BB 04 - Pulang

1430 Words
“Datanglah ke Resort tempat ku menginap. Disana kau akan bertemu dengan seorang wanita yang mungkin (Allan terdiam) yang mungkin akan tampak sangat kacau. Tolong katakan padanya aku minta maaf karena pergi begitu saja dan meninggalkannya seorang diri tapi aku akan segera kembali,” ucap Allan sesaat sebelum masuk ke dalam Jet pribadi. “What? Where did you go? Which girl are you talking about?” Erick tampak kebingungan. “Pokoknya kau datang saja dan lihat sendiri. Jangan lupakan sampaikan pesan ku.” Allan buru-buru memutuskan sambungan teleponnya. Erick yang baru bangun tidur mendadak kalang kabut. Ia bergegas datang ke Resot dimana Allan menginap. Setibanya disana, ia kaget karena melihat seorang wanita dengan tampang acak-acakan, rambut kusut tengah berdiri di tepi ranjang dengan sebuah selimut yang menutupi tubuh polosnya. Gadis itu berteriak histeris saat beradu pandang dengan Erick dan tak lama ia pun pingsan. Wanita malang itu kepalanya hampir terbentur lantai jika saja Erick tidak menangkap kepalanya. Dengan cepat ia membawa gadis itu ke sebuah rumah sakit. Sementara itu, Allan yang tengah berada di dalam pesawatnya tampak berpikir mengenai gadis yang semalaman membuat tubuhnya hilang kendali. Kepulangannya ke New York secara tiba-tiba untuk mengurusi masalah di perusahaan tiba-tiba lenyap begitu saja. Benneth sang asisten kepercayaan menjelaskan masalah yang tengah terjadi tapi Allan justru memikirkan hal lain. Benneth yang tengah menjelaskan duduk perkaranya memanggil manggil namanya. “Tuan… Tuan..” “Ah ya Ben. Maaf aku tak fokus memperhatikan mu.” “Apa ada masalah lain Tuan?” tanya Benneth yang sangat paham kalau tuannya sedang memiliki masalah yang lain. “Nanti saja kita bicarakan setelah masalah dua b******n itu terselesaikan.” Allan meremas botol kosong air mineral hingga tak berbentuk. *** Bali, Indonesia. “Eugh…” erang Dea mencoba membuka mata namun rasanya sulit. Terlalu silau. "Akhirnya siuman juga. Saya panggilkan dokter dulu ya,” ucap si perawat sambil tersenyum ke arah Dea. Dea menahan tangan perawat itu, “Iya Mba kenapa? Ada yang dibutuhkan?” “Kenapa…Kenapa aku ada di sini?” tanya Dea dengan suara parau. “Mba ngga inget sama sekali ya. Mba di ketemukan pingsan di deket resort, nah si pemilik Resot yang bawa mba kemari.” “Apa?” Si perawat menggenggam tangan Dea. Wajahnya tampak sedih. Perawat itu pasti tahu tentang apa yang telah di alami oleh Dea. "Yang tabah ya Mba. Saya turut prihatin sama Mba. Mba harus mengusut masalah pemerkosaan itu ke pihak kepolisian. b******n itu jangan sampai lolos,” ucapnya berapi-api. “Tadi Suster bilang siapa yang bawa saya kemari?” “Oh iya si pemilik Resort yang bawa Mba ke rumah sakit. Sebentar ya saya panggilin dulu. Soalnya tadi dia pamit mau beli kopi sebentar. Tunggu ya Mba.” Si perawat itu pergi meninggalkan Dea. Dengan perlahan Dea mencoba bangun. Seluruh tubuhnya sangat nyeri terutama di area kewanitaannya tapi sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Mungkin efek obat yang di berikan oleh dokter ke dalam tubuhnya. Dea menatap sebuah infusan menancap di punggung tangan kirinya. Dea mencabut infusan ditangannya. Ia meringis karena nyeri dan darah yang keluar dari bekas tancapan infusannya. Dea menekan bekas infusan itu agar darahnya tak keluar lagi. Wanita itu celingak celinguk terlebih dahulu sebelum kabur. Dengan tertatih ia keluar dari ruang perawatannya. Tepat di saat Dea berbelok, si perawat dan seorang pria bule datang dan masuk ke dalam kamarnya. Dea mendengar sedikit kehebohan di ruang perawat mengenai kepergiannya. *** New York “APA?! Kau bilang dia kabur? Bagaimana bisa?” ucap Allan saat diberitahu kalau wanita yang ia tinggalkan itu kabur dari rumah sakit tempatnya di rawat. Allan meremas rambutnya. Baru saja ia mendapat kabar kalau Erick bertemu dengan gadis itu meski dalam kondisi yang tidak baik, kini ia mendapatkan kabar lagi kalau gadis itu sudah siuman dan saat ini tidak diketahui keberadaannya. “Kau sudah mencarinya? Jika aku benar dia mungkin tak bisa berjalan dengan cepat. Dia masih belum jauh dari rumah sakit.” Allan terlihat sangat frustasi. “Aku sudah mencarinya seharian ini tapi tetap tidak menemukan gadis itu.” “b******k!!” Allan menendang sebuah kursi hingga benda itu patah. Erick tampak terkejut mendengar suara patahan dari sebuah kayu yang cukup keras. “AKU TAK MAU TAHU KAU HARUS MENEMUKANNYA!” Allan mematikan sambungan telponnya dan membanting benda itu ke atas sofa. Pria tampan itu terduduk lemas. Kepalanya menunduk. Entah kenapa masalah datang bertubi-tubi sejak ia di dapuk sebagai CEO menggantikan Ayahnya yang belum lama meninggal. Ibu tiri dan pamannya bersikeras tak ingin mempercayai kalau dirinyalah yang ditunjuk sebagai CEO baru. *** Dea membaringkan tubuhnya yang terasa letih setelah berjalan cukup jauh ke villa tempatnya menginap. Tubuhnya sudah sangat lemas karena seharian belum memakan apapun. Dengan sisa tenaga yang ada Dea memesan makanan melalui sebuah aplikasi di ponselnya. Dea memesan banyak sekali makanan dan minuman dan memakannya dengan sangat rakus. Tak lama gadis itu pun terlelap. Barulah keesokan harinya Dea bisa berpikiran jernih. Tubuhnya sudah jauh lebih baik dari kemarin tapi hatinya yang hancur sudah tidak bisa disatukan lagi. Bagaimana pun juga Dea harus pulang ke Jakarta dimana orang tuanya berada. Biarkan ia menyimpan rahasia ini seumur hidupnya. Dea mengemasi barang-barangnya dan segera pergi menuju bandara untuk pulang ke Jakarta. Sementara itu terjadi kehebohan di Jakarta tepatnya dirumah orang tua Dea. Pasalnya Seno datang seperti biasa mencari Dea. Tapi kali ini sambutan orang tua Dea sangatlah berbeda. Maya sang mama menatapnya dengan tatapan menjijikan, dan itu membuat Seno kebingungan. “Mau apa lagi kamu datang terus kemari?” ucap Maya ketus. Dia tak membiarkan Seno masuk ke dalam rumahnya. Ia tak rela pria b******k yang sudah menyakiti hati putrinya itu masuk ke dalam rumahnya. “Ma, Dea udah pulang? Saya mau ketemu Dea, Ma.” “Mama? Siapa yang mengijinkan kamu memanggil saya dengan panggilan Mama. Ngga sudi aku dipanggil Mama sama pria b******k kayak kamu.” Seno terkejut. Tubuhnya bergetar dan itu semua tak luput dari perhatian Maya. “Tante maaf kalo saya lancang…” “Lebih baik pergi dari rumah ku sekarang juga. Jangan pernah datang untuk mencari putriku. Urus aja wanita yang kamu hamili itu.” “Tante, aku bisa jelasin yang sebenarnya…” “Ngga usah jelasin. Kami cukup tahu dan tak mau tahu lebih banyak lagi. Cepat pergi dari rumah ku atau ku panggilkan satpam untuk mengusir mu keluar dari sini.” Maya menatap Seno dengan tajam. Ia sangat kecewa dengan pria yang memacari putrinya. Seno memilih untuk pergi dari rumah kekasihnya itu. Ia tak ingin berhenti mencari keberadaan Dea dan menjelaskan sesuatu hal kepadanya. Ada hal penting yang harus Dea ketahui dan ia ingin menjadi orang pertama yang mengatakannya. Tak lama dari kepergian Seno, sebuah taksi berhenti masuk ke dalam halaman rumah mewah. Dea baru saja tiba di rumahnya di sambut oleh satpam yang membukakan gerbang. Setelah berbasa-basi sejenak, Dea pun masuk ke dalam rumah sambil menggeret koper miliknya. Maya tampak senang melihat kepulangan putri satu-satunya yang baru saja selesai berlibur dalam rangka menyembuhkan patah hati. “Mama kangen kamu De. Katanya Cuma seminggu tapi malah sepuluh hari, hampir aja mama samperin kamu ke sana.” Maya memeluk putrinya dengan erat. “Emang mama tahu aku dimana kemaren? Tadinya aku mau menetap aja disana ngga mau pulang ke Jakarta. Pulang ke Jakarta itu sama artinya dengan membuka luka lama.” “Ngga tahu. Pokoknya mama bakalan nyariin kamu sampai ketemu. Ih kamu ya ngga kasihan sama mama dan papa apa? Emang kamu kemaren kemana?” “Ke Bali ma.” “Duh tahu gitu kan mama nyusul. Papa mu kerja lembur terus, mamam sendirian dirumah.” “Ya kan papa kerja buat mama juga gimana sih.” “Tapi kan mama kesepian sayang. Belum juga kamu yang udah pindah rumah makin kesepian lah mama.” Dea memeluk ibunda tercintanya. "Maaf ya Ma. Dea bakalan lebih sering pulang ke rumah deh buat temenin mama.” “Harus donk. Oh iya tadi si b******k itu datang lagi kesini. Baru banget pergi mungkin setengah jam sebelum kamu pulang, tapi udah mama usir dia.” “Ck… Itu orang ngga tahu malu. Masih aja nyamperin ke sini. Mau ngapain coba.” "Tahu tuh. Lihat aja kalo besok dia berani datang lagi mama laporin ke polisi biar tahu rasa.” Dea tertawa melihat sang mama begitu berapi-api melindunginya. "Ya udah Ma Dea naik dulu ya. Capek banget mau istirahat.” "Oke sayang met istirahat ya.” Dea mencium pipi mamanya dan langsung menaiki tangga menuju kamarnya. Ia tak tahu harus berbuat apa untuk ke depannya. Yang jelas ia akan menarik sahamnya dari butik yang ia jalankan bersama mantan sahabatnya, Cathrine.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD