Pengkhianatan
"Aku ingin membatalkan pernikahan ini!" ucapku bernada dingin dengan menatapnya penuh kebencian.
Pria yang berdiri di hadapanku ini seketika bergeming dengan apa yang aku ucapkan itu.
"Aku sudah tahu semua kebusukanmu. Jadi, jangan pernah bermimpi untuk menikahiku!" hardikku dengan tegas.
"Kebusukan, apa? Aku tidak mengerti, Areta." Dia berpura-pura bodoh dengan raut wajah tegang.
Aku tersenyum menyeringai, melihat wajah paniknya. "Lihatlah, kejutan apa yang aku berikan untukmu, Marco!" tunjukku ke arah sebuah layar besar yang akan memutar video Marco dan Celine yang sedang melakukan perselingkuhan.
Glek!
Raut wajah Marco nampak begitu pucat, ketika kedua bola matanya melihat apa yang aku tunjukan di depan para tamu undangan yang hadir.
"Stop! Matikan layar video itu!" teriaknya frustasi sambil mengeraskan rahangnya dengan penuh kemarahan.
"Ini, tidak seperti apa yang kamu lihat, Areta! Aku bisa jelaskan semuanya, nanti. Tolong, percaya padaku!" ucapnya menahan lenganku dengan raut wajah memohon.
***
Beberapa jam sebelum semuanya terungkap.
Ting!
Terdengar notip pesan masuk di ponselku.
Aku yang tengah duduk santai di dalam kamarku, berharap malam berjalan dengan cepat, karena esok hari adalah hari yang paling membahagiakan untukku, bergegas melihat siapa gerangan yang mengirim pesan singkat di ponselku. "Pasti, Marco," tebakku dalam hati.
Namun, tebakanku ternyata salah. Pesan singkat yang masuk, bukan dari Marco. Tapi, dari nomor yang tidak tersimpan dalam kontak pribadiku. Awalnya aku tidak perduli. Namun, tiba-tiba aku jadi penasaran, ketika satu pesan kembali masuk di ponselku dengan nomor yang sama. Nomor yang tidak aku ketahui siapa pengirimnya.
Deg!
Glek!
Aku tersentak lirih dengan dadaku yang mendadak nyeri, ketika membaca pesan singkat yang aku terima itu.
("Calon suamimu telah berselingkuh, Nona.")
("Kalau tidak percaya, Nona bisa datangi sendiri apartemennya!")
("Siapa kamu? Apa maksudmu, mengirim pesan fitnah seperti ini?") Aku membalas pesan singkatnya, agar dia tidak seenaknya memfitnah Marco.
("Tidak penting, Nona tahu siapa saya. Sebelum Nona menyesal, jangan kelamaan berpikir!")
Aku melirik sekilas ke arah jam dinding, yang sudah menunjukan ke angka sepuluh malam. Tak ingin dihantui rasa penasaran, aku pun bergegas mendatangi apartemen Marco yang tidak terlalu jauh dari kediaman orang tuaku.
Aku ingin membuktikan sendiri, apa yang sebenarnya terjadi. Apakah ini hanya sebuah fitnah atau memang sesuatu yang benar?
Tak butuh waktu lama, mobilku sudah sampai di gerbang apartemen calon suamiku. Dengan langkah ragu-ragu, perang bathin dalam dadaku seakan menolak. Namun, jika aku tak melihatnya sendiri, bagaimana bisa aku tahu Marco selingkuh atau tidak.
***
"Uh, kamu sangat gagah, Marco!" Terdengar suara seorang gadis merintih nikmat di dalam sana.
Deg!
Aku yang saat ini sudah berdiri di depan pintu kamar apartemen tunanganku, merasakan kemarahan yang seakan ingin meledak dalam dadaku. Darahku seketika mendidih, merasakan panas luar biasa di sekujur tubuhku. Tanganku mengepal dengan sangat kuat, hingga seluruh buku-buku jemariku memutih. Hatiku begitu sakit, ketika indra pendengaranku menangkap suara lucnut dan menjijikan yang ke luar dari dua orang berlainan jenis sedang melakukan adegan dewas4, yang berasal dari dalam kamar apartemen tunanganku.
“Oh, yeach! Kamu memang paling hebat dalam memuaskanku, Celine.” Kali ini terdengar suara Marco, tunanganku yang menyebut nama seorang gadis yang familiar di telingaku.
“C-celine?” Bibirku sampai bergetar, ketika mendengar nama gadis yang disebut oleh Marco. Aku bertanya-tanya dalam hati, apakah mungkin gadis yang bernama Celine itu adalah adik tiriku.
Aku menutup mulutku dengan kedua tanganku sambil menggelengkan kepalaku lirih, saking tidak percayanya. “Tidak mungkin!” Aku sungguh tidak percaya dengan pengkhianatan yang dilakukan oleh mereka.
Namun, kedua bola mataku sudah tak bisa lagi menahan air mataku yang sudah mendesak ingin ke luar dan tumpah membasahi kedua pipiku. Sesak dan sakit, itulah yang sedang aku rasakan saat ini.
“Aku tidak rela, kamu menikahi Areta, Honey,” ucap gadis itu menyebut namaku. Kali ini aku mulai yakin, jika gadis yang bernama Celine itu memang benar-benar adik tiriku sendiri. Aku sangat mengenali suara adik tiriku, meskipun suaranya seakan dibuat-buat terdengar manja di dalam sana.
“Jangan begitu, Celine! Kamu tidak boleh cemburu kepadanya. Setelah aku menikahinya, Perusahaan Grup keluarga William dan Leonel akan bersatu dengan Perusahaan Grup keluarga Fernandes. Kita akan menjadi Perusahaan yang tak terkalahkan di kota London ini. Jadi, kamu harus bersabar, okay!”
Murka! Aku benar-benar sangat murka mendengar apa yang mereka katakan di dalam sana. Aku dibuat sangat terkejut dengan rencana jahat tunangan dan adik tiriku itu.
Aku sudah tidak bisa lagi hanya berdiam diri di depan pintu kamar ini. Aku harus mengetuk pintu kamarnya dan melabrak mereka berdua detik ini juga. Namun, ketika tanganku hendak terangkat untuk mengetuk pintu, otakku seakan menolaknya. “Jangan terburu-buru, Areta! Buat mereka merasakan sakit atas apa yang mereka lakukan di belakangmu. Ini, terlalu enak untuk mereka. Tunjukan kepada mereka, siapa dirimu yang sebenarnya!”
***
Di sebuah Club malam paling besar dan terkenal di kota London.
Namaku, Areta Wilson Leonel. Usiaku, dua puluh lima tahun. Aku adalah gadis dewasa yang sangat enerjik dan kompeten. Namun, aku merupakan gadis yang selalu merasa kesepian ketika berada di tempat ramai seperti ini. Apalagi malam ini, malam yang seharusnya menjadi malam terakhirku sebagai gadis lajang.
Ah, sudahlah! Semua sudah terjadi, tak patut menyesali nasib malangku sendiri. Aku gadis kuat, bukan gadis lemah yang hanya bisa merengek dan meminta belas kasihan mereka.
“Satu botol wine!” pintaku sambil mengacungkan jari telunjukku di depan seorang pemuda yang bekerja sebagai seorang bartender di club yang aku datangi.
“Okay, Nona!” ucapnya dengan anggukan kecil, kemudian mengambil pesananku. “Ini, Nona!”
“Thanks!” ucapku sambil tersenyum kecil, lalu ia balas mengangguk.
Sambil menatap getir botol wine yang ada di tanganku, aku merutuki kesi4lan hidupku. Aku menenggak minuman beralkohol itu untuk pertama kalinya dalam hidupku. Ya, meskipun aku seorang gadis dewasa yang hidup di Negara bebas. Namun, aku sangat anti menyentuh minuman beralkohol dan hubungan s3x di luar nikah.
Untuk kali ini, kata anti dalam rumus hidupku sudah hilang entah ke mana. Aku yang merasakan bathin ini begitu sakit, mencari pelampiasan dengan cara yang selama ini selalu aku hindari.
Baru sedikit botol wine yang aku tenggak, kepalaku sudah merasakan pusing luar biasa.
Prank…
Botol wine di tanganku terjatuh ke lantai, saat aku refleks hendak memegangi kepalaku yang terasa sedang berputar-putar. “Ahh.., pusing sekali kepalaku!” racauku, hendak turun dari kursi bartender. Namun, tubuhku limbung menubruk tubuh seseorang yang berada di belakangku tanpa kusadari. “Shitte!” rutukku menyesali kebodohanku.
“Hati-hati, Nona!” Suara seorang pria dewasa yang terdengar sexy, sedang menyapa indra pendengaranku. Aku cukup terbuai dengan suara pria tersebut untuk seperkian detik. Buru-buru, aku membalikan tubuhku untuk melihatnya. Bila cocok, aku ingin menyewanya untuk menemaniku tidur malam ini.
‘Ya, memangnya hanya mereka saja yang bisa bermain di belakangku dengan begitu hebatnya. Bahkan, aku bisa lebih hebat dari pada mereka!’ bathinku dipenuhi angkara murka untuk balas dendam.
Sebelum aku sempat melihat pria tersebut, seorang bartender nampak membersihkan serpihan botol wine yang aku jatuhkan. Aku merasa tidak enak hati, lalu meminta maaf atas kesalahanku. “Maaf, aku akan menggantinya,” ucapku sambil mengeluarkan beberapa lembar dolar dalam tas tanganku.
Namun, bartender itu menolak apa yang aku berikan, sambil melirik ke arah pria yang bersuara sexy, tadi. Aku pun refleks untuk melihat ke arahnya.
Hup!
Aku bergeming, dengan kedua bola mata melebar untuk memperjelas pandanganku yang mulai kabur akibat dari minuman wine itu. Aku dibuat terpana dengan ketampanan seorang pria yang sedang berdiri di depanku. Tak hanya suaranya yang terdengar sexy, rupa dan penampilannya pun begitu memesona.
Pria dewasa dengan penampilan berkelas, mengenakan kemeja putih dan jas berwarna hitam senanda dengan celana bahan yang digunakannya, semakin membuatku tak ingin berpaling darinya. Pria ini masuk ke dalam kategori untuk aku jadikan lelaki bayaran.
Tatapan pria itu sangat tajam ke arahku, membuat jantungku seolah tersentak ingin loncat dari dadaku. Bisa-bisanya aku dibuat salah tingkah di hadapan pria yang tidak pernah aku kenal sebelumnya, hingga aku lupa untuk meminta maaf kepadanya.
“Kalau tidak biasa minum, jangan sok-sok’an minum, Nona!” ucap pria itu sambil tersenyum menyeringai, kemudian melewatiku dengan langkah lebar.
Aku pun terkejut dari lamunan. “Ck, kurang 4jar! Dia meremehkanku.” Aku mendengus kesal, lalu menyusul langkahnya. “Tunggu, Tuan! Siapa bilang, aku tidak biasa minum? Apa kamu menantangku, huh?!” semburku menahan langkah kaki pria tersebut.
Aku mengulum senyum, pria itu membalikan tubuhnya untuk menghadap ke arahku dengan menaikan satu alisnya. Ia menatapku dari atas sampai bawah, seolah sedang menelanjangi tubuhku. Refleks, aku menyilangkan kedua tanganku untuk menutupi dadaku yang sedikit terbuka. “Dasar, m3sum!” ejekku lantang.
Hahahaha….
Pria itu tertawa dengan begitu lepas. Si4lnya, semakin tertawa seperti itu, wajahnya semakin terlihat tampan berkali-kali lipat. Bahkan, lebih tampan dari tunanganku. Bukan! Maksudku, mantan tunanganku.
Aku mendengus lirih, merutuki kebodohanku lagi dan lagi. Bagaimana aku bisa berpikir untuk menjadikannya pria bayaran, jika pria itu sangat m3sum. Tapi, yang namanya gigolo, pasti akan bersikap m3sum, bukan? Kalau tidak m3sum, pria itu pasti tidak akan menjajakan tubuhnya untuk mendapatkan uang.
“Cukup!” seruku berteriak keras, untuk menghentikan tawanya.
Pria itu menghentikan tawanya, sambil mengikis jarak. Aku bisa mencium aroma mint yang menguar dari dalam mulutnya. Sekujur tubuhku seketika merem4ng, ketika bibirnya hampir menyentuh bibirku. “Aku tidak memiliki masalah denganmu, Nona. Tapi, kalau kamu ingin bermain-main denganku, aku tidak akan menolakmu,” tantangnya dengan suara sedikit menggodaku.
Aku terdiam dalam seperkian detik, mencerna apa yang baru saja pria itu katakan. Dia memang tidak memiliki masalah denganku. Tapi, aku yang ingin membuat masalah dengannya. Aku ingin bermain-main dan bercint4 dengan dia, untuk membebaskan rasa sakit hati yang sedang membelengguku.
To the point, aku tidak ingin berbasa-basi dengan pria itu. Aku langsung memberikan tawaran dengan harga pantastis kepadanya. “Aku ingin menyewamu, Tuan. Berapa taripmu dalam semalam? Seratus ribu Dolar, dua ratus ribu Dolar, atau berapa banyak, huem?!”
Ekspresi pria di hadapanku seperti sedang tercengang dengan apa yang aku katakan. Namun, ia tidak kunjung menjawab pertanyaanku.
Aku pantang menyerah, kembali aku memberikan penawaran kepadanya dengan no limit. “Penawaran terakhir! Berapa banyak pun uang yang kamu pinta, aku akan berikan. Asal, kamu temani aku tidur malam ini juga! Bagaimana?” tawarku dengan senyuman tipis, sambil menyodorkan sebuah black card milikku kepadanya.
Pria itu nampak tersenyum iblis, dengan tatapannya yang menghunus tajam ke arahku. “Kamu yakin, sanggup membayarku, Nona?!”
Aku menaikan satu alisku, dengan sudut bibirku yang terangkat. Seorang gigolo sudah berani meremehkan seorang ahli waris terkaya di kota London, sepertiku. “Yakin!” seruku dengan tegas.
“Deal!” ucap pria tersebut, mengambil black card dari tanganku.
Debaran dadaku semakin keras, ketika ia menarik tanganku ke luar dari club malam. “Ayo! Tunggu apa lagi, Nona?!”