Pujangga Cinta

1360 Words
Khumaira tak mau ambil pusing untuk makan malam ini. Ia sudah makan lebih dulu sebagai antisipasi dan hanya hadir di meja melihat keluarganya menikmati hidangan sambil bercakap akrab dengan Tuan Wandawarma dan putranya, Khalid. Khumaira duduk tenang, tetap mengenakan cadarnya. Tak berdandan sama sekali, agar Khairan tak perlu menggodanya tentang persiapan menyambut Khalid. Khumaira juga tak mengenakan gaun bagus atau sebagainya. Penampilannya sebiasa ia saat akan mengunjungi kantor, kecuali malam ini ia memakai gaun bukan gamis sutra seperti kadang kala ia kenakan. Tepatnya, Khumaira berprilaku sama seperti dirinya saat menerima para pelamar sebelum Khalid. Khumaira sudah kenyang, tapi ada sajian goreng burung dara di atas meja. Menu favoritnya tersaji cantik tak tersentuh. Bintang Abimayu seperti biasa, selalu lebih dulu memilih menu yang dimasak dengan dibakar, berikut sambal dan lalapannya. Khairan dan ibu mereka memilih daging ayam, begitu pun dengan dua tamu malam ini. Tampaknya Khalid tak menaruh minat sama sekali pada kelezatan burung dara. Mungkin benar juga, langka yang menyukai daging jenis unggas itu, Rahman Kalukalima contohnya. Khumaira jengah sendiri mengaitkan cinta sejati dengan makanan kesukaan mereka yang sama. Padahal jelas Nyonya Rani tak selaras suaminya dalam satu hal itu, tetapi mereka benar-benar pasangan cinta sejati. “Kau tidak makan, Mai?” tanya Khalid, perdana menyapanya malam ini. “Khumaira!” ralat Khumaira hampir saja menggertakkan giginya. “Saya sudah," jawabnya tenang kembali. “Anda terlalu terburu-buru untuk panggilan sayang,” komentar Khairan santai. Latifa Bakrie jadi tersedak sendiri. Bintang dan Khairan sama-sama menyodorkan segelas air untuknya dari kiri dan kanan beliau. “Bahagia sekali jadi dirimu,” komentar Bagas kepada Ifa yang mengambil gelas dari Bintang. Ifa tak merespons apa-apa. Diam saja, melanjutkan makannya. Khairan yang menimpali, “Anda tahu, semua orang tak bisa memilih terlahir dari siapa dan melahirkan siapa. Sebagian besar orang bisa memilih sendiri pasangan mereka, tetapi Ummi tidak begitu. Takdir yang bekerja dalam hubungan mereka.” Bagas tertegun melihat Khairan. Rasanya anak itu mirip Khalid saat awal-awal mereka bertemu dulu. Caranya memasang badan untuk ibunya terkesan posesif, melindungi, serta siap berkorban apa pun. “Pasti semua orang menantikanmu dewasa, Nak.” “Sejujurnya dia sangat menantikan masa dewasanya juga,” sahut Khumaira apa adanya. Khairan melihat Khumaira dengan tatapan tajamnya. “Kukira dia mau melamarmu. Kau tidak seharusnya menampilkan kesan buruk.” Khumaira jadi merinding oleh tatap dan kalimat adiknya itu. Ia tak ambil pusing Khalid dan ayahnya akan melamar atau pulang begitu saja, Khumaira tak punya keinginan untuk diperistri secepatnya. Menurutnya pribadi, menjadi diri sendiri adalah salah satu syarat mutlak dari ibunya. Jika Latifa Bakrie tak merestui Khumaira dengan Khalid karena takut putrinya berubah jadi melankolis dan penakut, maka sebelum hal yang dikhawatirkan itu sungguh terjadi, Khumaira hanya perlu memastikannya lebih dulu. “Kalian benar-benar membuat tamu kita tidak nyaman.” Keluh Bintang tak tampil sesuai kalimatnya. Senyumannya menandakan bahwa ia bangga sekali punya putra-putri yang mau menyuarakan pendapat mereka secara frontal begitu. “Syukurlah, dia yang datang.” “Bisa kulihat betapa bahagia dan ceria hidupmu sepanjang tahun," komentar Bagas dengan senyum lebar pula. "Keluarga lengkap yang dulu tidak kau miliki sebagai anak." Bintang mengangguk. Dulu ia memang sering merasa sendirian karena menjadi putra satu-satunya, apalagi dengan ketatnya persaingan antar sepupu untuk gelar pewaris Abinaya. "Aku pandai bersyukur, maka nikmatnya ditambahkan untukku." Percakapan beralih pada pekerjaan antara Bintang Abimayu dengan Bagas Wandawarma. Bintang adalah pemimpin perusahaan permata Abinaya saat ini, sementara Bagas merupakan pemilik salah satu gedung pusat perbelanjaan di Jakarta. Perbincangan mereka merembet sampai dokumen yang waktu itu Khalid terima dari Bintang, tentang data yang harus dipenuhi penyewa jika ingin bergabung dengan estat Wandawarma. Khalid menahan diri cukup lama. Ia harus menoleh ke kanan lebih sering agar tak berhenti di sisi kiri dan mengagumi sosok Khumaira. Sepanjang makan malam ini Khalid lebih banyak memperhatikan Latifa Bakrie yang duduk tepat di samping suaminya. Arthur sama sekali tak berlebihan jika mengatakan betapa cantiknya ibu Khumaira itu. Kesan anggun dalam pembawanya, tetapi tak sedikit pun ada kalimat yang dia ucapkan sejak awal pertemuan hingga detik ini. Entah seperti apa suaranya, tetapi secara fisik dia memang sangat cocok sebagai pendamping pewaris takhta Abinaya. Khalid lalu melihat Khairan melepas alat makannya. Kini kesempatan baginya untuk memberikan apa yang sudah disiapkan untuk Khumaira. Khalid sedikit menubrukkan kaki kepada ayahnya, yang dari tadi tak habis bahan pembicaraan dengan pemilik rumah. Saat ayahnya menoleh, Khalid berucap kepada Bintang Abimayu, “Bolehkah aku bicara dengan Khumaira? Dengan didampingi Khairan.” Sesaat itu Bintang melihat Ifa. Namun, yang Khalid temukan hanya tundukkan kepala ibunya Khumaira dan Khairan. “Silakan," ujar Bintang akhirnya. Khairan bangkit dari kursinya dengan senyum penuh semangat. “Kau pasti ingin melamarnya? Perlihatkan padaku lamaran yang romantis, Tuan.” "Khairan!" seru Bintang pelan, penuh peringatan agar putranya tak melampaui batasan. "Dia memang sangat tertarik dengan hal-hal berbau romansa," bela Ifa atas sikap putranya. Ifa lalu berbisik kepada Khairan, "Jaga Kakakmu!" Khalid jelas mendengar itu. Entah apa yang perlu dijaga dari Khumaira? Khalid sudah pernah mencoba tamparannya. Sudah pernah juga melihat efek pukulan gadis itu. Sungguh, tak bisa ia tak tersenyum atas kekhawatiran Latifa Bakrie atas putrinya. Namun, Khairan tak mengatakan apa-apa juga sebagai balasan pinta ibunya. Di sisi lain, Bintang Abimayu melemparkan senyum ramah berisi peringatan tak terucap yang mirip kalimat istrinya. Intinya Khalid sadar jika dirinya akan sangat diawasi para pelindung Khumaira. Tak heran jika belasan pria ditolak karena tak memenuhi harapan keluarga Khumaira. Khalid bangkit seperti Khairan dan pamit secara sopan meninggalkan meja makan. Khumaira sedikit tak suka dengan cara Khalid. Sikapnya memang berwibawa dan sopan, tetapi ... dia menyeret Khairan! Biasanya Khumaira akan didampingi putri Bibi Killa atau putri Bibi Rina, mereka jelas tidak akan memperoloknya setelah berbincang dengan seorang pria. Namun, Khalid memberinya tatapan membujuk agar Khumaira mau ikut di belakangnya dan Khairan. Mau tak mau Khumaira patuh juga pada isyarat ayahnya agar tak begitu saja protes atas permintaan tamu mereka yang satu ini. Khumaira harus menghargai persahabatan ayahnya dengan Tuan Wandawarma, setidaknya. Perlahan mereka berjalan menjauh dari ruang makan menuju pintu keluar Kastil. “Abi menegaskan kalau kami belum melamar malam ini,” kata Khalid membuka pembicaraan. “Memang tergesa kalau melamar malam ini," sahut Khairan setuju. Khumaira berjalan di belakang mengikuti langkah Khairan dan Khalid. Di depannya tampak satu pria dewasa dengan kakek lincah yang bertubuh kecil tetapi berotak tajam. Rasanya Khumaira ingin menarik rambut adiknya agar tak ikut campur dalam pembicaraan pribadi dengan Khalid. Terutama jika ada kalimat berisi pernikahan atau takhta. "Jadi, apa yang ingin Anda bicarakan? Saya bisa jadi juru bicara." "Khumaira bisa bicara sendiri." Khairan menelengkan kepalanya, "Saya tidak akan membiarkan Anda menikmati banyak-banyak suaranya. Sebagian penyair menyatakan kalau suara dari pemilik hati itu akan terngiang lama sampai ribuan jam di otak pria yang sedang jatuh cinta." Khalid panas, merambat dari tengkuk hingga ujung rambutnya. Ia bukan marah, tetapi malu atas apa yang diucapkan pria muda itu. Kenyataannya Khairan benar juga, Khalid rindu suara Khumaira, terlebih saat di masjid pagi tadi. "Kau juga yang selalu mendampingi saat Khumaira menolak pria-pria sebelumnya?" "Mereka tidak menarik." Khalid berbalik sesaat kepada Khumaira, "Aku menarik?" Khumaira tak menjawab dengan suaranya. Namun, dalam diam ia mengakui jika sosok Khalid Wandawarma sangat menarik bagi Bintang Abimayu dan juga Khairan Abinaya. Mereka senang hati ambil bagian untuk pria yang kini di sisi adiknya. Sebelum Khalid yang datang Khairan hanya akan menanyai informasi melalui pendamping Khumaira. Pun, Bintang Abimayu biasanya menerima mentah-mentah penjelasan Khumaira setelah menolak para pria itu. Sementara Latifa Bakrie, baru kali ini sikapnya frontal sekali tak merestui pria yang datang. "Aku boleh memberi hadiah untuk Kakakmu?" tanya Khalid melangkah tegap menuju halaman. "Anda akan membuatnya memikirkan Anda,” tutur Khairan tenang. Entah itu artinya larangan atau olokan. Khalid berdecap lidah. "Begini, ada hal-hal yang didorong hati untuk dilakukan. Salah satunya mencintai. Menurutmu syair cinta diciptakan bukan karena dia sedang mencintai?" Khumaira melihat adiknya bungkam. Demi Tuhan, Bintang Abimayu saja sering kesulitan membungkam Khairan Abinaya. Suka cita Khumaira rasakan bergelora dalam dadanya. Sedetik itu Khumaira suka Khalid Wandawarma. "Aku tidak suka memperlihatkannya kepadamu, karena kubuatkan untuk Khumaira. Tetapi, jika harus begitu, mau bagaimana lagi." "Apa hadiahnya?" tanya Khairan antusias. Khalid berbalik pada Khumaira yang berjalan empat langkah di belakang mereka. Senyum manisnya merekah di bawah sinar lampu Kastil yang berwarna jingga, "Kau juga penasaran, Mai?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD