bc

Sesuci Al-Qur'an

book_age12+
1.3K
FOLLOW
5.5K
READ
others
dark
drama
tragedy
comedy
sweet
humorous
serious
mystery
spiritual
like
intro-logo
Blurb

Zahra Damariva wanita berparas cantik dan bertutur kata lembut. Wanita dambaan setiap kaum Adam, dan juga wanita dambaan para ibu-ibu tuk dijadikan menantunya. Zahra bukan hanya wanita cantik saja, ia juga termasuk kedalam kategori wanita yang hebat. Di umurnya yang baru menginjak 23 tahun. Zahra sudah menjadi dokter disalah satu rumah sakit ternama di ibu kota.

______________________

Zen Mardentan pria berusia 27 tahun. Pria berperawakan tinggi ini menjadi incaran para wanita dikalangan sosialita. Rupanya yang tampan membuat banyak wanita ingin sekali menjadi kekasihnya, bukan hanya itu saja, kekayaan adalah faktor utama para wanita mendekatinya. Namun, Zen selalu saja mengacuhkan wanita-wanita itu. Karena hanya satu wanita yang pantas menjadi kekasihnya. Lebih tepatnya kekasih halalnya.

__________________________

Ketika Zahra Damariva dipertemukan dengan Zen Mardentan dengan cara yang sangat memalukan. Hingga akhirnya mereka terjerumus dalam satu kata yang dinamakan CINTA.

Si dokter perempuan dan si pengusaha tampan.

Apa kelanjutannya?

Mari baca sampai tuntas

chap-preview
Free preview
PART 1
Zahra duduk termenung dikursi kerjanya. Pikirannya saat ini sedang kosong, entahlah mengapa seharian ini Zahra tidak bisa berkonsentrasi dengan pekerjaannya. Mungkin masalah perjodohan itu membuat Zahra sampai seperti ini. Dijodohkan dengan seorang polisi membuat Zahra tidak bebas di manapun dia berada. Selalu saja ada sekitar dua sampai tiga polisi yang selalu mengawasinya, dan itu semua adalah suruhan orang yang akan dijodohkan dengan dirinya. Berlebihan bukan? Belum menjadi apa-apa saja sudah seperti ini. Apalagi jika Zahra sudah resmi menjadi istrinya, mungkin Zahra bisa sengsara seumur hidup. Posesif boleh, tapi menjadikan pasangan seperti tawanan, rasanya itu tidaklah baik. Apalagi membatasi ruang dan aktivitas, sudah semacam burung didalam sangkar emas. Tokk Tokk Zahra terbuyar dari lamunannya. Dia menatap kearah pintu yang tertutup, "Silahkan masuk! Pintu gak dikunci." Perlahan pintu ruangan praktiknya terbuka, dan memperlihatkan seorang wanita dengan balutan snelli kebanggaan para dokter. "Assalamualaikum" "Waalaikumsallam. Ada apa?" tanya Zahra lembut. "Kok kamu belum pulang. Apa kamu ada shift malam? Aku kira kamu udah pulang dari tadi, tapi untung aja enggak. Kalau dokter Vano gak bilang kamu masih di rumah sakit, mungkin aku gak nemuin kamu sekarang." ucap Salwa panjang lebar. "Ya, seharusnya sih enggak. Tapi, dokter Alferd gak bisa bertugas malam, soalnya dia harus ngantar anaknya ke bandara. Jadinya dia minta aku yang gantiin jadwal dia, untuk malam ini aja." jelas Zahra seraya menampilkan senyum manisnya. "Emangnya ada apa?" lanjut Zahra bertanya. "Zar, kamu bisa gak bantu aku?" tanya Salwa ketika sudah duduk dihadapan Zahra. "Insyaallah aku akan bantu, kalau aku bisa." timpal Zahra. "Aku hari ini ada shift malam. Tapi, aku harus pulang sekarang juga." "Tadi ada pasien yang belum aku kontrol lagi. Bisa gak kalau kamu yang ngontrol dia? Soalnya sebentar lagi Abi mau jemput aku, lagi diperjalanan dia. Aku lupa kalau ada janji sekarang. Mau temu kangen sama calon mertua soalnya." lanjut Salwa dengan diakhiri kekehan kecil. "Jadi kamu harus pergi gitu, karena ada janji sama Abi? Dan kamar inap nomer berapa, pasien kamu dirawat?" Zahra bertanya seraya menatap Salwa dengan tatapan teduh. " Iya. Aku benar-benar lupa kalau ada janji. Dan kamar inap nya nomer 67. Ah iya, kalau gak salah sih nomer kamar inap nya nomer 67. Aku agak lupa. Tapi, aku yakin 67." kata Salwa sedikit ragu. "Kamu yang benar. Nomer kamarnya 67, apa yang lain? Kok bisa sih kamu sampai lupa kamar inap pasien sendiri?" "Aku gak terlalu merhatiin tadi. Maaf, ya aku yakin nomer 67. Pasiennya laki-laki, dia sering kejang. Jadi kamu datang kesana, langsung aja suntikin obat penenang." pesan Salwa sebelum ia beranjak dari duduknya. "Aku pamit keluar dulu, terima kasih ya. Assalamualaikum Zahra." pamit Salwa yang dibalas salam dengan Zahra. "Waalaikumsallam." Setelah kepergian Salwa, Zahra kembali termenung sambil memainkan bolpoin yang ada didepannya. "Aku gak mau nikah sama polisi itu. Aku kan gak cinta sama dia, gila aja kan kalau aku mau." gumam Zahra sendirian. "Andaikan ada pilihan. Nikah sama polisi itu atau nikah sama orang gila. Pasti aku bakal milih nikah sama orang gila. Ya, meskipun aku bakalan jadi perempuan bodoh kalau itu benar terjadi." Tak mau terus memikirkan tentang polisi itu dan perjodohannya. Zahra berdiri dan mengambil Snelli kebanggaannya dan juga ponsel yang dia letakkan di atas meja. Zahra bergegas meninggalkan ruangannya dan menuju kamar nomor 67. Kamar yang dimaksud Salwa. Sebelum menutup kembali pintu ruangannya. Zahra terdiam sebentar, perempuan itu menghela napas dan melanjutkan langkahnya. ***** Tepat di kamar nomor 67 seorang pria terus saja berdebat dengan wanita paruh baya yang diketahui adalah ibunya. Perdebatan itu berlangsung sampai suara bariton menginterupsi mereka. "Sampai kapan kalian mau berdebat? Dan kamu Zen, jangan terus banyak bicara, tetap diam disini dan mendapat perawatan. Supaya kamu gak sakit lagi. Papa cukup pusing kalau kamu sakit. Perusahaan gak ada yang handle, papa gak akan sanggup handle dua perusahaan sekaligus." ceramah sang ayah mengalun merdu bagaikan lantunan syair. "Iya pa. Lagipula aku masih bisa kok datang ke kantor, kalau mama gak maksa aku ke rumah sakit. Dan lihat sekarang, ujungnya aku dirawat di sini." cetus Zen masih dengan wajah tidak bersahabat. "Hey, kamu itu kelelahan, makan gak teratur, jam tidur kurang dari yang ditentukan. Makanya mama bawa kamu ke rumah sakit karena mama gak mau kamu kenapa-kenapa." ucap Zalen. Sang ibu. "Makanya makan yang teratur, tidur yang cukup. Sesibuk-sibuknya orang dalam pekerjaan, bukan berarti dia bisa melupakan jam makannya. Semua orang juga sibuk sama pekerjaannya, tapi mereka gak kayak kamu yang terus aja kerja meskipun dirumah. Apalagi kerja sampai larut malam." tutur Mardentan kepada putra semata wayangnya. "Iya. Oke Zen gak akan bantah kemauan kalian. Zen pasrah kalau mau dirawat di rumah sakit berapa haripun!" putus Zen agar perdebatan panjang ini selesai. "Ya udah kalau gitu. Dari tadi kek, kan mama gak capek-capek ceramahin kamu. Mama sama papa mau pulang dulu, gak usah lebay pakai mau ditemani segala. Diam aja terus tidur yang nyenyak, besok lagi mama datang jam 7." "Hmm." "Kami pulang dulu, kamu harus langsung tidur ya." ucap Zalen. "Ya." Setelah kepergian kedua orang tuanya, Zen mengambil ponselnya dan menatapnya tanpa ingin mengutak-atik isinya. Dia sungguh bosan berada dikamar ini. Entah mimpi apa dia semalam, sampai harus berakhir di kamar inap rumah sakit. Jika tidak ada acara pingsan pingsanan. Mungkin, saat ini dia masih berada di kantor, berkutat dengan laptop dan berkasnya. "Membosankan. Aku bersumpah ini pertama dan terakhir kalinya aku tidur di ranjang pasien." gumam Zen. Lalu kembali meletakkan ponselnya diatas nakas. Zen berniat tidur. Perlahan ia merebahkan tubuhnya dan mulai memposisikan dirinya, tidur memunggungi. Sekitar setengah jam, pintu kamar inap Zen terbuka. Tapi, Zen tidak mengetahui karena ia sudah terlelap dalam tidurnya. Seseorang yang melihat pasien kamar ini terlelap pun, dengan langkah tanpa suara menuju ke ranjang pasien. "Rupanya dia udah tidur." gumam orang itu, lalu mengambil ponsel dari saku Snelli nya. "Assalamualaikum Salwa. Aku udah sampai di kamar inap nomer 67, tapi pasiennya udah tidur, terus gimana?" "Waalaikumsallam. Gapapa Zar, kamu suntik aja. Buat jaga-jaga aja, supaya gak bangun malam-malam terus kejang-kejang lagi. Ya udah ya, aku tutup telponnya dulu. Assalamualaikum." "Waalaikumsallam." Zahra kembali memasukkan ponselnya, dan mengeluarkan suntikan dari saku satunya. Sebelum menyuntikkannya, Zahra melihat suntikan itu dan tatapan matanya beralih melihat pasien yang tertidur dengan posisi membelakanginya. Dengan hati-hati dan tidak mau mengganggu tidur pasiennya. Zahra perlahan menurunkan selimut yang menutupi tubuh pasien tersebut, hanya sampai lengannya terlihat baru Zahra memposisikan jarum suntik nya. Tapi sayang, saat jarum sudah mulai mengenai permukaan kulit dan tinggal sedikit lagi masuk sempurna, suara teriakan membuat Zahra terkejut. "Aaaaaaaa..." ^•^•^•^•^ Bacaan apapun, yang lebih utama adalah Al-Qur'an Follow ** : alivinad

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Husband My Step Brother

read
54.9K
bc

Dosen Killer itu Suamiku

read
312.1K
bc

The Unwanted Bride

read
111.1K
bc

CEO Dingin Itu Suamiku

read
151.5K
bc

Turun Ranjang

read
579.1K
bc

Sweetest Diandra

read
70.5K
bc

My Soulmate Sweet Duda (18+)

read
1.0M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook