Semua orang terkejut ketika mendengar ucapan Anisa yang mengatakan kalau dia itu Ingin pergi ke Bandung karena kangen dengan Abang sepupunya yang sekarang ini tengah sibuk bekerja sebagai Dokter disana. Anisa bilang dia ingin melihat rumah tantenya yang di renovasi sambil menjelajahi kuliner di Bandung.
"Kok mendadak sih, Sa? Kenapa harus malam ini?" Tanya Amira sambil menatap wajah adiknya. Dia tidak tenang jika adiknya pergi malam-malam begini sendirian.
Anisa membalas tatapan wajah kakaknya dengan senyuman. "Tadi Bang Aldo udah nelpon, katanya pagi ini dia mau ngajak aku untuk jelajah kuliner ke alun-alun Bandung, jadi aku harus pergi malam ini." Jawab Anisa sambil kembali makan. Dia tidak Mungkin mengatakan alasan yang sebenarnya dia ingin pergi ke Bandung kepada kakak maupun keluarganya.
"Jangan malam ini lah, Nak. Besok pagi kakak kamu sama Jordan udah pergi ke Paris, masa malam ini kamu juga mau pergi. Nanti Mama gak ada temannya di rumah." Rahma kini tengah merengek kepada Anisa agar Anisa tidak pergi ke Bandung malam ini. Dia akan sangat kesepian ketika kedua anaknya itu pergi.
Anisa yang melihat wajah memelas mamanya merasa tidak tega. Dia ingin menemani mamanya di rumah, tapi dia tidak bisa jika kakak dan iparnya pergi ke Paris dan tantenya terus menyindirnya. Bibir tantenya itu sudah sangat tajam, dia sedang tidak mau bertengkar dengan tantenya.
"Kan ada Tante Sinta sama Papa yang akan nemanin Mama di rumah. Soalnya aku udah janjian sama Bang Aldo kalau malam ini aku mau datang ke Bandung." Bohong Anisa. Padahal abang sepupunya itu juga memarahinya ketika dia mengatakan kalau dia ingin pergi ke Bandung malam ini sendiri. Abangnya tadi meminta ijin kepadanya untuk menjemputnya. Tapi dia melarang abangnya. Dia tahu, kalau sampai dia di jemput abangnya, pasti abangnya akan di suruh menginap oleh mamanya dan berakhir dia tidak jadi pergi.
Bima yang sedari tadi diam angkat bicara. "Papa ada janji mancing sama teman papa besok pagi. Udah lama kami tidak bertemu. Lagi pula dulu waktu kamu sibuk kuliah dan Kakak kamu kerja mama kamu sering di rumah sendiri. Mama kamu emang gitu kalau anaknya pengen pergi." Bima tidak mempermasalahkan anaknya yang ingin pergi ke Bandung. Menurutnya anaknya sudah besar, jadi biarkan saja anaknya itu pergi sesuka hatinya.
Jordan yang melihat Bima mengijinkan Anisa pergi ke Bandung sendiri malam-malam begini, merasa tidak setuju. Sehingga dia yang semula diam ikut berbicara. "Maaf jika saya lancang. Mau bagaimanapun Anisa itu perempuan, tidak baik perempuan malam-malam pergi sendiri."
Amira yang mendengar nada khawatir dari bibir suaminya mengerutkan keningnya. Kemudian dia menepis pikiran buruk mengenai suami dan adiknya.
"Iya Sa, tidak baik perempuan malam-malam pergi sendiri. Bagaimana jika Mas Jordan yang nganter kamu sampai ke Bandung?" Mau bagaimanapun Amira tidak tenang jika Anisa pergi ke Bandung sendiri. Walaupun Amira tahu jarak Bandung dan Jakarta itu sangatlah dekat.
Anisa menggeleng cepat. Dia tidak bisa membayangkan Jika dia harus satu mobil dengan Jordan. Yang ada dia malah mati gara-gara gak nafas karena gugup duduk semobil dengan lelaki yang sedari dulu dia inginkan menjadi pendampingnya.
"Gak usah Kak, aku biasa nyetir sendiri. Lagi pula Bandung dan Jakarta itu jaraknya dekat." Tolak Anisa selembut mungkin. Dia tidak mau mengecewakan kakaknya dengan menolak tawarannya.
"Nah, betul omongan Anisa. Jakarta sama Bandung itu dekat, kalian gak usah lebay seperti itu. Lagi pula Anisa itu lewat jalan yang ramai, bukan hutan. Jadi kalian tidak usah berpikir tentang hal-hal buruk yang akan menimpa Anisa." Baru juga semua orang tenang beberapa menit karena Sinta tidak berbicara dan memilih diam. Sekarang Sinta kembali berbicara dan membuat satu meja makan diam.
"Yaudah, aku beres-beres dulu." Anisa beranjak dari meja makannya. Dia sudah mengemasi barang-barangnya tadi. Sekarang dia tinggal pergi saja ke Bandung.
Anisa tidak tahu dengan dirinya sendiri. Entah kenapa dirinya itu merasa kalau Dirinya itu seperti berat untuk meninggalkan rumahnya. Padahal sore tadi dia begitu semangat ketika menelpon Abang sepupunya dan mengatakan kalau dia itu ingin Pergi ke Bandung.
Semua keluarga menatap Anisa yang kini tengah menarik koper miliknya.
"Loh, kok bawa koper sih Sa?" Protes Amira ketika melihat adiknya menarik koper.
"Rencananya aku mau nginep di Bandung seminggu. Udah lama gak kesana. Aku kangen sama suasana Bandung." Jawab Anisa sambil tersenyum kepada kakaknya.
Bima terlihat semangat ketika anaknya mengatakan ingin ke Bandung karena kangen sudah lama tidak kesana. "Papa titip oleh-oleh menantu genteng ya, Sa. Orang Bandung kan biasanya bening-bening kayak Nak Jordan." Ucap Bima yang di balas kekehan kecil oleh Anisa.
"Ah, Papa. Aku masih mau sendiri." Anisa memeluk papanya, Kemudian dia beralih memeluk mama, Tante, dan berakhir di kakaknya.
"Jaga diri baik-baik, Dek. Masa kakak yang bulan madu sama kamu yang jalan-jalan lebih lama kamu yang jalan-jalan. Kakak aja cuma 5 hari di Paris." Amira mencubit gemas pipi adiknya.
"Minta aja tambah waktu sama Mas Jordan." Kekeh Anisa sambil mengedipkan satu matanya kearah kakaknya. Hingga hal itu membuat Amira malu. "Jangan lupa bawa oleh-oleh keponakan ganteng. Aku pengen punya keponakan laki-laki, biar bisa jagain aku. Jangan cewek, entar cantiknya ngalahin aku, aku gak terima."
"Aku titip kakak cantikku ya, Mas. Jagain dia buat aku, aku sayang banget sama dia soalnya." Ucap Anisa kepada Jordan. Entah kenapa dia itu ingin menatap wajah kakaknya lebih lama. Dia seperti takut tidak bisa melihat kakaknya lagi. Padahal kakaknya hanya akan pergi ke Paris selama 5 hari.
"Aku pergi dulu." Anisa keluar dari dalam rumahnya. Saat dia membuka pintu mobilnya dan hendak masuk kedalam mobilnya, tiba-tiba Tantenya memeluknya.
"Hati-hati, Tante titip salam buat Aldo anak Tante. Bilang kalau Mamanya masih mau disini." Ucap Sinta yang membuat Anisa mengangguk dan mematung di tempat. Anisa mematung di tempat karena dia terkejut. Tidak biasanya tantenya memeluknya dan mengatakan hati-hati. Dia pikir tantenya tidak perduli lagi dengannya.
"Dahhh semua..." Anisa melambaikan tangannya sambil tersenyum kepada semua orang.
Sepeninggalnya Anisa, Amira langsung berbicara kepada suaminya.
"Aku kok ngerasa aneh ya, Mas." Ucap Amira sambil terus melihat kearah mobil adiknya yang sudah tidak terlihat lagi.
"Aneh kenapa?" Tanya Jordan yang terlihat acuh.
"Aku ngerasa kalau aku gak akan ngelihat Anisa lagi. Aku ngerasa kalau malam ini aku terakhir ngelihat adikku. Apa dia akan baik-baik saja? Atau akan ada sesuatu di jalan yang membuatnya pergi dariku? Biasanya firasatku tidak pernah salah. Aku dan dia itu memang tidak saudara kembar. Tapi batin kami tuh udah terikat. Aku benar-benar khawatir sama dia." Ucap Amira yang di beri gelengan kepala oleh Jordan. Dia lihat sepertinya tidak akan terjadi apa-apa dengan Anisa. Perempuan itu sepertinya akan baik-baik saja.
"Lupakan saja firasat burukmu itu. Jangan sampai firasat burukmu itu benar-benar terjadi kepada adikmu dan membuatmu menyesal. Sekarang kita masuk aja, udara dingin tidak baik buat kesehatanmu." Jordan menggegam jemari istrinya dan masuk kedalam rumahnya.
Amira masih kepikiran Anisa. Sampai-sampai dia tidak menyadari suaminya yang sedang berdiri di depannya sambil memegang koper.
"Dari pada kamu berpikir yang tidak-tidak tentang adikmu, lebih baik kamu membantuku berkemas saja. Di Paris udaranya sangat dingin, kamu persiapkan jaket tebal untuk pergi kesana. Jangan sampai kamu sakit." Jordan memasukkan barang-barangnya ke koper. Dia menatap wajah istrinya yang lagi-lagi masih terdiam.
"Sayang," Panggil Jordan kepada Amira. Dia selalu bersikap lembut kepada istrinya.
"Aku cemas, Mas. Bagaimana kalau kamu ikutin mobil Anisa?" Amira berdiri di depan Jordan sambil memasang wajah khawatir.
"Lalu aku meninggalkan kamu di rumah sendiri? Gak bisa. Dia bisa ngurus dirinya sendiri. Sekarang ambil baju yang ingin kamu bawa ke Paris. Aku mau ambil minum dulu ke dapur." Tolak Jordan yang membuat Amira menghela nafas kasar. Dia masih berdiri mematung di depan kopernya.
"Semoga saja pikiranku ini salah." Cicit Amira pelan.