Bar 1

1369 Words
Sebenarnya Anisa tidak menyukai tempat ini. Dia tidak menyukai bar, dia hanya datang ke tempat ini ketika diajak bersenang-senang oleh kedua temannya. Anisa sadar dia bukan perempuan baik-baik. Dia pernah mabuk, dia pernah berkencan dengan laki-laki, dan dia pernah tidak sadarkan diri bersama dengan para pemabuk. Tapi itu dulu, sekarang dia tidak mau kembali ke masa itu. Sejak pertengahan semester saat kuliah dulu, dia ingin berubah menjadi perempuan baik-baik dengan menjaga pakaian dan bicaranya. Tentu itu semua dia lakukan bukan tanpa alasan. Dia ingin Jordan yang kala itu masih menjadi kakak tingkatnya meliriknya, tetapi anggapannya salah. Jordan tidak sekalipun meliriknya ataupun mendekatinya. Anisa terus mengusap bibirnya yang merah menyalah seperti orang yang habis makan darah. Kedua temannya itu benar-benar membuat dia kembali ke masa dulu. Bahkan Anisa tidak percaya dengan mini dress yang dia kenakan. Kakinya yang jenjang terekspos begitu saja. Anisa mengaku tidak nyaman dengan pakaian miliknya karena hampir kedua payudaranya itu terlihat dan menyembul keluar. Dan kalian tahu siapa yang memiliki rencana gila ini? Tentu saja Rani. Rani merubah penampilannya seratus persen. "Tuangkan minuman itu lagi ke gelasku." Rani tersenyum sambil mengedipkan satu matanya kepada bartender di depannya. Kemudian dia mengambil gelas miliknya dan memberikannya kepada Anisa. "Kamu harus minum, Sa. Lumakan semua masalahmu, sekarang kita bersenang-senang." Rani menyodorkan minumannya di depan Anisa sambil tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Anisa terpaksa meminum alkohol pemberian Rani. Kalau tidak salah dia sudah menghabiskan 4 gelas alkohol karena paksaan Rani. Tidak jauh beda dengan Rani dan Anisa yang tengah mabuk berat, kini Jihan juga hampir kehilangan kesadarannya. Jihan menari bersama orang-orang di depan musik DJ dengan tubuh yang terus meliuk indah. "Ah, jangan sentuh aku." Jihan segera memukul tangan lelaki yang hendak meraih pinggangnya. "Hey nona, sepertinya kau tidak sanggup berdiri sendiri, biar aku membantumu Tetap berdiri dengan merangkul pinggangmu." Lelaki itu mengusap wajah Jihan. Andai Jihan dalam keadaan sadar, mungkin saja perempuan itu sudah babak belur karena di hajar oleh Jihan. Anisa yang masih sadar dan tidak terlalu mabuk berat seperti Rani mencoba berdiri ketika melihat Jihan di goda oleh seorang lelaki. "Ran, lihat Jihan. Jihan tengah di goda lelaki bajingan." Ucap Anisa sambil menarik-narik tangan Rani yang tengah bercengkrama tidak jelas kepada bartender di depannya. "Biarkan saja, kamu duduklah kembali. Dia bisa mengatasi masalahnya sendiri, jangan khawatir." Rani menyuruh Anisa kembali duduk. Anisa yang kebetulan kebelet pipis menatap bartender di depannya. "Kepalaku pusing, bisa kau tunjukkan dimana letak Toilet disini?" Tanya Anisa sambil memegang keningnya. Anisa merasakan orang-orang di tempat ini menjadi dua dan juga Bar ini terus berputar mengelilinginya. "Toiletnya di lantai dua pojok kanan nona. Kau bisa pergi kesana." Jawab bartender itu sambil menunjuk anak tangga bar ini. Anisa menganggukkan kepalanya sambil mengatakan terimakasih kepada bartender. Setelah mengatakan terimakasih Anisa segera berjalan ke lantai dua. Anisa terus berjalan hingga dia tidak menyadari ada seorang lelaki mabuk yang juga mengikutinya sambil membawa sebotol minuman. "Ah, dimana toilet tempat ini? Bagaimana mungkin aku bisa lupa letak Toilet di tempat ini padahal aku dulu sering datang kesini." Anisa menyandarkan punggungnya pada tembok bar ini. Andaikan dia tidak pusing mungkin dia bisa mengingat dimana letak Toilet bar ini dengan mudah. "Hay nona, sedang apa kamu disini?" Lelaki yang tidak Anisa kenal mencolek dagu Anisa dengan mata terfokus kepada belahan d**a Anisa. Untuk pertama kalinya Anisa meruntuki kebodohannya. Untuk apa dia menuruti Rani untuk memakai baju kurung bahan seperti ini! "Hey kamu, mau aku colok mata kamu menggunakan jariku? Kamu sudah lancang melihat asetku." Seru Anisa sambil sedikit berjongkok. Dia benar-benar mual. Tapi Anisa tidak sadar, bahwa posisinya sekarang sangat menguntungkan untuk lelaki di depannya. Kedua payudaranya hampir keluar dari tempatnya. Zidan Wijaya, lelaki pemilik bar sekaligus tempat karaoke terbesar di Jakarta yang hari ini berbaik hati memberikan diskon 50 persen kepada para pelanggannya tergoda dengan warna bibir Anisa. Karena tepat di hari ini dia sedang berulang tahun yang ke 27 tahun. "Hey lepaskan aku, tolong, tolong!" Teriak Anisa ketika tangannya di tarik oleh lelaki di depannya masuk kedalam suatu ruangan yang sangat gelap. Anisa tahu bahwa ini kamar, karena Anisa bisa melihat tempat tidur disini. Baru saja Anisa melihat tempat tidur di sampingnya tiba-tiba tubuhnya di lempar oleh lelaki di depannya ke tempat tidur itu. "Malam ini kamu harus menemaniku." Zidan mengusap kaki mulus Anisa yang membuat Anisa langsung menendang perut Zidan. Zidan mengaduh kesakitan, kemudian dia menarik kaki Anisa dan menampar pipi Anisa. "Dasar jalang! Bisa-bisanya kau menendang perutku." Maki Zidan sambil meringis kesakitan. Zidan memegang perutnya dan menatap wajah Anisa dengan nafsu. Meski Anisa dalam keadaan mabuk, tapi dia tidak terima dengan ucapan Zidan yang mengatakan kalau dia itu jalang. "Aku bukan jalang!" Teriak Anisa tidak terima. Zidan tertawa keras. Perempuan di depannya mengatakan kalau dia tidak jalang, tapi pakaiannya seperti mengajak laki-laki tidur bersama. "Kamu memang bukan jalang, tapi kamu lebih pantas di panggil pelacur." Zidan menekan kedua pipi Anisa yang sekarang tengah duduk di depannya. Jari-jari Zidan yang panjang mampu melukai kedua pipi mulus Anisa. Anisa ingin menangis karena merasakan sakit di kedua pipinya. Tapi dia tidak mempunyai pilihan lain, tenaganya tidak sekuat Zidan. "Ah sakit, to_tolong lepaskan aku." Anisa mencoba menyingkirkan tangan lelaki di depannya dari pipinya. Tapi lelaki itu semakin menekan kedua pipinya. "Sttt..., Sakit. Tolong lepaskan tanganmu dari pipiku. Aku mohon." Anisa tidak tahan untuk tidak menangis. Pipinya benar-benar sakit ketika terus di tekan seperti ini. "Kamu itu kesakitan atau keenakan? Kenapa mendesah? Dasar b***h!" Teriak Zidan sambil melepas tangannya di kedua pipi Anisa dengan kasar. Plak! Suara tamparan berpadu dengan darah segar yang keluar dari ujung bibir Anisa membuat Anisa menangis sesenggukan. "Ja_jangan sakiti aku, lepaskan aku. Tolong jangan lakuin itu, tolong...." Anisa menangis sambil memeluk tubuhnya sendiri ketika melihat lelaki di depannya merangkak kearahnya dan tertawa bagaikan iblis. Kali ini Anisa menyesali kedatangannya ke tempat ini. Dia benar-benar tidak menyangka bahwa apa yang tidak pernah terbesit di otaknya bahwa dia akan mengalami pelecehan seperti ini oleh seorang lelaki tiba-tiba sekarang merasakannya. "Kau harus melayaniku b***h, harus!" Teriak Zidan sambil menarik tangan Anisa dan memeluknya dengan erat. Kemudian Zidan mencium bibir Anisa dengan paksa. Sehingga membuat Anisa terus meronta ingin di lepaskan. "Buka bibirmu b***h!" Bentak Zidan. Anisa menggeleng, dia sama sekali tidak membuka bibir atau lidahnya untuk Zidan. Anisa berharap semua ini hanya mimpi. Dia terus menggelengkan kepalanya dan mencoba menyingkirkan lelaki di depannya dari tubuhnya dengan cara memukul d**a lelaki di depannya. "Minggir kamu, minggir." Teriak Anisa ketika tautan bibir mereka terlepas. Plak! Luka, perih, sakit, dan lebam menghiasi wajah Anisa. Tadi lelaki di depannya menampar pipi kanannya, kemudian sekarang lelaki di depannya menampar pipi kirinya. "Arggg, b******n! Tolong, tolong, siapapun yang ada diluar tolong aku. Tolong..." Anisa mendorong d**a lelaki di depannya Ketika lelaki di depannya mulai lengah. Anisa berlari kearah pintu, tapi sayang sekali, pintu di depannya masih terkunci sehingga Anisa terus saja memukul-mukul pintu di depannya dengan harapan ada yang mendengar teriakan serta gedoran pintu yang dia buat. Brak! Brak! Brak! "Siapapun orang yang ada diluar tolong aku, tolong!" Anisa berteriak lantang sehingga hal itu membuat Zidan tertawa kencang. "Mau sekeras apapun kamu berteriak, tidak akan ada orang yang mendengar teriakan kamu. Semua orang sedang sibuk bersenang-senang dibawah. Mereka tidak akan  datang kesini, apalagi menolongmu." Zidan tertawa semakin keras ketika dia melihat wajah ketakutan Anisa. Meski gelap, Zidan bisa melihat bahwa perempuan incarannya tengah ketekunan ketika mendengar ucapannya barusan. Zidan mengunci pergerakan tubuh Anisa Sehingga membuat Anisa tersudutkan dan kembali tertekan. Anisa meneguk ludahnya dengan susah payah. Jujur dia sangat ketekunan. Saat lelaki itu hendak kembali menciumnya, Anisa segera memukul pelipis kanan lelaki itu menggunakan figura foto yang ada di dekat pintu. Hingga Anisa terlepas dari tangan lelaki yang mengurungnya. Anisa melempar barang-barang di tempat tidurnya dan berteriak kencang. "Pergi, pergi dari sini! Tolong, tolong...." Teriak Anisa. Jordan yang kebetulan menyewa kamar di sebelah kamar yang berisik ini merasa terganggu dengan teriakan Anisa. "Siapapun diluar, tolong aku...." Anisa kembali berteriak. Jordan yang merasa ada yang tidak beres dari kamar di depannya langsung mengetuk pintunya. "Siapa di dalam?" Teriak Jordan sambil mengetuk pintu kamar di depannya dengan keras. "Tolong, tolong aku..., Tolong!" Teriak Anisa, Anisa berharap siapapun orang diluar sana bisa menolongnya dari lelaki di depannya. Tetapi saat Anisa hendak kembali berteriak, tiba-tiba___ Pyar, Brak! "Aaaa..." Teriak Anisa sambil berjongkok dan menutup kedua telinganya. "Makanya jangan macam-macam kepadaku jalang!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD