Nasehat Amira

1265 Words
"Iya, bay..." Anisa melambaikan tangannya kearah mobil Zidan yang kaca mobilnya masih terbuka. Setelah mobil Zidan Pergi, Anisa masuk kedalam rumahnya. Hal pertama kali yang Anisa lihat adalah kakaknya yang sedang bermesra-mesraan dengan Suaminya di ruang tamu. Hal wajar yang di lakukan oleh suami istri yang baru menikah. Tapi entah kenapa hatinya mendadak panas ketika melihat kemesraan kakak dan iparnya. Hingga Anisa rasa dia butuh reflesing untuk menenangkan hatinya. Anisa sadar dia tidak bisa terus-terusan melihat kemesraan kakak dan juga iparnya. Dia tidak kuat. "Sa, baru pulang? Abis dari mana?" Tanya Amira yang langsung berjalan menghampiri adiknya. "Iya Kak, Abis nemenin Mas Zidan beli kado buat Mamanya yang katanya malam ini ulang tehun." Jawab Anisa sambil menundukkan kepalanya ketika melihat tantenya berjalan kearahnya sambil membawa teh. "Tadi bilangnya gak mau sama Zidan, tau taunya jalan barang." Sindir Tante Sinta yang membuat Anisa kesal. Tapi dia tidak mau kelepasan membentak atau menunjuk wajah tantenya lagi. "Tante itu apa-apaan sih, ya terserah Anisa lah mau pergi sama siapa aja." Amira merangkul pundak adiknya. Dia tidak suka jika tantenya selalu menyindir dan juga membuat adiknya tertekan. Mau bagaimanapun dia ingin melihat adiknya bahagia. Tante Sinta mendekati Amira, "Gak gitu sayang, Tante gak bermaksud buat nyindir atau membuat Anisa tidak nyaman dengan ucapan Tante. Tapi___" "Dia sudah dewasa, Tante gak perlu lagi ikut campur sama urusan dia." Amira membawa adiknya menaiki anak tangga rumahnya menuju kamar adiknya. Amira tidak mau adiknya merasakan sakit hati gara-gara omongan tantenya. Tantenya memang selalu begitu, suka berbicara seenak hati tanpa memikirkan perasaan orang lain. Anisa yang melihat perbedaan tantenya ketika berbicara kepada dirinya dan berbicara kepada kakaknya hanya mampu terdiam. Dia tidak Mungkin memprotes Tantenya dan mengatakan kepada tantenya kalau dia ingin di perlakukan adil oleh tantenya. Tantenya selalu berbicara manis kepada kakaknya, tapi tantenya selalu berbicara ketus kepada dirinya. Sakit sekali hatinya ketika melihat perbedaan itu. "Omongan Tante Sinta tadi gak usah di pikirin, Sa. Kamu udah tahu sifat dia dari dulu kan? Tante Sinta kalau ngomong emang gak pernah di saring. Jadi kamu gak usah masukin hati omongan dia." Amira duduk di samping Anisa yang sekarang ini hanya diam sambil memeluk tasnya. Kakaknya enak ngomong seperti itu karena kakaknya tidak pernah di bentak atau di sindir oleh tantenya. Sedangkan dirinya, dirinya kerap kali makan hati jika tantenya berada di rumahnya. Anisa menatap wajah kakaknya sambil tersenyum tipis. "Tadi aku pergi ke danau sama Mas Zidan. Suasana di danau masih sama kayak dulu loh Kak. Kakak gak mau kesana sama Mas Jordan?" Tanya Anisa yang malah di beri tatapan jahil oleh Amira. Amira menatap wajah Anisa sambil memincingkan satu matanya. "Kayaknya ada yang nanam benih benih cinta nih sama tamu undangan kakak kemarin. Gimana? Kapan kamu mau nyusul kakak nikah? Mama katanya gak sabar mau nimang cucu loh." Goda Amira yang membuat Anisa langsung mendorong pelan bahu kakaknya. "Kakak aja yang ngasih mama cucu duluan. Aku mau kejar karir aku dulu jadi disainer. Biar nanti aku bisa jalan-jalan kelilingi dunia pakai uang aku sendiri." Jawab Anisa yang membuat Amira menggelengkan kepalanya. Amira tidak setuju ketika dia mendengar jawaban adiknya yang ingin mengejar karir dulu dari pada menikah. Karir adiknya sudah bagus, yang sekarang adiknya butuhkan itu pendamping, bukan karir. "Aku pengen nikah umur 25 tahun kayak kakak." Tambah Anisa yang langsung di beri gelengan kepala oleh Amira. Lagi-lagi Amira tidak setuju dengan keputusan adiknya yang ingin menikah umur 25 tahun sepertinya. "Kakak nikah umur 25 tahun itu karena kakak belum Nemu jodoh ketika kakak umur 23 tahun, dek. Sekarang kamu udah ketemu jodoh kamu, Zidan. Kenapa kamu malah mau nunda nikah?" Amira mencoba untuk memberi pengertian kepada adiknya bahwa tidak baik untuk perempuan menikah tua. Walaupun umur 25 itu tidak termasuk tua untuk perempuan yang ingin menikah umur segitu. Umur 25 tahun adalah umur yang matang untuk seorang perempuan menikah. Tapi tetap saja Amira menganggap dirinya itu sudah terlalu tua ketika nikah umur segitu. Karena teman-temannya kebanyakan nikah umur 22 tahun ataupun 23 tahun. "Jangan pernah kamu nunda pernikahan, tidak baik. Kalau soal Karir kan masih bisa di kejar setelah menikah. Tapi kembali lagi ke kamu, keputusan ada di tangan kamu. Kakak lihat Zidan serius sama kamu." Amira kembali berbicara. Kemudian dia mengusap rambut panjang Adiknya. Anisa terdiam sebentar sambil memikirkan kata-kata kakaknya. "Kakak tahu dari mana kalau Zidan itu jodoh aku dan dia serius sama aku? Sejauh ini aku tidak percaya sama omongan laki-laki. Karena kebanyakan laki-laki itu hanya manis di awal saja." Terang Anisa yang memang kerap sekali meragukan perasaan laki-laki kepadanya. Bukan tanpa alasan dia kerap sekali meragukan perasaan laki-laki kepadanya, karena dia sering kali mendengar perceraian muda di kalangan teman-teman kuliahnya hanya karena mereka baru mengetahui kekurangan pasangan mereka masing-masing ketika Sudah menikah. Bukannya mereka saling melengkapi kekurangan satu sama lain, tapi mereka kerap sekali menjadikan meja hijau sebagai akhir dari semuanya. Dia tidak mau kalau pernikahannya itu berakhir seperti itu. Dia ingin menikah satu kali seumur hidupnya. Karena dia tidak mau mendapat karma karena memainkan ikatan suci pernikahan. Menurut Amira pertanyaan adiknya adalah pertanyaan yang sangat gampang sekali untuk dia jawab. " Kakak melihat ketulusan dari kedua mata Zidan ketika dia mengatakan kepada semua tamu undangan kalau dia ingin menikahimu. Sa, laki-laki jika tidak serius dia tidak akan mengatakan ingin menikahimu di depan umum. Dan ya, kamu mengatakan kepada kakak kalau hari ini kamu pergi ke danau bersama dengan Zidan. Bukankah kamu pernah mengatakan kepada kakak kalau kamu hanya akan mengajak orang yang kamu anggap penting di hidupmu ke danau itu? Dan hari ini kamu mengajak dia pergi ke danau itu. Berati dia itu termasuk orang yang penting di dalam hidupmu." Jelas Amira yang membuat Anisa segera menekuk wajahnya. Anisa menggelengkan kepalanya di depan kakaknya. "Aku belum yakin kalau aku mencintainya. Aku mau mandi dulu kak, badanku udah sangat lengket. Kakak kalau mau keluar dari dalam kamarku, tutup lagi ya pintunya." Suruh Anisa sambil mengambil heandphone dari dalam tasnya untuk dia ces. Tapi tanpa sadar dia menjatuhkan kertas kecil di bawah kaki Amira. Amira ingin mengembalikan kertas yang adiknya jatuhkan. Tapi sayang sekali Anisa sudah masuk kedalam kamar mandi. Sehingga Amira memasukkan kertas itu ke dalam saku celananya. Dia akan menyimpan kertas itu dulu, nanti setelah adiknya selesai mandi dia akan mengembalikan kertas itu kepada adiknya. "Dasar Anisa itu, ceroboh sekali dia. Bagaimana jika kertas yang dia jatuhkan itu penting?" Amira keluar dari kamar adiknya dan langsung menutup pintu kamar adiknya kembali. "Anisa udah pulang, Ra?" Tanya Rahma kepada Amira yang hendak masuk kedalam kamarnya. "Udah, Ma. Lagi mandi dia, kenapa?" Amira bertanya kepada mamanya yang tumben mencari adiknya. "Mama mau minta tolong ke dia buat beliin Mama gula di toko. Mama sama Tante kamu itu mau buat kue, kalau mama tinggal Tante kamu sendiri di dapur bisa-bisa tante kamu itu marah ke Mama. Kamu tahu sendiri 'kan Ra Tante kamu itu bagaimana?" Jelas Rahma yang di beri anggukan kepala oleh Amira. "Biar aku yang beli gula sama Mas Jordan, Ma." Ucap Amira yang di beri gelengan kepala oleh Rahma. "Lah, Nak Jordan lagi pergi ke bengkel sama papa buat ngecek mesin mobil Papa. Kata Papa Mobilnya udah agak gak enak ketika di naikin. Jadi hari ini dia sama Nak Jordan pergi ke bengkel untuk cek mobil dia." Terang Rahma yang di beri anggukkan kepala oleh Amira. Amira senang kalau suami dan Papanya itu bisa akrab. "Yaudah aku beli gula sendiri. Kasihan Anisa baru pulang udah di suruh pergi lagi." Ucap Amira yang di setujui oleh Rahma. "Pakai uang kamu dulu ya Ra, mama lagi sibuk mau ngurus kue sama Tante Sinta soalnya." Teriak Rahma yang sekarang ini tengah menuruni tangga rumahnya. "Ya, Ma." Jawab Amira, singkat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD