Dia lebih sembilan puluh tahun darimu,” balasnya sambil melirikku. “Lepaskan dia. Semalam aku masuk ke hutan ajaib. Aku yakin bahkan jika saat itu aku bersamamu. Kau juga akan kehilanganku.” Ethan menghentikan langkah, memandangku lekat-lekat lalu mengembuskan napas berat. “Kumohon. Caleb anak yang baik. Dia bisa menemaniku saat kau bertugas.” Aku memandangnya dengan puppy eyes. “Baiklah, Mate. Aku akan melepaskannya. Tapi kalau sekali saja dia menyulitkanmu. Aku akan membunuhnya.” Aku tahu ancamannya tak main-main. Ethan membawaku ke halaman belakang dimana terdapat sebuah bangunan kecil. Terlalu kecil untuk ditinggali manusia, bahkan anak-anak sekalipun. “Kau menyuruh Caleb tinggal disini?” tanyaku sambil menunjuk rumah kecil yang hanya bisa ditempati kambing dan babi. “Dia bersalah. Seharusnya aku membunuhnya.” “Kenapa kau tidak melakukannya?” Pertanyaanku membuatnya menoleh dengan dua alis bertaut. “Kau serius?” tanyanya sambil mengangkat satu, satu sudut bibirnya terangkat. Aku menyipitkan mata lalu menepuk lengannya. Sangat menyebalkan karena ia tahu semua hal tentangku. Mana mungkin aku memintanya membunuh apalagi Caleb. Werewolf muda yang sudah seperti adikku, meskipun aku baru mengenalnya tapi Caleb itu lucu dan mudah sekali membuatku kasihan padanya. “Ella, Mate. Aku akan membebaskannya, tapi kau jangan dekat-dekat dengannya.” “Kenapa? Dia masih kecil….” “Grrr, jangan memancingku, Mate,” geramnya. Aku tertawa dan mencubit kedua pipinya. Ia mencekal tanganku dan menggenggamnya erat. Jantungku berpacu karena sikapnya yang begitu manis. Wajahku pasti memerah hanya karena Ethan yang sedang cemburu pada Caleb. “Aku tidak cemburu, Mate.” Aku memutar bola mata, tak ingin memperpanjang pembicaraan yang tak penting ini. Aku segera membuka pintu yang luasnya tak lebih dari satu meter. Hanya dengan menunjuknya, pintu terbuka dengan sendirinya. “Hadiah yang kudapat semalam,” ujarku saat ia memandangku dengan alis terangkat. “Anda … selamat.” Caleb memelukku sesaat karena Ethan segera menarik dan menahannya. Aku melotot tapi tak mengatakan apapun pada Ethan. “Kemarin aku mengikuti anda, tapi tiba-tiba saja anda menghilang. Saya sudah mencari anda kemana-mana, tapi anda seperti hilang ditelan bumi,” ucap Caleb dengan cepat. “Aku tidak apa-apa, Caleb. Maafkan aku sudah membuatmu khawatir.” Aku memberinya senyum sambil berharap ia bisa lebih santai dan tidak menyalahkan dirinya sendiri. “Sudahlah, aku membebaskanmu karena Mate-ku yang menginginkannya. Kau beruntung.” Ethan menepuk bahu Caleb dengan keras sampai lelaki itu meringis kesakitan. Ethan merangkul pundakku, mengajakku meninggalkan Caleb menuju rumah yang akan kami tinggali sementara waktu. “Aku hampir gila saat tidak bisa menemukanmu. Kau hilang dari radarku. Kau tahu.” “Maafkan aku. Aku sendiri tak tahu bagaimana bisa terpisah dari Caleb. Aku bahkan tak bisa kembali padahal aku yakin dengan jalan masuknya.” Aku menceritakan semua yang kualami selama semalaman di hutan itu. Bagaimana aku bertemu Esperanza, saat mengnghadapi Gloudes bahkan saat bisa melihat ayah, ibu, Dorothy dan Dolores. Tak ada cerita yang terlewatkan. Saat masuk kamar, hal pertama yang kulakukan adalah mandi dan berendam air hangat. Aku ingin menenangkan diri dengan air hangat yang dicampur sabun lavender. Aku memikirkan mengapa ada kejadian seperti semalam, apa mungkin itu perbuatan ibu agar aku bisa melatih ilmu sihirku. Meskipun aku mendapat berkah sihir yang besar tapi aku tetap harus mengasah kemampuanku dan semua itu takkan terjadi kalau tanpa ada yang mengajariku. Setelah mandi tanpa diganggu Ethan, karena sepertinya ia mengerti kalau aku ingin mandi sendiri dengan tenang. “Kau sudah mandi?” Ethan masuk kamar secara tiba-tiba dan itu membuatku terkejut hingga tanpa sadar membuat gelembung pelindung. “Hei, Mate. Apa yang kau buat?” Kali ini ia yang terkejut dengan apa yang telah kubuat. “Sudah kukatakan kalau aku mendapat banyak hal semalam. Ini salah satunya.” Aku kembali membuat gelembung pelindung yang membuatku terperangkap di dalamnya. “Lemparkan sesuatu kepadaku!” Aku ingin menunjukkan bagaimana gelembung pelindung ini bekerja. Ethan tak bergeming, sepertinya dia meragukan sihirku. Sekali lagi aku memintanya untuk melemparkan sesuatu, aku menunjuk gelas yang ada di atas meja. “Lemparkan dengan kuat!” pintaku. Ethan melemparkan gelas itu tak sekuat yang kuharapkan tapi tetap bisa menunjukkan bagaimana gelembung ini bekerja. “Keren kan.” Aku memuji diriku sendiri dan itu membuatnya tertawa. “Mate.” Ethan mendekatiku sambil membuka kedua tangan untuk memelukku, namun keinginannya terhalang oleh gelembung yang membuatnya tertahan. Aku menghilangkan gelembung itu lalu memeluknya erat. Lelaki yang sangat kucintai yang akan menemaniku sampai maut memisahkan. “Tuan. Maaf mengganggu anda.” Mr. Smith tiba-tiba mengganggu kami dengan kabar yang tak menyenangkan. Ethan mencium keningku sebelum ia pergi bersamanya. Apa yang sebenarnya terjadi? tbc,
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD