Hari Pernikahan

1316 Words
Kakiku kebas, tubuhku rasanya pegal semua. Mataku bahkan sudah lelah, ingin rasanya terpejam lelap. Namun, aku harus menahannya, karena banyak tamu undangan yang masih terus berdatangan memberikan ucapan selamat kepada kami. “Kamu capek?” Suara Mas Harris menyentak lelahku, aku langsung menoleh menatapnya yang duduk bersanding di sampingku. Kugelengkan kepalaku pelan, membohonginya dengan begitu jelas. Aku yakin dia tahu kalau aku sangat kelelahan. Pasalnya, kami melangsungkan akad nikah semalam, dan setelah akad nikah berlangsung, malamnya kami tidur bersama. Ya, tidur bersama. Mas Harris langsung meminta haknya padaku. Aku ingat, saat itu pukul dua belas malam aku baru bisa terpejam lelap. Dan pukul dua dini hari, aku terbangun karena suara alarm yang aku setel sebelum tidur. Aku bangun lebih awal untuk mandi wajib dan mengeringkan rambutku yang panjang. Tepat pukul tiga dini hari, suara ketukan pintu terdengar dari luar kamarku, para perias pengantin sudah bersiap merubah rupaku. Aku hanya memiliki waktu istirahat saat azan subuh berkumandang, saat itu aku meminta waktu untuk sholat sejenak. Dan saat itulah aku menipu mereka dengan berpura-pura berzikir lama, padahal sebenarnya aku terpejam tidur di ruang sholat selama kurang lebih dua puluh menit lamanya. Setelah semua itu, sejak matahari terbit sampai kini hampir tenggelam, aku harus tersenyum di depan semua orang. Keluarga, teman, saudara, semuanya harus melihatku bahagia. Padahal sebenarnya mental dan fisikku sungguh tidak baik-baik saja. “Kamu duduk saja kalau capek,” bisik Mas Harris sembari menyalami tamu yang masih saja berdatangan. “Enggak sopan kalau aku duduk, Mas,” ucapku, menghela napas pelan saat melihat antrean tamu yang hendak memberikan ucapan selamat tampak masih panjang. Sebenarnya Mas Harris mengundang berapa banyak orang sih? Aku bahkan tidak mengundang lebih dari lima puluh orang, keluarga dari ibuku juga banyak yang absen, dan keluarga dari mendiang ayahku juga hanya beberapa orang yang datang. Sedangkan teman-temanku, jujur saja, tidak ada teman-temanku yang aku undang. Lagi pula, aku juga tidak memiliki banyak teman. Hanya Silla satu-satunya teman dekatku sejak SMA, dan Silla sendiri adalah sepupu Mas Harris. Jadi bisa dipastikan, sebagian besar tamu undangan yang hadir saat ini adalah tamu dari pihak Mas Harris dan orang tuanya. “Dewi.” Suara ibu mertuaku terdengar, aku sontak menoleh ke arahnya. “Iya, Ma?” tanyaku sopan. “Kamu sakit? Kamu keringetan gitu, padahal gedung ini pakai AC,” katanya. Mas Harris seketika itu langsung menatapku lekat, raut wajahnya berubah cemas saat dia menyentuh keningku. “Yang, badanmu panas,” lirih Mas Harris. “Ha?” Saat itu tiba-tiba suara sekitarku perlahan pudar. Bahkan pandanganku seketika terlihat kabur. Ada apa ini? Apa yang sebenarnya terjadi padaku. Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku, karena tak lama dari itu, semuanya benar-benar gelap. Suara terakhir yang aku dengar adalah suara ibuku yang terdengar panik menyebut namaku. “Dewi.” Bu Sari langsung mendekati putrinya yang tampak tak sadarkan diri dalam pelukan Harris. “Cepat bawa Dewi ke kamar hotel kalian, Ris,” suruh Mama Hanum—ibunya Harris. Dia ikut panik melihat menantu kesayangannya tiba-tiba pingsan di depan matanya. Harris pun segera mengangkat tubuh Dewi dan membawa istrinya berlari menuju kamar hotel mereka. Mama Hanum sibuk memanggil sepupu Harris yang merupakan seorang dokter. “Silla mana, Silla ....” “Silla udah ikut sama Harris, Mbak,” jawab Bu Sisil, yang merupakan iparnya Mama Hanum. “Tenang, Ma. Dewi pasti baik-baik saja,” kata Pak Heru, ayahnya Harris. “Bener kata papa, harusnya kita enggak adain resepsi sampai sore, Dewi pasti kelelahan,” tutur Mama Hanum. Pak Heru hanya bisa menghela napasnya pelan. “Terus acara nanti malam gimana, Mbak?” tanya Bu Sisil. “Acara nanti malam?” Mama Hanum sepertinya lupa kalau dia juga membuat acara resepsi untuk nanti malam, khusus keluarga besar mereka. “Kita batalkan saja,” kata Pak Heru. “Jangan,” ujar Mama Hanum. “Ma, Dewi sampai pingsan gitu karena ngikutin acara yang mama