Jangan Salah Paham

1384 Words
Nadia mulai berlari meraih handuknya, dan mengambil sembarang baju dari lemarinya. “Tunggu gue 10 menit lagi, oke. Dah, Caca!” ucap Nadia yang langsung memutuskan sambungan teleponnya. Sementara di luar, Caca dan Kiki terus menggerutu tak jelas. Sudah hampir satu jam, kedua gadis itu terus menelepon Nadia, tetapi tetap nihil. Rumah Nadia juga sangat sepi hari itu, entah penghuninya sedang ke mana. Pikir kedua gadis itu. “Si Nadia dari bikin apa aja, sih! Sekarang tuh, harusnya kita udah berangkat, biar bisa duduk paling depan,” ucap Caca kesal. “Tau tuh anak, palingan tidur. Lagian lo kenapa, sih, pake mau duduk di depan segala ... sok kecantikan lo,” ucap Kiki, menatap Caca dengan malas. “Sorry Guys, Gue telat. Yuk berangkat!” ujar Nadia yang baru keluar dari dalam rumah. “Bikin kaget aja lo,” ucap Kiki. “Nad, yang benar aja lo, pakai pakaian kaya gini?” ujar Caca sambil menatap penampilan Nadia dari atas sampai bawah. Nadia yang memang sedang dalam fase suasana hati buruk, sangat malas untuk memakai berdandan. Toh, hanya mau pergi menonton, pikirnya. Malam itu Nadia memakai celana jin berwarna biru pudar dipadukan dengan switer berwarna putih. Wajahnya yang natural, dan rambut yang biarkan terurai. Dengan sepatu putih yang melekat di kakinya. Sedangkan kedua temannya, Caca dan Kiki. Memakai pakaian khas cewek pada umumnya, yang tentunya bermodel rok. “Cuman menonton doang kenapa harus ribet,” sahut Nadia, kemudian melengos masuk ke dalam mobil sahabatnya itu. “Kebiasaan tuh, anak,” ucap Kiki sambil menggelengkan kepalanya, ketika melihat tingkah bodo amat Nadia. Di lapangan sekolah malam itu, cukup ramai dengan penonton. Para pemain basket masih berada di pinggir lapangan. Nadia, Caca, dan Kiki, ketiganya kini tengah duduk di kursi urutan kedua. Sebelum pertandingan dimulai, mereka sempat berbincang-bincang ringan, membahas soal hubungan Nadia dan Arjuna. Namun, tiba-tiba mereka dikagetkan dengan sorakan penonton yang tiba-tiba menjadi riuh. Ketiganya mengikuti arah pandangan para penonton yang lain, saat itu ada 2 orang pemain memasuki lapangan dan kini tengah melalukan pemanasan. Mereka adalah Gerald dan Arka. Keduanya mulai memantulkan bola basket, dan saling mengoper satu sama lain. “Kyaaaa ... pangeran gue ganteng banget!” teriak Caca histeris. Ketika pandangannya melihat sosok Gerald dan Arka. Penampilan Gerald dan Arka malam itu, benar-benar sangat memukau. Pesona mereka sangat memabukkan bagi yang melihatnya, tetapi bukan hanya karena ketampanan mereka yang mengundang sorak riuh malam itu. Melainkan karena sosok Gerald yang juga hadir di lapangan malam itu. Gerald memang pernah bergabung di tim basket ketika ia masih duduk di kelas sepuluh. Entah kenapa, saat pria itu kelas sebelas, Gerald keluar dari tim basket, dan baru malam ini, pria itu mulai menunjukkan dirinya lagi di lapangan basket. Ya, Gerald memang sangat jago bermain basket, akan tetapi, Gerald tidak pernah mengikuti pertandingan basket. Entah karena ada suatu alasan tertentu, atau mungkin ada yang melarangnya untuk ikut serta dalam tim basket. Jika benar begitu adanya, maka malam ini Gerald telah melanggar larangannya itu. “Berisik Ca, lebay banget lo. Apa bagusnya, sih, si Gerald itu, sok ganteng yang ada,” ujar Nadia malas. “Tapi, si Gerald memang tampan 'kan, Nad,” ucap Kiki sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal. “Lo mau ikut-ikutan juga, Ki!?” tanya Nadia dengan tatapan tajam. “Hehehe, enggak kok, Nad. Si Caca itu memang lebay Nad, kaya gak pernah lihat cowok ganteng aja deh, loh!” ucap Kiki terpaksa memojokkan Caca. “Huh!” Caca mendengus sebal, sambil mencebikkan bibirnya. Pujian demi pujian terlontar untuk Gerald dan Arka, tetapi yang terdengar oleh Nadia, hanya lah pujian untuk sosok Gerald. Hal itu, membuat telinga Nadia rasanya seperti terbakar. Ditambah dengan sahabatnya, yang terus menerus ikut memuji Gerald. Pertandingan basket pun sudah dimulai. Caca dan Kiki, juga para penonton sangat fokus menatap ke arah lapangan. Namun, berbeda dengan Nadia, yang sejak tadi malah menunduk dan sibuk memainkan ponselnya. Pada saat Nadia mengangkat wajahnya, pandangan Nadia malah bertemu dengan Gerald. Gerald saat itu tengah tersenyum manis ke arahnya. Kemudian mengedipkan sebelah matanya. Sikap Gerald yang seperti itu, sukses membuat tubuh Nadia beku di tempatnya. Lain Nadia yang diberi senyuman, lain juga yang teriak histeris dan kegirangan di belakang saat itu. Ketika waktu istirahat, Caca lagi-lagi dibuat histeris, tetapi bukan karena dia kagum melainkan karena dia kesal. Pasalnya, ada seseorang gadis cantik yang menghampiri Gerald dan memberikannya sebuah handuk, juga sebotol air mineral kepada Gerald saat itu. “His! Siapa, sih, tuh cewek? Sok kecantikan banget,” ucap Caca dengan raut wajah kesal. Ucapan Caca mampu menyita perhatian Nadia dan Kiki, yang sejak tadi terus memainkan ponselnya. “Dia memang cantik kali Ca,” kata Kiki dengan jujur. “Ih, lo tuh, teman gue apa bukan, sih, Ki!?” sahut Caca bertambah kesal. Gadis itu menatap Kiki dengan marah. Nadia menyipitkan matanya. Saat melihat seorang gadis cantik, yang saat itu tengah duduk di samping Gerald. “Bukan gadis yang menemui Gerald tempo hari kok,” gumam Nadia dengan suara rendah. “Lo bilang apa, Nad?” tanya Kiki yang sedikit mendengar perkataan Nadia. “Eh, enggak kok, Ki. Bukan apa-apa,” sahut Nadia dengan senyuman. ‘Gak heran, sih, buaya darat,’ ucap Nadia dalam hati. “Gue udah gak ingin menonton pertandingan lagi. Yuk kita cabut, mending kita nongkrong aja cari makan,” ucap Caca yang memang sedang sangat badmood. “Hu ... tadi aja lo yang paling semangat mau ke sini,” ucap Kiki mengejek Caca. “Ya udah ayo, tapi gue harus ke toilet bentar ya.” Pamit Nadia. “Lo juga kebiasaan, kalau mau cabut aja pasti mesti ke toilet dulu,” ujar Kiki yang mulai menyadari kebiasaan Nadia. “Iya nih, udah buruan sana. Kita tunggu di sini,” ucap Caca menimpali perkataan Kiki. “Hehehe, sorry Guys. Sebentar ya, dari pada gue pis di mobil lo.” Nadia segera melangkah dari sana. “Huh, akhirnya lega juga. Di sini seram amat ya, kalau malam,” gumam Nadia. “Merinding jadinya,” gumam Nadia lagi. Gadis itu mempercepat langkahnya untuk segera menyusul teman-temannya. Namun, baru beberapa langkah ia berjalan. Gadis itu hampir saja berteriak, saat merasa pergelangan tangannya dicekal, dan mulutnya dibekap. “Hust ...!” Gerald berbisik lembut di telinga Nadia. “Lo niat banget mau bunuh gue ya!” ujar Nadia dengan nada sangat kesal. Jemari gadis itu terangkat menunjuk wajah Gerald. Gerald tak menanggapi ucapan Nadia, pria itu menggenggam jemari Nadia yang tengah menunjuk wajahnya. Tatapan pria itu sangat lekat menatap manik mata Nadia. “Ke–kenapa lihat gue kaya gitu?” tanya Nadia tergagap. “Udah ah, gue mau ke teman-teman gue.” Nadia mencoba menarik lengannya dari genggaman Gerald. Saat berhasil, Nadia langsung membalikkan tubuhnya membelakangi Gerald, dan mulai melangkah pergi. Namun, baru melangkah beberapa langkah. Tiba-tiba Gerald menarik kuat pergelangan tangan Nadia, sehingga membuat Nadi berbalik dan naas menabrak tubuh bidang pria itu. Tak jauh dari tempat Gerald dan Nadia berada, ada dua pasang mata yang saat itu tengah saling bertatap. Gerald mendekatkan wajahnya ke arah wajah Nadia. Semakin lama, jarak antara Gerald dan Nadia semakin terkikis. Hal itu sukses membuat Nadia gugup. Sampai akhirnya, kedua mata indah Nadia mulai terpejam. Gerald meniup wajah Nadia. Nadia yang kaget langsung membuka kedua matanya. “Berharap banget ya, dicium sama gue?” tanya Gerald, dengan senyum menyeringai. Wajah Nadia seketika memerah. Kedua pipi gadis itu terlihat bak udang rebus. “Ngo–ngomong apa lo?” sahut Nadia tergagap. “Kenapa mata lo sembap? Habis menangis, kenapa?” tanya Gerald setengah berbisik di telinga Nadia. “Bu–bukan urusan lo!” sahut Nadia. Belum sempat Gerald menyahuti lagi perkataan Nadia. Keduanya dikagetkan dengan kedatangan seorang gadis. “Kak Gerald!” sapa gadis tersebut. Nadia dengan cepat langsung mendorong d**a bidang Gerald, agar menjauh dari dirinya. “s**t!” Gerald mengumpat dengan kesal. Pria itu mengepalkan tangannya dengan kuat. “Gue duluan.” Pamit Nadia, kemudian melangkah pergi meninggalkan mereka. Sebelum benar-benar pergi, Nadia berhenti tepat di samping gadis yang ada di lapangan bersama Gerald tadi. “Jangan salah paham, gue gak berniat merayu pacar lo.” Setelah mengatakan itu, Nadia melanjutkan langkahnya dan segera pergi dari sana. Gerald hanya diam, menatap punggung Nadia yang semakin menjauh dari pandangannya. Gerald sangat kesal. Karena gadis yang kini tengah berjalan ke arahnya. Dirinya yang tadi berniat untuk membicarakan hal penting dengan Nadia, harus gagal begitu saja.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD