Menjauh Dari Cowok Mana Pun

1074 Words
Setelah anggota OSIS berhamburan keluar dari sana. Gerald memberi isyarat mata kepada Kenzo. Hanya keduanya yang paham, maksud dari tatapan tersebut. Gerald memeluk tubuh Nadia dari belakang, begitu juga dengan Kenzo yang memeluk tubuh Merry. Gerald dan Kenzo bermaksud memisahkan kedua gadis yang tengah kesetanan tersebut. “Lepas, gue harus buat muka dia hancur.” Merry terus memberontak di kurungan tubuh Kenzo. Sementara Nadia, gadis itu tak berucap apa pun. Ia hanya diam dengan napas memburu, ditambah rasa perih yang menjalar dari pipi kanannya, akibat cakaran Merry. “Mau gue panggil orang tua lo?” tanya Kenzo, yang seketika membuat tubuh Merry melemah. “Rapikan penampilan lo!” titah Kenzo. Merry mengangguk, kemudian masuk ke toilet yang berada di ruang OSIS. Setelah kepergian Merry, tak ada yang membuka suara hingga kembalinya Merry. “Ken, bisa lo tinggalkan gue berdua?” tanya Gerald yang langsung dibalas anggukan oleh Kenzo. “Termasuk lo!” ucap Gerald datar, sambil melirik ke arah Merry. “Tapi gue ....“ Merry tak melanjutkan ucapannya. Tenggorokannya tiba-tiba saja tercekat, ketika melihat tatapan tajam Gerald tertuju padanya. Dengan lemas, Merry juga mengikut langkah Kenzo ke luar dari sana. Kini hanya tinggal Gerald dan Nadia yang ada di dalam ruangan saat itu. Gerald menatap Nadia dengan tatapan yang sulit diartikan. “Kenapa lihat gue kaya gitu? Gue harus keluar juga ya?" Nadia beranjak dari posisinya dan hendak melangkah ke luar. Namun, bahunya ditahan oleh Gerald. Membuatnya mau tak mau harus kembali terduduk di sana. Jemari Gerald mengusap pucuk rambut Nadia, merapikan rambut gadis itu yang sedikit berantakan. Mendapat perlakukan seperti itu, tubuh Nadia menjadi kaku. Apa lagi saat jemari Gerald perlahan turun, mengusap lembut pipinya. “Sakit?” tanya Gerald dengan pandangan lekat ke arah wajah Nadia. “Sakitlah, kuku si ondel-ondel itu kaya Nenek Sihir panjang, tajam lagi,” sahut Nadia. Mendengar jawaban Nadia, Gerald tersenyum tipis. “Ada ya, ondel-ondel berprofesi jadi Nenek Sihir. Baru tau gue.” Gerald beranjak dari posisinya, melangkah ke arah lemari. Pria itu kembali mendekat ke arah Nadia, dengan kotak P3K di tangannya. Saat itu Gerald tak perlu ke UKS untuk mengambil kotak P3K, kebetulan dua hari yang lalu ada anak OSIS yang terluka, dan kotak obat tersebut masih berada di lemari. Pria itu menarik sebuah kursi kemudian terduduk di hadapan Nadia. “Lo mau apa?” tanya Nadia, saat Gerald menuangkan anti septik pada sebuah kapas. “Diam!” titah Gerald. Pria itu kemudian mulai menekan luka cakaran di pipi Nadia dengan kapas yang sudah dibaluri anti septik tadi. “Ah ... sakit tau, pelan-pelan dong!” pinta Nadia dengan kesal. “Tadi pas berantem gak sakit ‘kan?” tanya Gerald, yang tak menghentikan aktivitasnya. “Udah ah, jangan sok perhatian lo!” ucap Nadia berusaha mendorong bahu Gerald. “Gue cuma gak mau, calon istri gue mukanya jelek. Bikin malu rekan kerja ayah saja,” ucap Gerald, yang sukses membuat Nadia ingin sekali mencakar wajah tampan itu. Setelah hampir dua menit, Gerald sudah selesai membaluri luka di wajah Nadia. “Sudah, ‘kan? Jadi, biarkan gue pergi ke luar sekarang!” ucap Nadia. Gadis itu beranjak dari posisinya dan mulai melangkah ke arah pintu keluar. “Silakan aja lo ke luar!” ucap Gerald dengan santai. “Oke, thanks,” sahut Nadia, sambil terus melangkah. Namun, belum sampai langkah Nadia membawanya ke pintu. Gadis itu harus menghentikan langkahnya dengan terpaksa, saat mendengar suara dingin milik Gerald. “Tapi semua kejadian hari ini, dengan terpaksa harus gue laporkan kepada Papi Bram.” Gerald tersenyum menyeringai, ketika melihat Nadia berhenti melangkah. “Bodo amat! Gue gak takut.” Jawaban Nadia benar-benar di luar dugaan Gerald, tetapi bukan Gerald namanya, jika harus kalah telak dengan satu cara. “Gadis yang sudah mempunyai tunangan, berduaan bersama kekasihnya di toilet sekolah,” sambung Gerald. “Mantan, bukan pacar gue!” sahut Nadia dengan nada penuh penekanan. “Dan ....” Gerald tak melanjutkan ucapannya. Nadia tetap saja berjalan tanpa peduli, dengan apa yang akan diucapkan oleh Gerald saat itu. “Pernikahan kita tentunya akan dipercepat,” lanjut Gerald dengan nada santai. Langkah Nadia spontan terhenti. Ia langsung berbalik dan berjalan ke arah Gerald sambil menatap Gerald dengan tajam. “MAKSUD LO APA, NGOMONG KAYA GITU HAH!?” tanya Nadia dengan suara tinggi. Nadia sudah sejak tadi berusaha menahan rasa kesalnya akibat ulah Gerald. Gerald berdiri dari duduknya dan berjalan mendekati Nadia. “Papi Bram sudah titip lo, sama gue. Lo tau ‘kan, kewajiban seorang istri adalah patuh kepada suaminya,” ucap Gerald sambil terus berjalan ke arah Nadia. Nadia yang menyadari hal itu, perlahan memundurkan langkahnya. “Terus?” tanya Nadia. “Tentu saja Papi Bram akan mempercepat pernikahan kita, agar lo bisa menurut sepenuhnya sama gue,” sahut Gerald dengan senyum menyeringai. Nadia yang melihat Gerald semakin mendekat mulai panik dan terus memundurkan langkahnya hingga punggung gadis itu terbentur di tembok. “Lo jangan macam-macam Gerald, atau gue teriak.” Nadia mulai memberi ancaman kepada Gerald, dengan wajah yang mulai memucat. Gerald tersenyum miring, pria merasa kemenangan ada di tangannya kali ini. “Coba aja lo teriak, dan gue bakalan—“ “Bakal lapor sama Papi gue ‘kan? Gak usah basa-basi, buruan bilang mau lo apa? Dasar tukang mengadu!” potong Nadia. “Menjauh dari cowok mana pun. Termasuk cowok yang katanya ... siapa tadi? Ah, ya. PACAR lo!” ucap Gerald dengan sengaja menekankan kata pacar. “Hei, lo punya mata ‘kan? Gue yakin lo gak buta. Lo bisa lihat sendiri, gue udah minta putus sama dia, dan lo juga tau sendiri jawabannya, apa ‘kan?” sahut Nadia dengan gerakan tangannya. "Lagian, gue juga gak cinta sama dia." Nadia menyambung ucapannya. Gerald lagi-lagi terdiam, sampai akhirnya pria itu mulai bersuara kembali. "Terus, cintanya sama gue?" goda Gerald. "Jangan mimpi!" cetus Nadia. Gerald tersenyum miring menanggapinya. “Lo itu tunangan gue, dan gak seharusnya lo pacaran. Bahkan sampai berniat jalan dengan orang lain,” ujar Gerald dengan senyum mengejek. Nadia tak lagi dapat menyahuti perkataan Gerald. Karena, apa yang dikatakan oleh pria itu hampir sepenuhnya benar. Melihat Nadia yang terus terdiam, membuat Gerald menghela napasnya pelan. “It’s oke, gak masalah kalau lo gak bisa, tapi jangan salahkan gue, kalau gue juga melakukan hal yang sama kaya lo. Jangan lupakan, gue juga populer di sini." Gerald menatap Nadia dengan lekat. Berbeda dengan tadi, nada bicara Gerald kali ini sangat terdengar santai di telinga pendengarnya. "Dasar belagu!" teriak Nadia dengan napas memburu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD