Deru mesin mobil yang sepertinya tengah memasuki halaman rumah Anisa membuat Anisa yang sedang Vidio call dengan kedua sahabatnya langsung berjalan keluar balkon kamarnya. Anisa mengerutkan keningnya ketika melihat kedua orang tua Jordan keluar dari mobil. Bukan apa-apa, kedua orang tua Jordan keluar dari mobil sambil menggendong anak kecil yang memakai jas hitam, senada dengan pakaian Jordan dan Pak Rafi, Papa Jordan.
Menurut Anisa sendiri jas terlalu formal untuk sekedar lamaran di rumah. Dia lebih suka pihak lelaki ataupun keluarganya memakai batik. Tapi mau bagaimana lagi, semua ini permintaan kakaknya.
'Ayolah Han, perlihatkan kepada kita siapa tunangan Kak Amira. Kita juga pengen tahu.' Rani yang mendengar deru mesin mobil memasuki rumah keluarga Anisa merasa penasaran dengan lelaki pilihan kakak Anisa.
'Iya, ganti kamera depannya dengan kamera belakang.' Suruh Jihan yang sama sekali tidak Anisa tanggapi.
"Sa, Anisa ih." Seru Rani yang sudah sangat penasaran dengan wajah tunangan kakak Anisa. Tapi sepertinya Anisa tidak memperdulikan dirinya dan juga Jihan yang mati penasaran dengan wajah calon kakak ipar Anisa.
"Nanti aku telepon lagi."
Anisa mematikan sambungan telepon kedua temannya dengan sepihak. Dia segera keluar dari kamarnya untuk turun ke bawah. Mamanya pasti sedang sibuk membantu kakaknya berdandan di kamar. Sehingga dia berinsiatif untuk membantu keperluan yang belum siap di bawah.
"Sa, sepertinya mereka sudah datang. Kamu bukan pintu dulu, Papa mau ganti baju. Mama kamu itu menyuruh Papa terus sampai papa tidak sempat berganti baju. Malu papa kalau sampai di lihat calon besan dengan baju lecek seperti ini." Bima segera berjalan menaiki tangga rumahnya tanpa menunggu jawaban Anisa.
Anisa meremas gaun yang dia kenakan dengan gugup. Ingin sekali dia berlari dari acara ini. Tapi mau bagaimana lagi? Ini adalah acara lamaran kakaknya dan malam ini dia harus menyaksikan kebahagian kakaknya.
Ceklek!
Baru juga Anisa membukakan pintu untuk keluarga Jordan, tapi anak laki-laki yang dia lihat ketika dia berada di balkon kamarnya tadi langsung memeluk kakinya dan memanggilnya dengan sebutan kakak cantik.
"Hallo," Anisa berjongkok di depan anak laki-laki yang sedang memeluk kedua kakinya. Dia menyapa anak laki-laki itu sambil tersenyum tipis.
"Hai, Namaku Gavin. Apa kakak cantik adalah calon istrinya Kak Jordan?" Tanya anak laki-laki yang kemungkinan berusia 5 tahun.
Anisa merasa terkejut dengan pertanyaan yang anak kecil di depannya itu berikan kepadanya. Mutiara yang mengerti dengan diamnya Anisa mengusap rambut anaknya lembut.
"Kakak cantik yang berdiri di depan kita itu namanya Kak Anisa. Kak Anisa bukan calon istrinya Kak Jordan. Calon istrinya Kak Jordan itu namanya___"
"Perkenalkan, nama Kakak Amira, calon istrinya Kak Jordan." Amira yang baru datang memperkenalkan diri kepada Gavin yang hanya menatap uluran tangannya saja tanpa mau menyebutnya.
"Tapi aku tidak suka dengan Kak Amira, Kak Anisa lebih cantik. Benarkan, Kak Jor?" Gavin menarik bawah jas yang kakaknya itu kenakan. Jordan terlihat gugup, dia bingung harus bereaksi seperti apa. Sehingga dia hanya menganggukkan kepalanya saja.
Amira menatap Anisa tajam. Sedangkan Anisa hanya menunduk. Dia tidak bersalah. Lalu kenapa kakaknya sepertinya terlihat marah sekali kepadanya?
"Mari masuk Bu Mutiara, Pak Rafi, Nak Jordan dan Dek Gavin." Bima menyuruh keluarga calon besannya masuk. Rahma yang melihat aura tidak baik dari kedua anaknya mengusap rambut Anisa dan Amira lembut.
"Ini hanya kesalahpahaman kecil sayang, jangan bikin Mama sama Papa malu karena kalian saling diam." Rahma mencoba menasehati kedua anaknya. Anisa hanya diam, sedangkan Amira sudah duduk di samping papanya.
"Maaf, Ma." Ucap Anisa sedih. Dia tidak memiliki maksud apa-apa. Jujur saja dia tidak menyangka anak kecil tadi akan mengatakan seperti itu kepadanya.
Saat semua orang sudah berkumpul. Rafi selaku Papa dari Jordan angkat bicara. "Saya sebagai Papa dari anak saya yang bernama Jordan Mahendra ingin mengatakan maksud dan tujuan keluarga kami datang ke rumah Ibu Rahma dan Bapak Bima. Selain untuk menjalin hubungan silaturahmi dengan keluarga kalian, saya ingin meminang anak Bapak dan ibu yang bernama Anisa___"
"Amira, Pa." Mutiara menyenggol lengan suaminya.
Rafi terlihat memejamkan kedua matanya sebentar. "Mohon maaf, maksud saya Amira Maharani Alfat untuk menjadi tunangan anak saya. Apa bapak dan ibu merima pinangan dari anak saya untuk putri bapak dan ibu?" Tanya Rafi meluruskan.
Bima terlihat berdehem. "Kalau soal itu saya serahkan kepada anak saya saja, Pak. Apa kamu mau menerima pinangan dari Nak Jordan, Ra?" Tanya Bima sambil menatap wajah Amira.
Amira melirik adiknya sinis. Kemudian dia menganggukkan kepalanya. "Aku terima pinangan dari Mas Jordan, Pa." Jawab Amira yang di beri helaan nafas lega dari semua orang. Kemudian Jordan maju untuk memasangkan cincin di jari manis Amira.
"Terimakasih sudah menerima pinanganku." Ucap Jordan sambil mencium punggung tangan Amira. Anisa yang melihat Jordan mencium punggung tangan kakaknya segera memalingkan wajahnya. Dia tidak mau menambah nyeri di hatinya dengan menyaksikan pertunangan kakaknya bersama laki-laki yang selama ini dia cintai. Rasanya menyakitkan. Seperti saat kita mengalami luka parah dan dokter sudah membius tubuh kita agar kita tidak merasakan sakit saat dokter menjahit luka kita, tapi sayangnya kita masih merasakan sakitnya jahitan itu karena sangking parah luka yang ada pada diri kita.
Pertukaran cincin antara Jordan dan Amira selesai. Sekarang mereka semua tengah mengobrol bersama.
"Saya kok gak pernah ngelihat Dek Gavin ya Bu waktu saya datang ke rumah ibu?" Tanya Rahma kepada Mutiara. Rasanya sangat aneh ketika Jordan yang sudah berusia 25 tahun tetapi memiliki adik yang baru berusia 5 tahun. Mereka berdua beda 20 tahun.
"Gavin sayang main dulu ya sama kakak Jordan dan kakak Amira, Mama mau ngobrol sama Tante Rahma dan Om Bima sebentar." Ucap mutiara sambil menyerahkan Gavin kepada Jordan.
"Siap, Ma."
Mutiara menoleh kebelakang, memastikan bahwa Jordan dan Amira sudah membawa Gavin pergi dari ruang tamu ini.
"Waktu saya melakukan kunjungan di panti asuhan, saya melihat Gavin duduk sendiri diluar panti. Kata pengurus panti, Gavin adalah anak yatim piatu. Kedua orang tuanya meninggal saat sedang ingin berlibur bersama. Mobil yang di tumpangi oleh kedua orang tua Gavin keluar jalur karena ban mobil kedua orang tua Gavin tiba-tiba bocor. Kedua orang tua Gavin meninggal di tempat, hanya Gavin yang selamat. Tante dan Om Gavin tidak memiliki cukup uang untuk membesarkan Gavin, hingga mereka menitipkan Gavin ke panti asuhan." Mutiara tersenyum ketika mengingat pertemuan pertamanya dengan putra angkatnya.
"Saat saya hendak pulang dan masuk kedalam mobil, hati saya terenyuh ketika mendengar Gavin memanggil saya Mama. Mungkin tubuh Mamanya mirip dengan saya. Hingga saya dan Papanya Jordan sepakat untuk mengangkat Gavin sebagai anak kedua kami. Lagi pula saya selalu merasa kesepian ketika berada di rumah. Karena Jordan itu orangnya pendiem banget." Mutiara melanjutkan ceritanya. Anisa yang mendengar cerita mama Jordan sedikit mengangguk. Pantas saja dia tidak pernah melihat Gavin sebelumnya.
"Tapi wajah Mas Jordan sama Dek Gavin sama loh Tante." Ucap Anisa sambil mengingat wajah Gavin dan juga Jordan. Mereka seperti kakak dan adik kandung.
"Iya, kamu benar. Sekilas wajah mereka memang mirip. Bahkan saya berpikir kalau Gavin itu adalah versi Jordan ketika kecil dulu. Tapi bedanya Gavin itu cerewet sedangkan Jordan pendiem." Mutiara tersenyum ketika mengingat kemiripan kedua anaknya itu. Gavin dan Jordan, dia bahagia memiliki dua putra yang sangat menyayanginya.
"Sangking serunya mendengarkan cerita Bu Mutiara saya sampai lupa menawarkan kalian makan. Mari kita makan malam bersama. Sa, panggil kakak kamu serta Nak Jordan dan Dek Gavin untuk makan malam bersama kita semua." Suruh Rahma kepada putri keduanya. Anisa mengangguk, setelah mengatakan permisi kepada semua orang yang berada di ruang tamu Anisa berjalan menghampiri Jordan dan Amira yang tengah bersama Gavin.
"Sayang, kalau kita sudah nikah nanti aku pengen punya anak yang gantengnya kayak Gavin." Ucap Amira yang membuat Anisa menghentikan langkah kakinya untuk menghampiri mereka yang tengah duduk di teras. Mereka terlihat serasi dan juga seperti keluarga bahagia.
"Kak, Kakak sama Mas Jordan serta Dek Gavin di suruh Mama makan malam bersama." Ucap Anisa yang tidak Amira tanggapi. Mungkin Amira masih marah kepada Anisa karena Gavin lebih menyukai Anisa dari pada dirinya. Hal itu membuat Anisa sedih. Tapi apa salahnya? Anak kecil itu sendiri yang mengatakan kalau dia lebih menyukainya tanpa dia suruh.
"Siap kakak cantik. Yuk Kak Masuk." Ajak Gavin kepada Jordan dan Amira. Mereka bertiga melewati Anisa yang sedang berdiri di ambang pintu begitu saja.
"Apa mereka menganggapku manusia tak kasat mata?" Tanya Anisa pada dirinya sendiri.