buat, dia bisa ....” “Acara itu tetep diadain, tapi biarkan Dewi dan Harris istirahat,” cakap Mama Hanum yang langsung menemukan solusinya. Helaan napas berat kembali terdengar dari diri Pak Heru. Dia juga tidak bisa menyalahi istrinya, karena bagaimanapun juga melihat Harris menikah adalah impian Mama Hanum sejak beberapa tahun lalu. Pasalnya, Harris adalah anak tunggal mereka, karena itu Mama Hanum tidak terlalu peduli jika dia harus mengucurkan banyak dana untuk acara megah resepsi pernikahan putranya. Di lain sisi. Silla baru saja selesai memeriksa kondisi Dewi. “Gimana kondisinya, Sil?” tanya Harris, sejak tadi pria itu berdiri cemas di samping Silla, menunggu adik sepupunya itu selesai memeriksa. “Semalem apa kalian ....” Silla sedikit risih membicarakannya, tapi dia harus tetap menanyakan perihal ‘itu’ pada kakak sepupunya agar diagnosanya lebih akurat. “Iya,” jawab Harris, tanpa ragu apalagi malu. “Apa dia sakit karena itu?” tanyanya. Silla menghela napasnya pelan. “Bisa jadi,” jawab Silla. “Dia udah capek dari kemaren, dan semalam kamu malah minta hakmu di saat dia harusnya istirahat untuk acara resepsi hari ini. Jadi wajar saja kalau dia sampai pingsan gitu,” kata Silla. “Tadi siang aku lihat Dewi juga cuma makan dikit, mungkin itu yang buat dia makin drop,” lanjut Silla, menatap sosok Dewi yang merupakan sahabat dekatnya sejak SMA. Harris semakin cemas menatap istrinya yang masih terpejam rapat. “Biarkan dia istirahat dulu, dan malam ini aku saranin Kak Harris jangan minta jatah dulu, kasian Dewi,” tutur Silla. “Aku pamit,” ujarnya, kemudian keluar dari dalam kamar hotel itu. Setelah Silla keluar, Harris langsung mendekati istrinya yang masih terbaring tak berdaya. Harris duduk di tepi ranjang, dia memegang tangan Dewi dan menatap istrinya itu lekat. “Maafin aku, Wi,” lirihnya. *** Silla yang baru kembali ke aula langsung didatangi oleh Bu Sari. Rasa cemas terukir jelas di raut wajah wanita paruh baya itu. “Sil, gimana kondisi Dewi?” tanya Bu Sari, berharap Silla membawakan kabar baik untuknya. “Dewi baik-baik aja kok, Bu,” jawab Silla, senyum hangatnya terukir. “Kenapa dia bisa pingsan? Selama ini ibu enggak pernah lihat dia pingsan loh, Sil. Ini pertama kalinya ibu lihat dia sakit sampai pingsan begitu,” cakap Bu Sari. “Bu Sari jangan khawatir, Dewi pasti baik-baik saja,” sahut Mama Hanum, sang besan. “Dewi cuma kecapean aja, Bu. Nanti setelah istirahat dan minum vitamin, dia bakal pulih dan sehat lagi kok,” kata Silla, mencoba menenangkan Bu Sari yang masih terlihat cemas dengan kondisi putri sulungnya. “Yo, tolong kamu ajak Ibu ke ruang tunggu, tolong kamu tenangin dulu Ibu, biar mbak ambilin minum,” suruh Silla pada sosok Riyo—adik Dewi satu-satunya. “Iya, Mbak,” jawab Riyo, dia memang kenal akrab dengan Silla yang sudah seperti kakak kedua baginya. Riyo pun akhirnya membawa pergi Bu Sari pergi dari aula resepsi yang masih terlihat ramai. Sedangkan Silla, dia berniat mengambilkan air mineral untuk ibu sahabatnya itu. Namun, saat Silla hendak pergi, tangan Mama Hanum tiba-tiba mencegahnya, Silla pun sontak menatap bibinya itu dengan penuh tanya. “Ada apa, Tante?” tanya Silla, sopan. “Dewi kenapa bisa pingsan begitu?” tanyanya. “Tadi tante sengaja enggak tanya karena takut ibunya Dewi tambah cemas kalau tahu kondisi Dewi yang sebenarnya,” cakap Mama Hanum. Silla menghela napasnya pelan, sekilas dia menatap Bu Sari yang sudah lenyap bersama Riyo. “Dewi beneran cuma kecapean kok, Tante,” terang Silla. “Kamu yakin?” tanya Mama Hanum, seperti tidak percaya dengan keponakannya sendiri. “Wajahnya kelihatan pucet banget loh, Sil. Masa cuma karena kecapean, kalau memang cuma karena kecapean, tante juga capek urus acara pernikahan ini, harusnya tante yang pingsan, bukan dia,” tuturnya. “Kalau tante mau tahu Dewi capek karena apa, dan kenapa dia sampai pingsan begitu. Tante bisa tanya langsung sama Kak Haris, dia lebih tahu jawaban pastinya dari pada aku,” cakap Silla. “Silla mau ambil air minum buat Bu Sari, permisi, Tante,” pamitnya, kemudian pergi dari hadapan bibi kandungnya itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD