Anggap saja aku itu dia

1209 Words
Zidan dan Anisa sedang berdiri di depan toko Mas. Menurut Anisa jika membelikan sesuatu untuk orang tua, lebih baik belikan saja yang bermanfaat dan bisa di jual ketika orang tua kita butuh. Misalkan emas contohnya. Anisa tengah melihat-lihat kalung di depannya, tapi tidak dengan Zidan. Zidan malah sedang melihat lihat cincin di depannya. Anisa yang melihat Zidan tengah melihat-lihat cincin mengerutkan keningnya. "Mas Zidan mau beli cincin buat siapa?" Tanya Anisa ketika Zidan memilih cincin polos yang mungkin akan terlihat indah ketika dia kenakan. Anisa menggelengkan kepalanya pelan, kenapa dia harus berpikir seperti itu? Bukankah dia tidak menyukai lelaki di sampingnya? "Tidak, aku hanya sedang melihat-lihat cincin saja. Siapa tahu tahun ini ada calonnya buat diajak nikah." Jawaban Zidan itu membuat Anisa mengangguk. Anisa tidak sadar bahwa yang di maksud calon tahun ini adalah dirinya. "Udah nemu kalung yang cocok buat mama?" Tanya Zidan kepada Anisa. Anisa mengangguk, kemudian dia berjalan kearah tempat kalung pilihannya tadi berada. Anisa mengambil kalung emas putih yang menurutnya akan indah ketika di kenakan oleh Mama Zidan. Anisa memang tidak pernah bertemu dengan Mama Zidan, tapi dia percaya bahwa Mama lelaki itu sangat cantik. Karena lelaki di sampingnya juga tampan. "Itu pilihan kamu?" Tanya Zidan sambil mengambil kalung yang Anisa pegang. Anisa mengangguk, kemudian dia tersenyum kepada Zidan. "Walaupun aku belum pernah ketemu sama Mama kamu, tapi aku percaya kalau Mama kamu itu akan cantik ketika mengenakan kalung ini. Desainnya aja simpel." Anisa menunjuk bawah kalung yang sedang Zidan pegang. Bawah kalung itu membentuk huruf V yang indah. Zidan mengangguk, kemudian dia meminta penjual kalung emas ini untuk memberikan kalung emas itu untuknya tanpa bertanya harganya berapa. Tanpa basa basi Zidan langsung mengeluarkan kartu ATM miliknya dan mengambil kalung emas itu untuk mamanya. "Kamu gak tanya dulu tadi harganya berapa?" Anisa cukup tercengang dengan perbuatan Zidan yang menurutnya begitu santai.  "Untuk apa? Kalung ini pilihanmu untuk Mamaku, untuk apa aku bertanya harga lagi. Berapapun harganya pasti aku bayar. Ulang tahun Mamaku cuma sekali setahun, bukan setiap hari. Masa gara-gara harga di permasalahin." Anisa yang mendengar jawaban Zidan langsung terpaku. Sungguh lelaki di sampingnya itu sangat baik. Beruntung sekali perempuan yang akan menikah dengan lelaki di sampingnya. Tapi sayang sekali dia tidak memiliki rasa apapun untuk lelaki di sampingnya. "Ini udah jam makan siang, kamu gak mau makan dulu?" Tanya Zidan sambil menggegam tangan Anisa. Anisa menggeleng, dia ingin pergi ke suatu tempat yang bisa menenangkan pikirannya. Bukan ke restoran. "Bisa kita pergi ke danau saja? Aku sedang ingin kesana." Tanya Anisa kepada Zidan. Zidan mengangguk, apapun keputusan perempuan di sampingnya dia akan setuju. Zidan dan Anisa berjalan ke parkiran. Setelah keduanya sama-sama sudah masuk kedalam mobil, Anisa kembali membuka suara. Dia memang tidak pandai memulai percakapan, tapi dia juga tidak suka keheningan. "Mas Zidan temannya Kak Amira atau Mas Jordan?" Anisa bertanya seperti itu karena dia tahu bahwa kakaknya dan juga iparnya hanya mengundang tetangga, teman dekat, kerabat, dan juga rekan bisnis mereka saja. Selebihnya tidak ada yang mereka undang. Meski acaranya ramai, tapi mereka ingin yang menghadiri pernikahan mereka adalah orang terdekat mereka saja. "Jordan." Jawab Zidan, Singkat. "Tapi kok kayaknya semalam kalian gitu?" Tanya Anisa ambigu.  "Gitu gimana?" Zidan tidak mengerti dengan pertanyaan Anisa. "Kalian bukan kayak temen tapi malah kayak musuh." Jawab Anisa ketika mengingat kakak iparnya sempat menarik kemeja Zidan ketika Zidan mengajaknya menikah. "Seorang teman tidak selalu berlakukan atau tertawa bersama. Kami punya cara sendiri untuk membuat hubungan pertemanan kami terus terjalin. Lagi pula wajar jika Jordan itu marah kepadaku karena aku tiba-tiba ngajak adik iparnya menikah." Jawaban yang Zidan berikan memang sedikit masuk akal. Mereka laki-laki, sepupunya yang laki-laki juga sering memukul pundak temannya atau sekedar ber tos ria Ketika bertemu. Mereka jarang sekali berpelukan. "Kamu tunggu disini dulu, aku beli cemilan dulu untuk nemenin kita ketika berada di danau." Suruh Zidan kepada Anisa ketika mereka melewati minimarket yang berada di sisi kanan jalan. Anisa duduk mengamati dalam mobil Zidan. Mobil Zidan ini sangat wangi dan tidak ada bau asap rokok seperti di dalam mobil sepupunya. "Nih," Zidan memberikan s**u kotak kepada Anisa. "Minum ini dulu, perut kamu belum kamu isi." Suruh Zidan kepada Anisa. Anisa mengangguk, sepertinya lelaki di sampingnya itu adalah tipe orang yang perduli dan romantis. "Belok kanan atau kiri?" Tanya Zidan ketika Anisa masih sibuk minum. "Kiri," Tujuk Anisa menggunakan tangannya. 23 menit perjalanan, akhirnya mereka berdua sampai ke danau yang Anisa maksud. Anisa begitu sangat senang ketika melihat pemandangan di depannya. "Danau di depan kita itu asli atau buatan?" Tanya Zidan kepada Anisa yang sedang duduk di atas ayunan. "Buatan. Danau itu Papa yang buatin buat aku dan Kak Amira waktu masih SD. Kita berdua pengen liburan ke Bali, tapi papa bilang dia gak bisa gara-gara mama waktu itu sakit. Jadi papa suruh orang buat gali danau ini. Butuh waktu lama sih, tapi setidaknya danau ini terjaga sampai sekarang. Aku dan Kak Amira sering datang kesini ketika kita sedang ada masalah atau sekedar ingin menenangkan diri." Terang Anisa yang sama sekali tidak Zidan dengar. Zidan sibuk mengamati wajah cantik Anisa ketika sedang bercerita. Zidan akui Anisa masih kalah jauh dengan perempuan perempuan yang ngejar-ngejar dirinya. Tapi hanya Anisa yang membuatnya tertarik.  "Apa kamu pernah mengajak orang kesini selain keluargamu? Maksudku, pacarmu." Zidan akan sangat bahagia jika dia menjadi orang pertama selain keluarga Anisa yang diajak Anisa untuk datang ke danau. Anisa menggeleng sambil menatap danau di depannya. "Belum ada, selain keluarga dan kedua sahabatku, kamu orang lain yang pertama kali aku ajak kesini. Rencananya aku mau ngajak seseorang datang kesini, tapi sayangnya aku sama dia udah gak bisa bareng-bareng lagi." Jawab Anisa sedih. Kalian tentu saja tahu siapa orang yang ingin Anisa ajak ke danau. Siapa lagi kalau bukan Jordan. Tapi sayang sekali lelaki itu sudah menjadi milik kakak tersayangnya. Jadi dia tidak bisa dan tidak akan pernah bisa mengajak lelaki itu ke danau bersamanya. Zidan tentu saja sangat senang ketika mendengar jawaban Anisa bahwa dia adalah orang pertama selain keluarganya yang Anisa ajak kesini. Tapi yang membuat Zidan bingung kira-kira seseorang siapa yang ingin Anisa ajak ke danau ini? "Seseorang? Pacar kamu?" Tanya Zidan yang lagi-lagi di beri gelengan pelan oleh Anisa. "Aku sama dia gak pacaran, tapi aku sayang sama dia itu tulus. Aku pengen ngajak dia kesini, tapi sayang gak bisa. Dia udah sama yang lain." Jawab Anisa sambil tersenyum getir. Semesta tidak berpihak kepadanya. Sekarang dia harus belajar ikhlas agar dia tidak dendam kepada kakaknya. Anisa merasa dunia ini tidak adil. Kakaknya selalu mendapat apa yang Kakaknya mau, sedangkan dirinya harus selalu mengubur dalam-dalam keinginannya. Zidan yang semula tengah mendorong ayunan kayu yang sedang Anisa duduki langsung berjongkok di depan Anisa. "Anggap saja aku itu dia, dia yang kamu sayangi. Anggap saja aku itu dia, dia yang ingin kamu ajak ke danau ini. Terkadang memang kenyataan tidak seindah keinginan kita." Zidan menggegam kedua tangan Anisa dengan lembut. Kemudian dia memeluk Anisa dengan erat. "Anggap saja yang memelukmu ini juga dia, bukan aku." Zidan mengusap punggung tangan Anisa yang bergetar. Anisa mencoba menahan air matanya, tapi tidak bisa. "Tapi sayangnya kamu bukan dia, dan kamu tidak akan pernah menjadi dia." Balas Anisa sambil menahan sesak di dadanya. Zidan tidak marah dengan ucapan Anisa. Terkadang cinta memang butuh waktu kan? Zidan harap Anisa bisa mencintainya seperti perempuan itu mencintai lelaki itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD