"b******n! Untuk apa kau menyandra perempuan di kamar seperti ini? Apa kau tidak mempunyai cukup uang untuk menyewa jalang malam ini?" Jordan yang tidak pernah terlihat bicara panjang merasa tidak terima ketika melihat seorang perempuan yang dia tidak ketahui siapa namanya tengah menundukkan kepalanya sambil berjongkok di pojokan kamar karena ketakutan.
Jordan yakin bahwa perempuan yang berada di pojokan itu bukanlah perempuan yang bisa di sewa untuk menemani seorang b******n bermalam disini. Hanya penampilan perempuan itu saja yang membuat dia terlihat nakal. Tapi Jordan yakin bahwa perempuan itu adalah perempuan baik. Perempuan itu terlihat ketakutan. Padahal perempuan penggoda tidak pernah takut, dia akan tunduk dengan rajanya.
"Siapa kau? Berani-beraninya kau mengganguku dengan kekasihku." Zidan tidak terima ketika melihat Jordan datang menghantam wajahnya menggunakan tangannya hingga dia jatuh dan kepalanya menghantam kaki tempat tidur.
"Kekasihmu? Apa lelaki b******n sepertimu masih bisa di sebut sebagai kekasih? Bahkan premen lebih baik dari pada kamu!" Jordan segera menyerang Zidan yang kala itu belum sepenuhnya berdiri. Mereka terlibat saling pukul, hingga Anisa yang mengintip perkelahian mereka membelalakkan kedua matanya. Anisa bingung harus melakukan apa ketika dia melihat Zidan memegang botol bir di tangannya yang dia taruh di belakang.
Anisa tidak mungkin membiarkan lelaki yang menolongnya terluka. Hingga dia menendang kaki Zidan saat Zidan hendak memukul kepala Jordan menggunakan botolnya.
"Arrgg...., b*****t!" Umpat Zidan sambil meringis sakit. Tapi belum sempat Anisa pergi, Zidan segera berbalik dan mengunci kedua tangan Anisa dan menaruh lengan kukuhnya di leher Anisa.
"Sa_sakit tolong, hiks, hiks, tolong." Isak Anisa sambil memejamkan kedua matanya erat. Lampu yang sedikit gelap tidak bisa membuat Jordan tahu wajah pelaku serta korban di depannya.
Jordan hendak maju untuk menolong Anisa, tapi Zidan segera berteriak. "Selangkah lagi kamu maju, maka aku tidak yakin bahwa perempuan di depan kamu ini besok masih hidup atau tidak. Kalau kamu berani melangkahkan kakimu lagi aku benar-benar akan semakin menekan tanganku di lehernya hingga dia akan kesulitan bernafas kemudian dia akan mati. DIA AKAN MATI, DIA AKAN MATI!" Teriak Zidan yang membuat Anisa semakin ketakutan. Memangnya siapa orang yang tidak takut ketika mengalami kejadian seperti ini?
Anisa tidak berani membuka kedua matanya. Dia menggigit ujung bibirnya sampai berdarah. Tubuhnya menggigil, bahkan kakinya saja sudah lemas dan hampir membuatnya jatuh ke lantai.
Sontak Jordan langsung mundur, tapi saat dia melihat Zidan lengan dia langsung berlari dan merebut Anisa dari kengkangan Jordan.
Bugh! Bugh! Bugh!
Jordan memukuli Zidan hingga membabi buta. Dia tidak suka jika melihat lelaki bertindak kasar kepada perempuan meski dirinya sendiri tidaklah lelaki baik.
"b******n, beraninya sama perempuan!" Jordan marah kepada lelaki di depannya yang tengah membuat perempuan itu ketekunan. Meski dia tidak kenal dengan perempuan itu, tapi dia tidak tega melihat perempuan itu menangis ketakutan.
"Bangun! Laki-laki gak guna!" Jordan menarik kerah baju lelaki itu dan melemparnya kearah pintu kamar ini. Zidan yang mempunyai kesempatan untuk pergi dari kamar ini segera melarikan dirinya.
Jordan yang hendak pergi mengejar Zidan dan menghabisi lelaki itu segera membalikkan tubuhnya dan melihat perempuan yang tengah tertunduk di depan tempat tidur. Jordan melepas jaketnya, kemudian menyampirkan jaketnya ke pundak perempuan di depannya. Perempuan di depannya terlihat menggigil ketakutan ketika dirinya mendekat.
"Kamu gak apa-apa? Jangan takut, aku bukan orang jahat seperti dia." Jordan bingung, apakah dia harus memeluk perempuan di depannya untuk menenangkan perempuan itu atau....
"Maaf," Jordan memeluk Anisa dan mengusap rambutnya dengan lembut. "Sttt..., Jangan takut. Ada aku." Jordan mencoba meyakinkan Anisa agar dia tidak terus menggigil ketakutan.
"Hiks, hiks," Isak Anisa yang membuat Jordan segera menangkup wajah Anisa.
"Kamu aman bersamaku, tenanglah. Dia tidak akan kembali menyakitimu lagi." Jordan berdiri, Anisa yang melihat Jordan hendak pergi segera mencekal pergelangan tangan Jordan agar Jordan tidak meninggalkannya sendiri disini.
"Ja-jangan pergi, Ak-aku ta-takut." Anisa menunduk. Baru pertama kalinya dia meminta lelaki untuk tidak meninggalkannya. Apa dia terkesan murahan?
Jordan menggeleng, meski dia tahu lawan bicaranya tidak melihat gelengan kepalanya. "Biar aku hidupkan lampunya." Ucap Jordan yang langsung menyusuri tembok kamar ini untuk mencari saklar lampu.
"Nah, kan terang." Jordan tersenyum. Dia berbalik dan melihat perempuan yang tengah menunduk sambil memeluk tubuhnya sendiri.
Jordan membuang wajah, pantas saja lelaki tadi sampai tergila-gila ingin menikmati tubuh perempuan di depannya, karena perempuan itu sendiri yang mengundang hasrat lelaki itu untuk mendekatinya.
Jordan tahu tidak seharusnya dia menilai orang dari penampilan. Tapi jika seperti ini, Jordan tidak bisa menyalahkan lelaki itu 100 persen.
"Aku tidak membawa sapu tangan ataupun tisu, aku juga tidak tahu caranya menenangkan perempuan yang sedang menangis, dan aku tidak mengerti bagaimana membuat perempuan berhenti menangis. Jadi pliss katakan kepadaku apa yang harus aku lakukan agar kamu berhenti menangis. Ruangan ini tidak kedap suara. Jika sampai ada yang mendengar isakan tangisan kamu nanti, mereka pasti akan datang kesini dan berpikir bahwa aku___" Jordan menggantungkan ucapannya. Dia tidak menyangka bahwa orang yang malam ini dia tolong adalah perempuan pendiam yang selalu menjaga pakaiannya.
Jordan sampai terkejut ketika perempuan di depannya mengangkat kepalanya. Jordan segera menepuk pipi kanan dan kirinya berulang kali, kemudian dia menggelengkan kepalanya, dia mencoba menepis apa yang dia lihat. Siapa tahu ini hanya halusinasinya saja.
"Anisa," Jordan berjongkok di depan Anisa yang tengah memeluk tubuhnya sendiri. Jaket yang Jordan kasih kepada Anisa sudah Anisa kenakan dengan baik. Anisa tidak mau kebodohannya ini malah membuat laki-laki disini beruntung karena bisa melihat tubuhnya yang hampir bugil.
"Ngapain kamu datang ke tempat seperti ini bersama lelaki tadi?" Jordan yang tidak pernah bicara seketika terkejut ketika melihat wajah perempuan di depannya.
"Ak-aku datang ke bar ini bersama dengan Rani dan juga Jihan. Mereka sedang ada di bawah. Tapi saat aku ingin pergi ke toilet, tiba-tiba lelaki yang tidak aku kenal menarik tanganku dan mengunciku di dalam kamar ini. Ak-aku takut." Tubuh Anisa menggigil ketakutan. Jordan mengacak-acak rambutnya sendiri sambil menatap wajah Anisa lekat-lekat.
"Banyak laki-laki di tempat ini yang kesadarannya tidak lagi penuh. Mereka di pengaruhi alkohol yang membuat mereka mempunyai halusinasi tinggi. Terlebih pakaian kamu yang seperti ini seolah-olah mengisyaratkan kepada mereka untuk mendekat." Jordan ingin mengatakan kepada Anisa bahwa baju yang Anisa kenakan sebenarnya tidak layak di kenakan oleh perempuan manapun. Tapi dia tidak mau menyakiti perasaan perempuan di depannya. Dia tidak mau membuat perempuan di depannya itu tersinggung dengan ucapannya.
"Biar aku telepon Papamu agar dia menjemputmu disini." Ucap Jordan yang hendak mengeluarkan heandphone miliknya dari dalam saku celananya. Dia yakin bahwa kedua teman Anisa itu juga mabuk dan tidak bisa menjaga Anisa nanti.
"Ja_jangan, nanti papa marah." Isak Anisa sambil menahan tangan Jordan yang hendak menelpon Papanya.
Anisa tidak mau jika papanya sampai datang ke tempat ini dan melihatnya memakai baju kurang bahan seperti ini.
"Aku tidak bisa mengantarmu pulang, Amira pasti akan memikirkan yang tidak-tidak tentang kita jika dia melihatku mengantarmu pulang dalam kondisimu yang berantakan dan wajah penuh lebam seperti ini. Sedangkan aku juga tidak percaya kepada kedua temanmu kalau mereka bisa menjagamu. Aku tahu, pasti mereka juga sedang mabuk berat." Jordan mencoba menjelaskan kepada Anisa mengenai dirinya yang tidak bisa mengantarkan Anisa pulang. Bukan karena apa-apa, pernikahannya dan Amira sudah sangat dekat, dia tidak mau membuat kesalahpahaman diantara mereka terjadi hanya karena dia mengantar Anisa pulang dalam keadaan seperti ini.
Anisa menunduk, dimana lagi dia bisa mendapatkan laki-laki seperti Jordan? Meski disaat seperti ini lelaki itu masih memikirkan kakaknya yang berada di rumah.
"Biar aku pulang sendiri saja." Ucap Anisa yang hendak berdiri tapi kakinya masih lemas hingga membuat Jordan dengan sigap menahan tubuhnya agar tidak jatuh.
"Pulang sendiri dalam keadaan lebam dan lemas seperti ini? Aku yakin kamu tidak akan sampai ke rumahmu melainkan kamu akan sampai ke rumah sakit." Jordan memapah tubuh Anisa keluar dari kamar ini dan turun ke lantai bawah. Dia menghela napas panjang ketika melihat Jihan dan Rani tengah menari di kelilingi para lelaki di tengah-tengah bar ini.
"Lain kali jika datang ke tempat ini ajak kekasihmu, setidaknya jika kamu mabuk dia bisa menjagamu. Dari pada kamu mengajak kedua temanmu yang payah itu, mereka pasti nanti juga tidak akan bisa pulang dalam kondisi mabuk berat seperti itu." Ucap Jordan yang tidak Anisa perdulikan. Anisa terdiam sambil meneteskan air matanya. Bagaimana mungkin dia bisa datang ke tempat ini bersama kekasihnya, jika lelaki yang dia harapkan untuk menjadi miliknya malah memilih kakaknya untuk menjadi pendampingnya.
"Tuhan, maafkan aku. Untuk malam ini saja, biarkan aku bersamanya dan melupakan statusnya sebagai kekasih kakakku. Aku menginginkannya." Batin Anisa yang semakin mempererat pegangannya pada leher Jordan.