1. Sakit!

1720 Words
Alunan musik yang terdengar merdu di telinga mendominasi ruang latihan berukuran luas. Dan di sudut ruangan, seorang wanita tengah menekan jari-jari lentiknya di atas tuts-tuts piano dengan lincah namun anggun serta penuh penghayatan. Kaki kanan wanita itu sesekali menginjak pedal kanan piano dengan teratur serta postur tubuh yang begitu indah di pandang mata. Kemerduan musik yang terdengar dari permainan piano wanita itu seolah mampu menghipnotis orang-orang yang mendengar. Termasuk seorang wanita lainnya yang tengah menikmati alunan musik tersebut. Hingga perlahan musik yang mengalun merdu itu mulai memelan dan akhirnya berhenti. Tepuk tangan meriah dari seorang wanita yang menonton pun menjadi akhir dari pertunjukan solo tersebut. “Wah~ Aku tahu kalau kau memang hebat. Tapi, sekarang kau jauh lebih hebat lagi. Rasanya seperti aku masuk ke dalam musikmu,” puji wanita berambut pendek yang menonton dengan mata berbinar. “Benarkah? Kalau begitu, apa kira-kira Miss Ball juga akan menyukainya?” tanya sang pianis dengan wajah berbinar penuh harap, Victoria Yvaine Heller. Seorang wanita berusia 21 tahun yang berasal dari keluarga Heller. Meski bukan keluarga yang cukup besar, namun nama keluarga Heller cukup dikenal di beberapa kalangan pengusaha karena bisnisnya di bidang properti dan jasa. Victoria baru menyelesaikan pendidikan kuliah musiknya dan kini telah masuk ke dalam sebuah grup musik terkenal di Melbourne, Australia, sebagai salah satu solo pianis. Lebih tepatnya, Victoria memaksa orang tuanya agar memasukkan dirinya ke grup musik tersebut karena ia mengagumi seorang guru musik yang berada di sana. Guru musik yang telah menjadi panutannya sejak berada di sekolah menengah. “Tidak ada orang yang tidak akan terpesona dengan permainan pianomu, Vic,” ucap wanita berambut pendek itu, Alice Joana Green. Satu-satunya sahabat Victoria di grup musik. Pundak Victoria seketika merosot setelah mendengar jawaban Alice. Meski sahabatnya selalu melontarkan pujian padanya, tapi itu bukanlah jawaban yang ia inginkan. “Itu artinya tidak, ‘kan?” gumam Victoria sendu. Alice memegang pundak Victoria. “Tidak usah pedulikan Miss Ball. Bukankah selama ini Miss Foster selalu memujimu? Dan menurutku, Miss Foster sangat menyukaimu. Kenapa kau tidak beralih ke Miss Foster saja?” “Aku hanya bercanda,” seru Victoria ceria dengan tersenyum lebar. “Mengenai Miss Foster, aku bukan tidak menyukainya. Aku juga tahu kalau selama ini dia sangat perhatian padaku. Hanya saja, tujuanku masuk ke grup musik ini adalah karena Miss Ball. Aku sudah mengaguminya sejak dulu dan sangat ingin belajar darinya.” Alice mendengus seraya memutar bola mata. “Lalu, apa yang telah kau pelajari darinya? Dia bahkan belum pernah melihat permainan pianomu lagi sejak 2 bulan yang lalu. Padahal dia berada di grup musik setiap hari dan melatih pemain yang lain. Tapi, dia hampir tidak pernah melatihmu dengan serius yang merupakan murid pribadinya.” “Miss Ball pasti punya alasan sendiri untuk itu,” ucap Victoria menenangkan Alice yang terlanjur kesal. “Sudahlah. Ayo, pergi. Aku ingin segera pulang dan beristirahat.” Setelah itu, barulah Alice kembali tersenyum dengan penuh arti kemudian menyenggol pundak Victoria dengan sengaja. “Pulang dan bertemu kekasih tampanmu?” Pipi Victoria seketika merona mendengar godaan itu. Seulas senyum pun tak dapat disembunyikan dari bibirnya. Membayangkan wajah pria itu saja sudah membuatnya sangat bahagia. “Wah! Dilihat dari wajahmu, kau benar-benar telah dibutakan oleh cinta,” goda Alice setengah mengolok. “Berhenti menggodaku. Kau membuatku semakin merindukannya,” rajuk Victoria malu yang membuat Alice semakin gencar menggodanya. Mereka berdua lantas bersiap-siap untuk keluar dari ruang latihan. Menelusuri lorong lalu masuk ke dalam lift yang diisi oleh beberapa pemain instrumen lain. Begitu Victoria dan Alice masuk ke dalam, orang-orang tersebut mulai berbisik satu sama lain di belakang. Hal ini ini pun bukan yang pertama kali Victoria alami. Bisa dibilang ini adalah makan hari-harinya. Bahkan di setiap langkah yang Victoria lalui selalu terdengar kicauan-kicauan kecil tentang dirinya dan sang Kakak. Namun, Victoria tak ingin ambil pusing dengan meladeni mereka. Karena, bisikan itu tak akan pernah berhenti. Sesampainya di lantai dasar, mereka langsung keluar dari lift lalu berjalan keluar gedung. Setibanya di depan gedung, sebuah mobil Bentley hitam telah menunggu yang membuat semua orang semakin gencar berkicau. Bukan karena itu adalah mobil dengan merek terkenal. Melainkan karena itu bukanlah mobil biasa. Semua orang yang melihat plat mobil tersebut pun tahu siapa pemilik mobil itu. Mobil dengan plat bernomor 7. “Aku duluan, Alice,” pamit Victoria melambaikan tangan. “Ya. Hati-hati di jalan,” balas Alice. Setelahnya, Victoria bergegas menghampiri Bentley hitam tersebut. Sang sopir yang melihat kedatangan Victoria lantas segera keluar dan membukakan pintu untuknya. Begitu Victoria masuk ke dalam, sang sopir ikut masuk ke dalam lalu melajukan mobil meninggalkan gedung grup musik. “Di mana Luke?” tanya Victoria. “Tuan masih berada di perusahaan,” jawab sang sopir. Thomas Lloyd, pria paruh baya berusia 49 tahun yang selalu mengantar dan menjemput Victoria. “Kapan dia akan pulang?” tanya Victoria lagi. “Saya kurang tahu. Akan lebih baik jika Anda menanyakannya langsung,” ucap Thomas. “Baiklah,” ujar Victoria. Namun begitu, ia tak melakukannya karena takut mengganggu sang kekasih. Setelah berkendara cukup lama, Victoria tiba di depan sebuah villa bernuansa hitam dengan tumbuhan hijau yang menghiasi halaman villa. Victoria keluar dari mobil setelah Thomas membukakan pintu lalu masuk ke dalam villa. Sesampainya di dalam, Victoria langsung disambut oleh seorang wanita berusia 41 tahun dengan hangat dan lembut seperti biasa. Jane Walsh, asisten rumah tangga di villa tersebut. “Kau sudah pulang,” sambut Jane seraya mengambil alih tas Victoria. “Iya,” balas Victoria. “Kau pasti lelah. Aku sudah membuatkan sup labu untukmu. Tadi Tuan menelepon kalau malam ini dia akan pulang terlambat, jadi kau boleh makan duluan,” ucap Jane. “Dia juga berpesan agar kau jangan tidur cepat malam ini dan tunggu dia pulang.” Victoria seketika cemberut di tengah langkahnya menuju ruang makan. “Kenapa dia tidak menghubungiku dan justru memberitahumu?” “Kau tahu sendiri kalau dia tidak ingin mengganggu waktu latihanmu meski hanya dengan 1 pesan,” ujar Jane terkekeh kecil. “Kau benar. Bukankah Luke adalah pria paling perhatian di dunia ini?” seru Victoria yang dalam sekejap kembali ceria dan membuat Jane ikut tersenyum. “Makanlah. Supnya masih hangat,” pinta Jane yang diangguki oleh Victoria. “Mmm~ Enak seperti biasa,” puji Victoria. “Tidak seenak masakanmu,” balas Jane yang tengah beres-beres piring. “Tidak. Masakanmu lebih enak. Karena itu, aku selalu menanti masakanmu setiap hari,” bantah Victoria. “Bukankah Tuan paling menyukai masakanmu? Dia selalu memuji di suapan pertama hingga suapan terakhir,” goda Jane. Victoria terkekeh malu. “Tentu saja dia harus memujiku. Dia ‘kan kekasihku.” “Karena itu, masakanku masih kalah darimu,” ujar Jane. “Kau kalah karena Luke adalah kekasihku. Andai dia juga memuji masakanmu, itu artinya dia selingkuh denganmu,” gurau Victoria yang membuat Jane geleng-geleng kepala. “Tuan pasti sudah gila jika selingkuh dengan wanita seusia Ibu-nya,” balas Jane hingga gelak tawa Victoria terdengar. *** “Apa yang sedang kau lakukan?” Suara berat itu berbisik tepat di telinga Victoria bersamaan dengan pelukan hangat di perutnya. “Menunggumu,” jawab Victoria tanpa mengalihkan pandangan dari tablet-nya. Ia tengah berbaring di tempat tidur sembari menonton pertunjukan solo piano dari seorang pianis terkenal ketika sang kekasih datang. “Benarkah?” Pria bernama Luke itu kembali berbisik. Luke Blade Maximillian berusia 25 tahun. Seorang CEO di perusahaan L.B Secure Corp. yang mengelola cyber security, senjata militer, dan pengawalan. Dan di antara perusahaan di ketiga bidang tersebut, perusahaan Luke adalah yang terbaik. Bahkan Presiden dan para petinggi negara sering menggunakan jasa pengawalannya saat menghadiri acara-acara khusus atau ketika pergi ke luar negeri. Karena, para pengawal milik Luke sebagian besar berasal dari kemiliteran yang sudah terampil dan beberapa lainnya telah menjalani pelatihan khusus yang bahkan melebihi pelatihan militer. Selain menjadi CEO L.B Secure Corp., Luke juga merupakan putra kedua dari keluarga Maximillian yang terkenal dengan produksi senjata militernya. Di antara semua pemasok senjata militer, tak ada yang bisa mengalahkan kualitas senjata milik keluarga Maximillian. Di seluruh benua Australia, tak ada yang tak mengenal keluarga Maximillian. Hanya saja mereka sangat tertutup terhadap publik hingga tak ada orang awam yang mengetahui wajah-wajah keluarga Maximillian. Yang tersebar di publik hanyalah rumor bahwa mereka memiliki wajah yang sangat rupawan. Dan karena kekuatan keluarga tersebut, tak ada satu pun paparazzi yang berani mengulik tentang keluarga Maximillian yang terkenal itu. “Bukankah kau ingin aku menunggumu pulang?” tanya Victoria. Bukannya menjawab pertanyaan Victoria, Luke langsung merebut tablet Victoria lalu meletakkannya di meja nakas. Victoria lantas merengut melihat tingkah sang kekasih. “Kenapa kau merebutnya? Aku sedang menonton pianis favoritku,” rajuk Victoria. Cup~ Luke memasang senyum ketika wajah Victoria memerah. Dan itu adalah pemandangan favoritnya. “Aku merindukanmu,” bisik Luke kemudian menyerukkan wajahnya di celah leher Victoria sembari menghirup aroma wanita itu. “Aku tahu,” balas Victoria seraya melingkarkan kedua lengan di leher Luke. Membuatnya mendapat beberapa kecupan di leher dari pria itu. “Bagaimana harimu?” tanya Luke tanpa mengubah posisi hingga Victoria bisa merasakan napas hangat pria itu di lehernya. “Seperti biasa. Aku melakukan konser pribadi untuk Alice setelah berlatih,” tutur Victoria seraya mengelus rambut Luke dengan lembut. “Bagaimana denganmu?” tanyanya. “Selalu merindukanmu,” jawab Luke yang membuat Victoria mendengus. “Kau sudah mengatakannya tadi. Lagi pula, aku juga sudah tahu tanpa kau katakan,” cibir Victoria. “Aku mencintaimu,” bisik Luke kembali mengecup leher Victoria. “Kau tiba-tiba mengalihkan pembicaraan,” ucap Victoria curiga. “Apa ada sesuatu yang kau sembunyikan? Jangan-jangan kau punya wanita lain di bela- Akh!” “Sakit! Kenapa menggigit leherku?!” keluh Victoria. “Tidak ada wanita lain selain dirimu. Jadi jangan bicara seperti itu lagi. Mengerti?” pinta Luke menatap Victoria serius. Victoria hanya terdiam tak menjawab. Sebelum akhirnya tersenyum lalu mencium bibir Luke dan bermain di sana. Pria itu pun membalas dengan lebih agresif. Luke memasukkan tangannya ke dalam piyama Victoria. Mengusap lembut kulit dari pinggang hingga berhenti di buah dadaa wanita itu. Victoria mulai mendesah ketika Luke bermain di sana. Perlahan Luke menarik kepalanya lalu menatap Victoria dengan hasrat yang terlihat jelas di matanya. “Kau belum menjawabku.” Victoria tersenyum lembut dengan hasrat yang tak kalah dari Luke. “Aku mengerti.” Setelahnya, Luke tersenyum lalu kembali melanjutkan ciuman mereka dengan lebih agresif. Permainan pun berlanjut sampai pria itu mengambil pengaman dan membuat Victoria mendesah nikmat sepanjang malam. *** To be continued.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD