"Lepasin tangan saya." Gwen bersuara datar, menatap tajam pria yang menghalangi langkahnya.
Pria itu bergeming, Gwen tidak tahu tatapan macam apa yang diterimanya, tapi Gwen merasa pria itu tidak sedang menggertaknya. "Kamu lepas tangan kamu dari rambut Camila dulu."
"Siapa Anda? Saya nggak ada urusan dengan Anda."
"Memang nggak, tapi kalau kamu bertindak lebih dari ini saya bisa tarik kamu supaya berurusan dengan saya."
Apa-apaan orang ini? Apa pria ini sedang sedang mengancamnya? Pikir Gwen.
Gwen mendengus, bukannya takut gadis itu malah merasa amarahnya kembali dipancing. "Lepas saya bilang."
"Cukup." Pria itu menanggapi, tapi tidak menuruti keinginan Gwen. Mengabaikan seruan Camila yang juga mengoceh minta pria yang dipanggilnya Liam Oppa itu hanya memfokuskan perhatiannya pada Gwen.
"Cukup, Gwen. Kamu yang lepas pegangan kamu dulu."
Gwen tidak tahu pria bernama Liam itu memiliki kekuatan macam apa, tapi nada suaranya yang tenang, tatapannya yang lembut membuat Gwen tidak lagi membalas kalimat Liam dengan emosi yang sebelumnya ia rasa naik. Alih-alih menanggapi, Gwen justru diam saja ketika Liam menggunakan tangan satunya lagi untuk melepas cengkraman Gwen di rambut Camila. Melepaskan perlahan tanpa membuat Gwen merasa kesakitan dengan tindakan pria itu.
"Hah, lo takutkan sama Liam Oppa makanya--"
"Diam Camila. Saya nggak bicara dengan kamu. Dan saya suruh Gwen lepasin kamu bukan karena saya bela kamu, tapi karena saya nggak mau Gwen terlibat masalah lebih banyak cuma gara-gara kamu. Paham kamu?!"
"Oppa! Oppa kenapa malah bela Gwen?! Memang Oppa kenal dia?! Memang Oppa ada hubungan apa--"
"Hubungan yang nggak perlu kamu tahu." Ucap Liam datar lantas menarik pergelangan tangan Gwen yang masih dalam genggamannya untuk pergi meninggalkan kerumunan itu.
"Nggak! Tunggu Oppa! Liam Oppa!" Camila berteriak tidak terima, hendak menyusul perginya Liam namun seseorang menghentikan Camila dan menahannya untuk tidak mengikuti kemana perginya Liam dan Gwen.
Gwen tidak mencegah dirinya dibawa pergi dari sana. Padahal kalau orang lain, apalagi yang tidak Gwen kenal, dia pasti sudah marah-marah dan menghajar pria itu. Tapi sekarang? Kenapa Gwen justru diam saja? Kenapa?
Mungkin alasannya, satu, karena Gwen masih bingung dari mana pria ini tahu namanya, memanggil namanya begitu ringan seolah sudah mengenalnya lama. Lihat dan dengar bagaimana Liam tadi dengan begitu tenang menyebut namanya, kan? Yang kedua, alasan yang diberikannya pada Camila tadi. Pria ini bilang mencegah Gwen bertindak lebih jauh bukan karena dia membela Camila, tapi karena tidak ingin Gwen terlibat masalah serius karena tindakannya itu.
Kalau tidak salah persepsi, Liam melakukannya karena pria itu peduli pada Gwen, kan? Jelas dipikir bagaimanapun arahnya ke sana. Yang jadi pertanyaan kenapa? Siapa dirinya? Siapa Liam dalam hidupnya? Kenal saja tidak, kenapa Liam harus peduli pada Gwen. Tunggu, Liam bukan kenalan ayahnya yang tahu situasi Gwen kini dan merasa iba, kan?
"Siapa lo?" Persetan dengan panggilan formal, mengingat apa yang melintas di kepalanya tadi membuat Gwen tidak lagi ini bersikap sopan atau ramah.
Gwen paling tidak suka dikasihani, dipandang iba atau semacamnya. Meski kenyataannya keadaannya memang menyedihkan sekalipun.
Menepis tangan pria itu dari pergelangan tangannya, kini keduanya sudah berada di luar gedung. Di parkiran yang tetap ramai meski jauh lebih gelap dibanding di dalam.
"Kenapa lo tahu nama gue? Lo kenal gue? Lo kenal sama bokap gue? Itu kenapa lo ngerasa kasihan, kan?"
Melihat Gwen yang meledak-ledak macam itu membuat Liam harus lebih menangkan dirinya agar tidak terpancing. Liam bisa mengerti mengapa sikap gadis ini sangat anti-pati dengan sekitarnya, maka dari itu Liam bisa menerima dan memaklumi apa pun yang dituduhkan padanya. Masalahnya adalah, Liam sendiri tidak tahu kenapa dirinya ikut campur dengan urusan Gwen yang seperti gadis itu katakan--mengenalnya tidak, mengenal keluarganya secara personal pun tidak. Liam hanya tahu nama Gwen dari 2 pertemuan yang jelas gadis itu tidak ingat atau bahkan mungkin sadari, mengenai keluarga Gwen pun Liam hanya mendengarnya dari berita dan Sakti yang hanya menjelaskan beberapa, bukan dalam bentuk cerita utuh.
"Saya memang nggak kenal kamu, pun dengan keluarga kamu termasuk Papa kamu. Saya nggak kenal. Tapi kalau ditanya apa saya tahu kamu, ya saya tahu. Apa jawaban itu cukup?"
Jelas tidak, darimana pula penjelasan macam itu bisa membuat Gwen mengerti.
"Tahu gue? Dari siapa? Ah, Camila? Cewek lo itu? Udah sejauh mana dia cerita dan jelek-jelekin gue di depan lo, hah? Sampe lo berani ikut campur urusan gue sama dia?"
"Bukan dari Camila juga." Liam tidak tahu harus menjelaskan dari mana, tidak yakin apakah Gwen akan percaya atau tidak jika Liam menceritakannya, yang ada, Liam malah mungkin bisa dikira seorang penguntit dengan maksud tertentu oleh gadis itu. Tapi menjelaskan mengapa dirinya berani ikut campur pun Liam juga tidak bisa mengatakannya, karena Liam sendiri tidak tahu mengapa tubuhnya bergerak dan melerai perkelahian antara Gwen dan Camila--atau bahkan bisa dibilang sudah hendak melerai perselisihan antara Gwen dengan pria mabuk sebelumnya.
"Ya terus gimana bisa lo tahu gue? Omongan lo yang cuma separo itu nggak bisa bikin gue ngerti kenapa lo di sini narik tangan gue dari Camila."
Liam diam, benar-benar tidak bisa mengatakan atau menjelaskan alasan yang sebenarnya.
"Fine, kita anggap aja lo memang sebenarnya berusaha lindungin Camila biar nggak babak belur di tangan gue, kan? Dan selamat lo berhasil. Tapi bilang sama dia, sekali lagi dia bawa-bawa nama nyokap atau adik gue, mau lo pukul gue sekalipun, Camila bakal tetep gue abisin!" Gwen beranjak dari hadapan Liam, yang jelas tidak bisa Liam cegah.
Pria itu hanya mampu menatap punggung Gwen yang berlalu, menarik napas dan menghembuskannya pelan dengan benaknya yang mulai berkelana kemana-mana.
***
Beberapa jam lalu...
"Heh, lo nggak apa-apa mesen minum kayak gitu? Lo kan--"
"Dihindarin juga nggak bisa bikin gue sembuh."
Sakti yang mendengar ucapan Liam hanya bisa menarik napasnya berat. Sejak Liam minta bertemu di club malam sebenarnya Sakti sudah curiga, pasti ada sesuatu dari hasil check up-nya di Korea beberapa hari lalu.
"Park, kalau Erick tahu gue nemenin lo minum kayak gini, dia pasti ngomel sama gue."
"Ya jangan kasih tahu dia. Lagi pula siapa yang nyuruh lo jadi intelnya dia sih."
"Sial. Siapa pula yang jadi intel dia. Gue cuma..." Sakti tidak melanjutkan ucapannya, gengsi kalau harus mengatakan kalau sebenarnya dia khawatir pada Liam.
"Jadi sebenernya ada apa? Lo keluarin cepet deh unek-unek lo, biar nggak lama-lama di sini dan lo ngga banyak minum, terus gue juga nggak ngerasa bersalah sama Erick."
Meminum cocktail-nya, Liam melirik Sakti dengan tatapan sinis. "Kalau lo di sini cuma buat ngomel, mending lo pulang aja deh sana."
"Elah, gitu aja ngambek." Sakti berusaha untuk melunak, mengangkat tangan untuk meminta dibuatkan minuman para bartender di depannya.
Membiarkan keheningan di antara mereka cukup lama di antara bisingnya suara musik dan orang-orang yang bersenang-senang di sana, Sakti sebenarnya memberi waktu pada Liam untuk mengeluarkan unek-uneknya sesuai dengan keinginannya sendiri tanpa desakan.
"Kayaknya gue memang harus jalanin transplanasi hati."
Sakti hampir saja menyemburkan minuman di mulutnya. Pria itu langsung menghadapkan tubuhnya pada Liam yang semula duduk di samping.
"Separah itu? Gue kira--"
"BERENGSEK! DASAR CEWEK MURAHAN AJA SOK JUAL MAHAL!" Suara itu menarik perhatian Liam, tidak, hampir semua pengunjung yang masih sadar dan mendengarnya menoleh ke arah asalnya suara, termasuk Sakti yang terhenti ucapannya karena suara keributan itu.
"Gwen?"
Sakti masih bingung membaca situasi, setelah keterkejutannya mendengar ucapan Liam, ditambah keributan di tempat itu dan sekarang Liam yang mengumamkan nama familiar di telinganya. Sakti mengikuti arah pandang Liam yang memang hanya tertuju pada satu titik. Hingga fokus Sakti pada Liam akhirnya pudar dan tertuju pada objek yang sama.
"Gwen?" Itu benar-benar Gwen yang Sakti tahu dan kenal, dan Sakti pernah ceritakan pada Liam beberapa minggu lalu. Tapi Sakti tidak tahu kalau Liam sampai mengingat gadis itu hingga hari ini. Pandangan Sakti kembali pada Liam, yang sudah mengikuti arah Gwen pergi setelah perselisihan yang terjadi berhasil di lerai salah satu pegawai di sana.
Apa Gwen begitu menarik perhatian Liam sampai pria itu segitu mengamatina? Pikir Sakti.