bc

BUILD OF US (Bahasa Indonesia)

book_age16+
2.3K
FOLLOW
35.7K
READ
possessive
goodgirl
CEO
doctor
drama
like
intro-logo
Blurb

Apa jadinya jika, si 'manusia kulkas' di jodohkan sang Mama pada gadis cantik--anak kuliahan--calon dokter yang masih manja, suka ngambek dan baper?

.

.

"Manusia Kulkas" yang notabene nggak pernah pacaran sebelumnya kini di jodohkan, mampukah "Manusia Kulkas" ini meghadapi calon istrinya dengan segala kekurangan dan kelebihan yang di milikinya?

.

.

Dan apa Jihan mampu mengatasi dingin sikap Abiandra dan bertahan bersamanya? Juga membuat dinding es itu hancur menjadi anak sungai yang tenang?

.

.

Baca kisah selengkapnya di sini

chap-preview
Free preview
Design 1
Soekarno Hatta International Airport, Cengkareng Pesawat KLM baru saja mendarat di bandara Soetta beberapa menit yang lalu. Bian dan Bhima sedang mengantre untuk mengambil koper serta ransel bawaan mereka. Bawaan mereka cukup banyak, apalagi Bian yang tidak akan kembali ke Jerman setelah ini, walaupun sebagian barang sudah di kirim duluan, tapi tetap saja bawaannya banyak. Lain dengan Bhima yang masih harus kembali Desember nanti ke Belanda dan Bian langsung bekerja di kantor Arsitektur milik Papa di Jakarta. "Udeh?" Tanya Bhima. "Udah kok, yuk" ajak Bian sambil mendorong troly penuh koper serta oleh-oleh untuk krucils. Semalam Mama bilang kalau Papa juga baru kembali dari Palembang dengan pesawat paling pagi dan akan menunggu di pintu kedatangan bersama si kembar yang ikut menjemput. Mereka berdua keluar dari dalam terminal, di sambut si kembar yang langsung menghambur ke pelukan Om mereka begitu melihat mereka keluar dan Bryna langsung naik ke gendongan Bian. "I miss you so much, Princess!" Ucap Bian larut dalam pelukannya dengan Bryna. "I miss you too, Prince!!" Bryna melepaskan pelukannya lalu Bian memindahkan Bryna duduk di atas troley dan membiarkan Bian memeluk Mama yang sedari tadi menahan air matanya untuk tidak tumpah ruah. Bian menyalami Mama dan Papa bergantian lalu mama memeluk kedua jagoannya bersamaan. "I miss you so much.." ucap Mama bergetar saat pelukan keduanya mengetat. "Kita juga, Ma..." Jawab keduanya. Akhirnya air mata Mama yang sejak tadi di tahannya meluncur dengan deras keluar dari sudut matanya. Air mata bahagia masih bisa bertemu kedua jagoannya dalam keadaan sehat walafiat tanpa kurang satu apapun. Air mata menahan rindu selama delapan belas bulan lamanya hanya mampu berkomunikasi lewat telepon maupun pesan singkat. Rindu yang hanya mampu tersalurkan lewat doa-doa sepertiga malam yang selalu mama dan papa lantuntkan tak luput dari nama kedua jagoan mereka. Untaian doa selalu mengiringi langkah keduanya saat Mama dan Papa tak ada di samping mereka.  Rajutan rindu kian membesar seiring berjalannya waktu, deretan omelan di telepon saat mereka tak memberi kabar apapun selama berhari- hari selalu menjadi penghias hari mereka kala jauh dari Mama. Puas dengan airport drama yang tanpa sengaja terjadi ini, Mama lalu mengajak mereka semua pulang ke rumah. Sepanjang perjalanan tak ada yang berhenti bercerita, apalagi si kembar Bryan- Bryna yang begitu merindukan Om mereka ini. Sejak kecil si kembar memang dekat dengan kedua Om nya ini. Mereka berdualah yang paling sedih begitu tahu Om nya harus berangkat keluar negeri untuk sekolah. Apalagi Bryna, ia menangis meronta saat ikut mengantar Om nya ke bandara sampai Adrian kuwalahan menenangkan putrinya itu. Bryna meronta dari gendongan daddynya dan mengejar sampai di pintu kaca lalu menangis tersedu hingga lelap dan jatuh tertidur. Begitu sampai di rumah, keadaan sudah ramai karena kedatangan Aluna serta Bunda El dan Ayah Mario juga di tambah si kembar, jadi semakin riuh. Senyum seakan tak mau beranjak dari wajah Mama sejak tadi, pasalnya anak kembarnya ini tak pulang saat lebaran lalu, hanya lewat video call saja si kembar dapat menyaksikan tradisi lebaran mereka kemarin. Sedihnya. This is what mama called real long distance relationship. Bukan dengan pasangan, melainkan dengan anak-anaknya, amat terasa ketika mereka pergi walau pasti kembali. Kebiasaan yang selalu di lakukan kedua jagoannya itu terasa kosong di hari-hari pertama mereka tak ada di rumah. Mama galau luar biasa, khawatir kedua anaknya bisa adaptasi, belajar, hidup serta makan dengan tenang di negara minoritas. Namun kegalauan itu sirna begitu mendengar kedua anaknya itu nyaman dan aman saja di luar sana. Usai makan siang hari itu, Mama baru teringat satu hal yang tiba-tiba terlintas di kepala Mama, hal yang sudah Mama bicarakan pada Bian beberapa minggu sebelum kepulangannya ini. Jihan! Ya, Jihan. Kirana Jihan Wicaksono, perempuan yang akan di jodohkan pada Bian. Segera saja Mama menghubungi Fitri, Ibu dari Jihan untuk di kirimi foto terbaru Jihan. Kebetulan Jihan sedang di Korea minggu ini, sedang short trip bersama teman kuliahnya. "Cantik..." Gumam Mama saat melihat foto Jihan di bubble chatnya. Seulas senyum tampak lagi di wajahnya. "Mas Bi.." panggilnya. "Dalem, ma?" Bian langsung meninggalkan Kavin begitu Mama memanggilnya. "Ikut mama ke ruang kerja ya, ada yang mama mau bicarakan..." Ajak Mama, Bian hanya mengangguk lalu ikut mama ke ruang kerjanya. Bian duduk di sofa bersebelahan dengan Mama. Beliau langsung mengeluarkan ponselnya dan berbicara serius dengan Bian. "Mas masih inget kan, Jihan? Anak teman Mama yang mau mama jodohkan ke kamu?" Beber Mama serius. "Masih kok, Ma. Tapi mas belum lihat wajahnya..." Jawab Bian. "Ya, mama mau kasih lihat fotonya sekarang... Ini dia..." Mama menyerahkan ponselnya yang sudah menampilkan wajah Jihan di sana. "Gimana? Cantik kan?" Tanya Mama. "Cantik ma, tapi,..." Bian menjeda kalimatnya. "Apa? Kerudung?" Tebak Mama. Ia tahu sebenarnya selera Bian yang seperti apa, tapi mama tak pernah mempermasalahkan hal itu sebenarnya, biarlah berjalan seiring dengan waktunya nanti. "Heem...," "Nggak apa to mas. Pelan-pelan, kita nggak bisa memaksa. Jalani aja dulu ya, suka atau enggaknya itu masalah nanti. Yang penting sekarang kalian saling mengenal satu sama lain dulu ya..." Ucap Mama sambil mengelus lengan Bian. "Kapan kita ke rumahnya, ma?" "Besok Jihan baru kembali dari short tripnya. Nanti Mama bicarakan lagi sama tante Fitri ya, enaknya kapan. Soalnya Jihan senin udah kuliah lagi, pun kamu harus ke kantor papa kan?" "Iya sih, ma. Ya udah Mama atur aja, Mas ikut kapan pun kita ke sana..." Tukas Bian yakin di sambut anggukan dari Mama. Beliau tahu, anaknya ini sejak SMA tidak pernah pacaran, ia pegang teguh prinsip jomblo sampai halal. Alias kalau ada yang cocok langsung datang dan minta ke orangtuanya tapi tetap dengan pengenalan satu sama lain. Bian tak masalah bila harus menikah dengan anak kuliah toh sebentar lagi lulus kan? Tunggu lah beberapa bulan sampai mereka siap menempuh hidup bersama. Bian masih memandangi wajah Jihan dalam ponselnya, ia sengaja meminta Mama untuk memforward fotonya lewat Line tadi sebelum mereka keluar dari ruang kerja mama. "Cantik. Semoga kamu bisa nerima saya ya, Ji. Saya nggak pernah berhadapan langsung sama perempuan lebih dekat selain dengan mama, mbak dan adikku. Kalau jodoh nggak akan kemana..." Gumamnya sambil melihat foto Jihan. Sementara di Korea "Lo serius, Han? Mau DI JODOHIN? Ah gila...!" Seru Shasya teman Jihan yang sedang ikut berlibur bersamanya, melipir dari kegiatan perkuliahan yang memusingkan akhir-akhir ini, di sela mereka menyusun skripshit mereka. "Nyokap gue nggak maksa sih, Sya. Cuma yaa, gue lelah juga nyari sendiri, lo kan tahu gue gimana, dulu gue gimana..? Paham kan?" "Iya sih, Han. Ya ya gue paham banget, tapi kalau yang ini oke sih nggak apa-apa, daripada lo salah langkah juga..., Kan berabe" Shasya menanggapi. "Eh tapi, ganteng nggak? Kerja dimana? Dokter juga? Namanya siapa?" Shasya memberondong pertanyaan. "Kata nyokap gue sih, ganteng, arsitek lulusan dari Jerman. Anaknya temen nyokap gue waktu kuliah di UI, namanya Abiandra..." Jawab Jihan sambil menatap Shasya dan cengir-cengir. "Ih, Han! Lo mah! Pede banget anjir, yakin lo jadi sama bapak arsitek?" Jihan hanya menggedikan bahunya sambil kembali menyesap minumannya yang tinggal separuh di dalam botol. Pikirannya sudah mengawang kemana-mana, besok ia sudah kembali ke Jakarta, senin mulai kembali kuliah dan kembali pada rutinitas kampus dan skripshit-nya. Hhhhh..., Jihan hanya bisa menghela nafasnya panjang dan menghembuskannya berat sambil menatap kota Seoul dari atas Namsan Seoul Tower di sore hari yang cerah. Pikiran Jihan seketika mundur ke beberapa minggu yang lalu saat Ibu memberitahu soal perjodohan ini padanya. Sore itu di kediaman Wicaksono Jihan baru saja kembali dari kampusnya, ia langsung menghempaskan tubuh mungilnya di sofa depan teve sambil melepas kaos kaki yang masih di kenakannya. "Adek..." Tiba-tiba ibu keluar dari kamarnya. Beliau sudah pulang sejak tadi. "Hm?" Sahut Jihan setengah terpejam. "Dek, bangun dulu to..., Ibuk mau ngomong" Terpaksa Jihan membuka kedua matanya yang tadi sudah separuh mengawang masuk ke alam mimpi. Lebih baik Jihan bangun daripada mendengar pekikkan ibu yang menyeramkan. "Ada apaan sih buk? Jihan ngantuuuukkk" keluhnya. "Eh ini lho, kemarin ibuk ketemu sama teman kuliah ibuk. Namanya tante Lanny...," "Nah terus?" Jihan tampak tak antusias. "Hubunganne karo Adek opo buk?"  Sahutnya lagi. "Ya jelas ada toh. Ibuk sama tante Lanny mau jodohin kamu sama anaknya tante Lanny" Mata Jihan membulat sempurna. "Hah? Nggak salah buk? Di jodohin....? Astaga...." "Eeehh..., Anaknya tante Lanny lho guanteng dek, kalah deh mantan-mantanmu itu. Lewat semua..." Ungkit ibuk. "Iihh ibuuukk maahhh" rajuknya. "Pokoknya adek jangan bantah. Nanti kalau anaknya pulang ke Indonesia, tante Lanny akan ke sini sama keluarganya, kenalan sama kamu..." Tambah ibu, makin membuat Jihan ketar-ketir. "Lho? Emang dia di mana buk?" Jihan mengerutkan dahinya. "Dia masih ada kerjaan di Jerman. Lulusan kampus di sana, ibuk lupa namanya apa, pokoknya huebaattt deh anaknya.." Jihan hanya menanggapi dengan anggukan kepalanya sambil memainkan ponselnya. Ada benarnya juga sih ibu mau menjodohkannya dengan anak temannya itu, di ingat dan di runut dari kejadian sebelumnya jadi membuat Jihan syok. "Ya udah, ibuk atur, Jihan manut aja deh..." Pasrah Jihan akhirnya. Ibu tersenyum puas mendengar jawaban putri satu-satunya ini walaupun masih ada keterpaksaan  dari nada jawabannya. Tapi tak apa, Jihan pasti akan luluh ketika bertemu nanti. Insting seorang ibu takkan pernah meleset. "Han! Bengong aja lo!" Shasya menepuk pundak Jihan hingga terlonjak saat memperhatikan Jihan terpekur diam sejak tadi. "Mikirin ape lo? Mikirin ena-ena lo yaaaa....." "Gila lo ah! Nggak, gue nggak mikirin apa-apa kok. Kangen nyokap..." Kilahnya. "Ngeles aja lo kek kang bajaj..." "Nggak, Syaaa.., udah yuk balik ke hotel ah. Besok flight pagi biar kita nggak grasak-grusuk ke airport besok..." Ajak Jihan sambil beranjak bangun dari kursi yang ia duduki. "Hmm... Ya udah, yuk..." Mereka kembali ke hotel akhirnya setelah puas berlama-lama di sana. Saat matahari mulai kembali ke peraduannya, merubah siang jadi senja, senja jadi malam, terang jadi gelap. Malam terkahir di Seoul, sebelum kembali ke Jakarta besok pagi. Halloooo!!! Akhirnya tayang Episode 1 nya mas Bian nantikan kelanjutan dan kejutan berikutnya di Build Of Us, ramaikan lapak Mas Bian ya Happy reading, leave some comment and vote please #dahgituaja #awastypo Danke, Ifa                                        

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Suddenly in Love (Bahasa Indonesia)

read
76.1K
bc

Mas DokterKu

read
238.9K
bc

MOVE ON

read
95.2K
bc

Om Tampan Mencari Cinta

read
400.5K
bc

Skylove (Indonesia)

read
109.5K
bc

Akara's Love Story

read
259.7K
bc

BRAVE HEART (Indonesia)

read
91.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook