Keangkuhan ibu bagian dua

1109 Words
"Mereka pantas dipecat. Pekerjaan mereka hanya membuat gosip yang tidak benar." Ibu mendekatiku dengan sikap angkuh, sorot mata kebencian tampak jelas di kedua matanya. "Meski begitu. Ibu tidak bisa memecat mereka. Madamoissale tidak pernah memecat pekerja," ucapku. Aku mengatur napas dan detak jantung yang bekerja dua kali lipat, seolah aku baru saja selesai berlari lima kali putaran lapangan sepak bola. Ibu menatapku tajam. "Apa kamu tidak mendengar ucapanku, Ella? Mereka membuat gosip yang tidak benar tentangku dan itu meresahkan," keluhnya. Apapun gosip itu, bagaimana bisa Ibu memecat Samanta dan Diego setelah pengabdian mereka selama puluhan tahun? "Untuk apa Ibu memikirkan gosip? Gosip seperti itu akan mereda dengan sendirinya. Baik Ayah bahkan aku, juga sering mendengar gosip tentang kami. Tapi kami tidak menggubris karena sekali lagi itu hanya gosip.” Aku muak dengan tingkah Ibu yang kini menjadi begitu angkuh dan mudah sekali melepas orang-orang kepercayaan Madamoissale. "Kamu mengajariku anak kecil?" Sudah jelas Ibu tidak terima dengan penolakanku, sorot matanya menjelaskan amarahnya dengan sangat baik. "Bukan itu maksudku Ibu. Menjadi keluarga Madamoissale yang sangat dikenal di Westville. Artinya harus siap mendengar gosip. Siap mendengar orang menjelekkan kita di belakang." Aku sedikit menengadah, menatap wajahnya lekat. Aku sama sekali tidak peduli jika dia adalah istri Ayah, perbuatannya benar-benar tidak bisa ditolerir lagi. "Redrick ... Redrick ... REDRICK!" Ibu berteriak. Ia mencari-cari keberadaan Redrick. Kemarahannya tampak jelas dari urat leher  yang mencuat. Samanta dan Diego berdiri di belakangku, keduanya berdiri dengan kepala menunduk dalam-dalam. Dua tangan mereka terlihat gemetar, sudah jelas mereka berdua sangat takut dengan Ibu. Wanita itu pantas untuk ditakuti, tetapi tidak denganku. Hanya aku yang bisa melindungi para pekerja di keluarga Madamoissale. Redrick datang tergesa-gesa, berdiri dengan kepala tertunduk di dekat Ibu. Ibu melirik Redrick lalu tatapannya berpindah ke Samanta dan Diego yang menggigil ketakutan. "Seret mereka pergi!" perintah Ibu. Suaranya dingin dan angkuh, memandang Samanta dan Diego seolah keduanya adalah wabah penyakit parah. "Tidak ada yang boleh keluar dari kastil ini!" perintahku. Redrick memandangku lalu memandang Ibu. Ia terlihat bingung memilih menjalankan perintah Ibu atau perintahku. "Apa kamu tidak mendengarkan perintahku? Aku nyonya rumah disini dan kamu kuperintah. Seret mereka pergi!" perintah Ibu sekali lagi. Kali ini nadanya sangat jelas jika ia sedang sangat marah. "Berapa lama kamu mengabdi kepadaku Redrick? Apakah kamu sudah tidak patuh kepadaku?" Aku memandang Redrick dengan tatapan angkuh layaknya nona rumah ini. Redrick terkejut dengan perubahan sikapku yang selama ini selalu sopan kepadanya, tetapi kemudian ia hanya menghela napas panjang. Beberapa saat hanya kesunyian yang ada di ruangan ini. Baik aku maupun Ibu tidak berkata sepatah katapun. Aku hanya memandangnya cukup lama, memerhatikan detail wajahnya seolah sedang menggambarnya di dalam pikiran. Begitupun dengan Ibu, ia juga memandangku lama dengan sorot mata tajamnya. Sejujurnya aku merasa merinding saat mata kami bersitatap, tetapi aku berusaha untuk tetap kuat demi Samanta, Diego dan semua pekerja disini. Di saat aku dan Ibu bersitegang, Ayah dengan langkah lemah dan terbatuk-batuk datang bersama wajah pucatnya. Mendekati kami dan menatap Samanta serta Diego. Aku tidak tahu apa yang ada dalam pikiran Ayah, karena ayahku yang sekarang bukanlah ayahku yang biasanya. "Ada apa ini?" Ayah memandang Ibu beberapa lama tetapi saat Ibu tidak menjawab pertanyaan Ayah, Ayah berpaling menatapku. "Ibu memecat Samanta dan Diego. Keluarga Madamoissale tidak pernah memecat pekerja. Apapun kesalahan mereka." Kuingatkan Ayah tentang prinsip keluarga Madamoissale, siapa tahu Ayah lupa tentang hal ini. "Sayang. Mereka menuduhku menyihirmu. Itu tuduhan palsu yang sangat menyakitkan. Aku takut pekerja lain memercayainya. Makanya aku memecat mereka.” Nada bicara Ibu berubah manja, bahkan ia tidak segan-segan menempelkan kepalanya di pundak Ayah. Ia ingin Ayah tahu ia sedang sangat bersedih dan itu membuatku muak. "Benarkah itu?" Ayah memandang Samanta dan Diego tetapi baik Samanta maupun Diego hanya berdiri mematung dengan kepala tertunduk. "Mereka pantas dihukum tapi tidak boleh dipecat begitu saja,” ucapku. "Sayang. Kamu tahu kan aku sangat mencintaimu. Aku sendiri heran bagaimana kamu sakit tapi mereka menuduhku dengan kejam." Ibu melirik Samanta dan Diego, membuat keduanya semakin menggigil ketakutan. Ibu menggelayut manja di lengan Ayah. Ia terlihat rapuh, sebuah kebohongan yang kuharap Ayah tidak memercayainya begitu saja. "Beri mereka pesangon yang pantas. Dan hentikan perdebatan ini!" Ucapan Ayah membuatku tersentak. Bukan hanya aku, Redrick pun kaget mendengar perintah Ayah sementara Samanta tidak dapat menahan tangisnya dan Diego hanya bisa menatap Ayah dengan dua mata terbelalak lebar. "Ayah. Bagaimana bisa...." Aku terlalu terkejut hingga tidak tahu apalagi yang harus kukatakan. "Sayang. Maafkan Ibu yang terlalu tegas tapi ini akan mendisiplinkan pekerja yang lain." Ibu mendekatiku, merenggangkan kedua tangannya hendak memelukku. Aku melangkah mundur, Ibu telah menguasai Ayah. Ibu yang kuharapkan menjadi kebahagiaan bagi Ayah ternyata sangat menakutkan. "Sayang, maafkan Ibu," lirih Ibu, terdengar menyesal. Apakah sihir itu benar-benar ada? Apakah Ayah sudah terkena sihirnya? Pertanyaan itu muncul begitu saja. "Ayah. Aku kecewa dengan keputusan Ayah. Ayah tidak  mengindahkan peraturan keluarga Madamoissale. Ayah melupakan perkataan mendiang Kakek." Aku harap Ayah menarik kata-katanya sehingga aku masih tetap berdiri di hadapannya. Tetapi saat Ayah justru memutar badan dan berjalan bersama Ibu meninggalkanku. *** Di depan kastil, aku berdiri bersama Redrick di sebelahku. Di hadapanku, Samanta dan Diego justru terlihat jauh lebih tegar daripada kami berdua. Aku memeluk Samanta erat, sejujurnya aku tidak mau kehilangan wanita yang selama ini selalu membuatkan makanan yang enak untukku. "Jangan sedih, Nona. Kami sangat menyayangi Nona." Samanta menepuk punggungku pelan, ia justru menguatkanku padahal seharusnya akulah yang menguatkannya. "Maafkan aku yang tidak bisa mempertahankan kalian. Aku..." Aku mengusap air mata dengan punggung tangan, seharusnya aku berusaha lebih keras untuk menahan mereka. "Kami tahu. Kami mengerti. Jaga kesehatan Nona dan jaga Tuan! Saya bersyukur bisa keluar dari kastil ini. Saya dan Diego akan mencari orang yang bisa membantu kesembuhan Tuan," kata Samanta. Sungguh aku tidak tahu apa yang harus kukatakan kepada mereka. Setelah dipecat dari kastilpun mereka masih memikirkan kami, seharusnya Ayah melihat sendiri betapa mereka setia dengan keluarga kami. Tangisku kembali pecah, Samanta memelukku erat. Berat melepas mereka tapi keputusan telah Ayah buat dan itu semua karena Ibu. Diego dan Samanta akhirnya benar-benar pergi. Redrick merangkulku selama kami menatap kepergian mereka. Kuletakkan kepalaku di lekuk leher Redrick, ia memberiku sapu tangan untuk menghapus airmataku yang mengalir tiada henti. Aku sangat marah sekaligus sangat sedih dan sangat kecewa. Kenapa semua ini menjadi seperti ini? Aku berlari menjauhi kastil. Berlari melewati padang rumput hingga akhirnya aku ada di tepi hutan Darkforest. Aku berdiri di bawah pohon maple yang telah meranggas. Disini, aku membiarkan tangisku pecah, aku menepuk d**a karena sakit ini benar-benar menyiksa. Sakit dikarenakan kegagalanku menahan orang-orangku pergi. Tubuhku merosot diatas tumpukan dedaunan kering. Kubiarkan diriku menangis sejadi-jadinya, kubiarkan kemarahanku meluap bersama setiap tetes airmata yang masih menetes hingga airmata benar-benar kering dan aku benar-benar menjadi sangat lelah. Tetes salju menyentuh tubuhku, musim dingin telah datang. Aku menadahkan tangan, butiran-butiran salju berada di atas telapak tangan. Airmata kembali luruh, isak tangis kembali pecah semakin lama semakin keras bersama lolongan serigala yang tak kalah kerasnya dengan suaraku. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD