Amira yang sedang mencuci baju menemukan lembaran kertas milik adiknya. Amira meletakkan kertas itu kedalam tas miliknya. Setelah mencuci baju dan mandi, Amira hendak membaca kertas itu. Tapi mamanya malah berteriak memanggilnya dan membuatnya kembali memasukkan kertas itu kedalam tasnya.
"Ra, adik kamu udah telepon belum? Kok mama teleponin sejak tadi gak bisa. Heandphonenya mati loh." Terdengar nada panik dari bibir Rahma. Amira yang mendengar nada panik dari bibir mamanya juga ikutan panik. Pasalnya semalam dia mimpi adiknya tersenyum kearahnya sambil melambaikan tangan kearahnya. Firasatnya memang sudah buruk sedari adiknya meminta ijin untuk pergi ke Bandung malam-malam.
"Aku ambil heandphone dulu Ma di kamar." Amira berlari mengambil heandphone Miliknya. Berulang kali dia mencoba untuk menelpon adiknya, tapi tetap saja tidak bisa.
"Gimana, Ra? Di angkat Anisa atau gak?" Tanya Rahma sambil menatap wajah anak pertamanya dengan cemas.
"Gak diangkat, Ma. Panggilan sibuk." Jawab Amira ikutan panik.
"Coba lagi, Ra. Mama takut adik kamu kenapa-napa di jalan." Suruh Rahma yang membuat Amira semakin panik.
Jordan yang mau mengambil kunci mobil di dalam kamarnya untuk memanasi mobilnya mengerutkan keningnya ketika melihat istri dan mama mertuanya terlihat cemas.
"Kenapa Mama sama Amira terlihat cemas begitu?" Jordan menghampiri istri dan Mama mertuanya yang sedang berdiri di dekat pintu kamarnya.
"Itu loh Mas, Anisa kok gak bisa di telpon. Mama sama aku khawatir sama dia. Bagaimana kalau terjadi apa-apa sama dia?" Tanya Amira yang membuat Jordan menggelengkan kepalanya pelan. Sejak semalam dia harus menenangkan istrinya dan meminta istrinya untuk cepat tidur agar istrinya itu tidak kepikiran terus kepada adiknya. Lalu pagi ini kok ya istrinya khawatir sama adiknya lagi.
"Mungkin Anisa masih tidur. Ini tuh masih pagi, Mama sama kamu tenang aja. Coba telepon Aldo, siapa tahu diangkat sama dia." Suruh Jordan. Jordan tidak terlalu mengenal Aldo. Bahkan dia juga tidak pernah bertemu dengan Abang sepupu istrinya. Karena saat dia menikah dengan Amira, Aldo sedang ikut seminar kedokteran di Singapura. Sehingga Aldo tidak bisa datang ke pernikahannya dan Amira.
Amira segera menelpon Abang sepupunya. Deringan pertama tidak diangkat oleh abang sepupunya, tapi setelah dia mencoba untuk menelpon Abang sepupunya kembali, akhirnya teleponnya diangkat.
"Hallo Ra, ada apa?" Tanya seseorang di seberang sana. Amira yang mendengar suara Abang sepupunya menjawab panggilannya itu sudah sangat senang.
"Anisa udah sampai di Bandung belum, Bang? Dia pergi tadi malam. Mama sama aku cemas gara-gara teleponnya tidak bisa di hubungi." Tanya Amira dengan nada panik. Terdengar kekehan di seberang sana.
"Anisa udah sampai di Bandung tadi malam. Kalian gak usah khawatir, dia lagi sarapan bubur nih sama aku. Bentar, aku kasih ke dia heandphonenya." Jawab Aldo sambil menyerahkan handphonenya kepada Anisa.
Amira mendengar bahwa Abang sepupunya itu mengatakan kepada adiknya kalau dia itu mau bicara.
"Hallo kak, ada apa? Baru juga aku tinggal sebentar udah di telepon aja. Kangen ya?" Gurau Anisa sambil tertawa renyah.
Amira mendengus. Ingin sekali dia menjitak kepala adiknya. Disini dia khawatir tentang kabar adiknya, disana adiknya malah cengar-cengir tidak jelas.
"Kakak sama Mama khawatir sama kamu. Kamu baik-baikkan disana? Nomer heandphone kamu kok gak bisa di hubungi kenapa?" Tanya Amira penasaran.
"Biasalah, baterainya habis gara-gara Vidio callan sama Jihan semalam." Jawab Anisa cengengesan.
"Sa, Sa, kakak pikir kamu kenapa-napa. Kalau begitu bay, selamat menikmati liburan di Bandung. Bay bay adik kakak yang cantik. Semoga kita bisa bertemu lagi."
Anisa yang mendengar ucapan ambigu kakaknya mengerutkan keningnya. Semoga kita bisa ketemu lagi? Memangnya apa yang membuat mereka tidak bisa bertemu lagi? Dia hanya berlibur ke Bandung satu Minggu. Dan kakaknya hanya akan hanymoon ke Paris 5 hari. Lalu kenapa Kakaknya seakan-akan mengatakan kalimat perpisahan selamanya kepada dirinya?
Aldo yang melihat wajah murung Anisa mengerutkan keningnya. Kenapa adik sepupunya itu langsung terlihat murung ketika selesai teleponan dengan kakaknya?
"Amira marahin kamu? Kok kamu murung gitu?" Tanya Aldo kepada adik sepupunya. Anisa menggeleng. Dia hanya kepikiran kalimat terakhir dari Kakaknya.
Semoga kita bisa bertemu kembali.
Anisa masih memikirkan kalimat itu. Tiba-tiba terlintas kejadian buruk di otaknya. Kematian! Anisa segera menggelengkan kepalanya.
"Gak kok, kakak tadi cuma nanya aku udah sampai di Bandung belum." Jawab Anisa yang hanya di beri anggukkan kepala oleh Aldo.
***
"Aku pergi dulu, Ma. Jaga diri baik-baik. Jangan lupa makan." Amira mencium kedua pipi mamanya berulang kali. Kemudian dia memeluk mamanya dengan erat.
"Apaan sih kamu, Ra. Kayak kamu gak akan baik lagi ke rumah dan lihat mama. Sampai-sampai kamu dari tadi terus nyium dan peluk Mama." Protes Rahma ketika melihat anak pertamanya itu sangat berbeda dari biasanya.
Amira terkekeh ketika mendengar protes dari mamanya. "Siapa tahu aku emang gak balik ke rumah dan gak akan lihat mama sama kalian semua lagi." Jawab Amira yang kini tengah beralih memeluk papanya. Amira memegang punggung tangan papanya dan menciumnya.
"Jaga Mama ya, Pa. Makasih udah jadi papa terbaik buat aku. Aku sayang sama Papa." Amira menangis sambil memeluk papanya. Bima yang mendengar kalimat aneh dari anaknya ikut meneteskan air matanya.
"Kamu itu ngomong apa sih sayang. Kenapa bilang makasih segala ke papa? Udah tugas papa jaga kamu sama adik kamu. Kamu jangan ngomong gitu. Papa gak suka denger kamu ngomong gitu." Protes Bima sambil mengusap rambut putrinya. Amira mengangguk. Kemudian dia beralih ke Tantenya.
"Dari semua orang selain mama dan papa, Tante yang paling aku sayang. Makasih Tante udah manjain aku dan selalu ada buat aku sejak kecil. Aku pergi dulu, jangan nangis." Ucap Amira sambil mencium pipi tantenya. Sinta yang memang orangnya tidak cengeng terlihat biasa saja ketika mendengar ucapan pamit dari keponakannya.
"Ucapan kamu terlalu berlebihan. kamu hanya akan pergi ke Paris bukan mati. Kenapa ucapan kamu itu udah seperti orang yang berpamitan ingin mati?" Sinta yang ceplas-ceplos kalau bicara tiba-tiba mengatakan hal seperti itu. Amira hanya membalasnya dengan senyuman. Kemudian dia masuk kedalam mobil yang di dalamnya sudah ada suaminya.
"Papa, Mama, Tante, kami pamit dulu." Pamit Jordan. Mobilnya nanti akan di bawa pulang oleh supirnya. Karena Papa, Mama, beserta supirnya juga sudah otw Bandara. Kedua mertuanya tidak bisa mengantar dirinya dan Amira ke bandara karena papa mertuanya udah janji mau mancing dengan temannya. Sedangkan mama mertua serta tantenya tidak mungkin membawa mobil sendiri sampai ke bandara.
"Kayaknya aku berat banget buat ninggalin rumahku, Mas." Ucap Amira ketika mereka sudah berada di jalan raya. Sedari tadi Amira tidak henti-hentinya menoleh kebelakang untuk melihat rumah yang dia tinggali sejak kecil.
"Jangan bilang kamu punya firasat jelek lagi. Udahlah sayang, jangan terus berpikiran seperti itu. Gak akan terjadi apa-apa. Percaya sama aku. Selama ada aku di samping kamu, gak akan ada yang bisa nyakitin kamu." Jordan meraih tangan kanan Amira menggunakan tangan kirinya karena tangan kanannya dia buat nyetir. Jordan mencium punggung tangan istrinya untuk menenangkan pikiran istrinya yang tengah kalut.
Amira diam saja. Dia tidak menanggapi ucapan suaminya. Hanya saja tiba-tiba terlintas di pikirannya untuk menanyakan hal bodoh ini.
"Jika aku mati, apa kamu akan nikah lagi?" Sontak Jordan yang mendengar pertanyaan aneh itu keluar dari bibir istrinya langsung menginjak rem mobilnya. Jordan menatap istrinya dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Kamu barusan ngomong apa?" Tanya Jordan dengan tatapan mata tajam. Sepertinya dia tidak menyukai Ucapan istrinya.
"Kalau aku tiba-tiba di takdirkan untuk meninggalkan kamu lebih dulu, apa kamu akan nikah lagi?" Tanya Amira dengan mimik wajah serius.
"Sumpah, untuk pertama kalinya aku lebih suka kamu diam dari pada bicara. Aku gak suka pertanyaan kamu kali ini." Jordan mengusap wajahnya kasar. Entah kenapa pertanyaan istrinya itu terngiang-ngiang di kepalanya.
"Jawab dulu pertanyaanku." Desak Amira kepada suaminya.
"Kalau bisa biar aku dulu yang ninggalin kamu di dunia ini. Karena aku tidak mungkin bisa mencintai perempuan lain ketika kamu pergi dari hidupku. Bagiku hanya kamu yang pantas menemaniku. Dan stop bicara ngaco seperti itu, aku mencintaimu." Jordan mencium kening istrinya. Entah kenapa Amira malah menangis ketika mendengar kalimat cinta dari suaminya.
"Aku gak mau kehilanganmu." Ucap Jordan sambil mengeratkan pelukannya di tubuh istrinya. "Jangan pergi."