Calon Mantu

1104 Words
"Hey, siapa itu?" "Mungkin calon suaminya." "Tak mungkin, dia tak akan bisa menikah apalagi dengan pria tampan seperti yang ada di sampingnya." Beberapa bisikan dapat Dira dengar kala dia sudah sampai tepat di depan rumahnya. Sungguh, saat ini telinga nya terasa sangat panas sekali setelah dia mendengar bisikan dari para tetangga yang sangat menyebalkan itu. Sebisa mungkin, dia menahan kesabarannya dan mempertahankan sebuah senyum yang sangat manis kepada Azka. Pria itu kini tengah berada di depannya. "Apakah kau ingin mampir?" tanya Dira dengan sedikit canggung kepada pria itu. Azka menatap ke arah beberapa orang yang mengumpul dan membisikinya. Dia hanya bisa geleng-geleng kepala saja mendengar itu dah Azka pun menyadari bahwa saat ini, Dira merasa sangat tak nyaman saat berada dekat dengannya. "Tidak, terimakasih atas penawaran mu itu." Dira menganggukkan kepalanya dengan pelan. Dia mempethatikan Azka yang mualu masuk ke dalam mobilnya dan meninggalkan tempat ini. Setidaknya, saat ini dia bisa bernapas dengan lega. "Eh Neng, siapa tuh cowok," ucap salah satu ibu-ibu di sana, dia adalah Bu RT yang memiliki hobi menggosip. Dira berdecak pelan. "Dia bukan siapa-siapa," jawab nya. "Tapi, kok dia----" "Maaf Bu RT, sepertinya aku dipanggil oleh Ibuku sekarang." Langsung saja Dira melesat menuju ke rumahnya itu. Telinga nya sudah sangat gatal sekali dan tak ingin mendengar bisikan dari mereka. Setelah Dira meninggalkan mereka, para ibu-ibu itu kembali berkumpul dengan Bu RT adalah pusat perhatian mereka. "Wanita itu sangat nakal sekali, aku yakin dia berhubungan dengan banyak pria tapi enggan menikah," ucap dia. "Ya, kau benar. Mungkin, kita akan mendengar kabar kehamilan di luar nikah nya sebulan atau dua bulan lagi." Yah, ucapan kasar itu sering didengar oleh Dira selama ini, oleh karena itu dia merasa sangat tak nyaman tinggal di desa. Meski suasana nya lebih baik di desa, tapi ketenangan nya jauh lebih baik saat dia berada di kota. "Mereka hanya bisa mengurus kehidupan pribadi orang lain saja," ucap Dira dengan suara yang teramat pelan. Dia menggelengkan kepalanya dengan pelan dan kembali melangkah menuju ke dapur untuk menemuinya ibunya. Wanita tua itu kini tengah meminum segelas teh hangat seraya berbincang dengan kedua adilnya. Saat merasakan kehadirannya, lantas mereka menengok dan menatapnya dengan bertanya-tanya. "Wajah Kakak seperti tengah kelelahan saja," ucap adiknya yang bernama Aisyah, wanita dengan kulit putih bersih juga pipi yang berisi, tampak sbagat menggemaskan sekali. Wajahnya baby face di usianya yang kini sudah menginjak angka 19. Dira mengambil tempat duduk di samping ibunya dan berkata, "Kakak habis kecopetan tadi." Wanita itu mengambil sebuah gelas yang kosong dan menumpahkan cairan bening ke dalam gelas nya itu. "Hah, kenapa bisa kecopetan." Dira mengangkat bahu nya. "Entahlah, Kakak juga tak tahu mengapa mereka mencopet Kakak tadi," jawabnya. "Tapi, sekarang gimana?" Diambilnya dompet yang semulanya telah dicopet lalu ditunjukkan kepada mereka yang sedari tadi bertanya kepada dirinya. "Dompet nya selamat, tadi ada seseorang yang telah menyelamatkannya," jawab Dira. "Syukurlah, setidaknya masih ada orang baik yang mau membantu mu." Dira tersenyum kecil. Apa yang baru saja dikatakan oleh ibunya itu memang benar. Untung saja tadi ada yang menolongnya saat dia berada dalam kesulitan, jika tidak, maka Dira tak akan bisa memastikan bagaimana keadaan dirinya setelah ini. "Ya, setidaknya pria itu adalah penyelamat ku saat ini." *** "Jadi, kapan kau akan menikah? Azka, usia mu saat ini hampir akan menginjak kepala tiga. Sudah seharusnya saat ini kau bahagia dengan keluarga mu," ucap seorang wanita yang memakai cadar nya. Matanya yang tak tertutup oleh cadar itu tampak menatap ke arah Azka yang sedari tadi hanya bisa menunjukkan sebuah senyum sebagai jawabannya. "Aku akan memikirkan sebuah pernikahan nanti saja, Bu. Sekarang, aku masih ingin mengembangkan ladang kita." Ibu Azka hanya bisa geleng-geleng kepalanya saja. Dia tak tahu harus bagaimana lagi memberitahu kepada anaknya itu untuk segera menikah, dia sangat keras kepala. "Sebaiknya, jika kau bertemu dengan wanita yang tepat, kau langsung melamar nya. Ibu ingin, ku cepat-cepat menggendong cucu." Azka menganggukkan kepalanya. Dia tak bisa berjanji untuk memenuhi keinginan dari ibunya itu. Sampai saat ini, belum ada satupun orang yang telah membuatnya nyaman saat berada dekat dengan dia. Bagi Azka sendiri, sebuah pernikahan adalah sesuatu yang penting untuk dipenuhi nya. Namun, dia juga ingin terus mempertahankan pernikahan nya sampai kapanpun dan mendapatkan kenyamanan dalam pernikahan itu. "Ibu tenang saja, aku pasti menikah sebentar lagi." "Ibu akan menunggu itu." Ibu Azka yang memiliki nama Rita itu lantas menengok ke arah jam yang ada di tembok. "Bersiap-siap lah, sebentar lagi kita harus Shalat Maghrib ke masjid." Azka menganggukan kepala nya dengan pelan. Dia membangunkan tubuhnya dan keluar dari ruangan itu, menuju ke kamarnya yang berada di lantai dua. Dia hanya ingin mengambil wudhu dan juga mempersiapkan diri untuk pergi. Setelah dirasa penampilan terlihat lebih baik, dia keluar dari kamarnya itu dan menemukan sosok kedua orangtuanya yang kini sudah siap. "Ayo, kita berangkat." Azka mengikuti kedua orangtuanya itu dari belakang, menuju ke mobil mereka yang ada di garasi. Dapat terlihat beberapa mobil lainnya yang juga terparkir di sana dengan baik, menunjukkan betapa kaya nya keluarga mereka. Ayah Azka sendiri adalah seorang pengusaha yang memiliki sebuah pesantren juga ada kadang buah strawberry yang sangat luas di tempat itu. Semua kekayaan mereka dinikmati dengan sebuah kesederhaan dan entah sudah beberapa kali mereka menyedekagu harta mereka. Azka tersenyum kecil saa dia berada di dalam mobil itu. Jujur saja, dia merasa sangat bersyukur sekali memiliki keluarga yang berkecukupan seperti saat ini, dia bisa hidup dengan tenang di dalam rumahnya tanpa memikirkan hujan yang datang secara tiba-tiba. Mereka telah sampai di sebuah masjid yang berada di sebuah perkampungan. Azka terdiam sebentar, kampung ini rasanya tak asing bagi dia sendiri. Pria itu menutup matanya dengan pelan, tiba-tiba saja dirinya teringat akan kejadian siang tadi. Di mana dia telah membantu seorang wanita. Sebuah senyum muncul di wajahnya kala dia mengingat wajah wanita tersebut. Wanita yang terus berada di dalam otaknya. Dengan pelan, dia menggelengkan kepalanya. Dia tak ingin memikirkan wanita itu dulu sekarang dan memilih untuk keluar dari mobilnya. Bersama dengan ayahnya, mereka melangkah masuk ke dalam masjid tersebut. Suasana sudah cukup ramai di sana karena adzan akan segera berkumandang sebentar lagi. "Hey!" seseorang berteriak dengan sangat kencang, membuat pandanganya langsung teralihkan. Matanya menatap terkejut pada sosok perempuan yang saat ini memakai kaus pink panjang dengan rok yang menutup sampai mata kakinya. Wanita itu tampak sedang melambaikan tangan ke arah dirinya. "Wanita itu," ucapnya dengan nada yang lirih sekali. Azka tersenyum kecil kepada wanita itu. "Siapa dia?" Suara itu tiba-tiba saja muncul, membuatnya langsung menoleh ke samping. Ayahnya tampak menatapnya dengan lekat saat ini. "Dia orang yang telah---" "Ayah rasa dia adalah calon menantu Ayah." Mendengar itu, Azka hanya bisa membeliak kan matanya. "Menantu? Tidak."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD